Gubernur Lemhanas ini Putra Sulung Pahlawan Revolusi Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomihardjo! Begini Ceritanya Saat Peristiwa G30S/PKI Itu Terjadi
Oleh : Kormen Barus | Rabu, 30 September 2020 - 10:13 WIB
Gubernur Lemhanas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo
INDUSTRY.co.id, Jakarta-Pengalaman masa kecilnya terasa sangat dramatis bila dihadapkan pada pencapaiannya saat ini. Ia telah mengalami masa-masa getir yang tak akan pernah terbayangkan banyak orang. Ia adalah Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, putra sulung Pahlawan Revolusi Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomihardjo.
Lahir di Solo pada 8 Juni 1947. Pada usia lima tahun, Ia kehilangan sang Ibu Sri Rochjati dan nyaris tidak dikenalinya. Dalam keadaan yang tidak mudah, Agus dibesarkan oleh Suparni, ibu sambungnya.
Agus Widjojo masih berusia 18 tahun ketika peristiwa G30S/PKI itu terjadi. Masih terekam jelas di ingatannya bagaimana perjumpaan terakhir dengan sang ayah, pada 1 Oktober 1965 dini hari.
Saat itu, Agus Widjojo masih tertidur pulas. Bersama dua orang adiknya dan seorang sepupunya, Agus tidur di sebuah kamar di kediaman ayahnya, yang terletak di kawasan Menteng.
Dalam lelap tidurnya, Agus mendengar suara sepatu boot, suara-suara teriakan dan tusukan bayonet dari balik pintu. Ternyata ada pasukan yang merangsek masuk ke dalam rumah, membawa pergi Mayjen Sutoyo dan tak pernah kembali.
“Kabar mengenai sang ayah baru didapat beberapa hari setelah mendengarkan radio dan melihat warta berita televisi yang masih hitam putih di TVRI, bahwa terjadi pembantaian terhadap sejumlah petinggi dan perwira AD. Mayjen Sutoyo adalah salah satunya,”kenangnya.
Gubernur Lemhanas ini, mengatakan, begitu tragedi berdarah itu terjadi, langsung berpikir, bahwa dirinya harus siap menghadapi kemungkinan terburuk ke depannya. Saat itu Agus baru lulus SMA. “Bisa dirasakan bagaimana tiba-tiba kepala keluarga itu lenyap, lantas bagaimana nasib kita,”paparnya.
Tetapi Agus Widjojo selalu berusaha tegar dan berpikir untuk kepastian masa depan. “Saya ingin mencari bidang pengabdian yang bisa meneguhkan hati saya. Saya menemukan itu adalah pengabdian dalam keprajuritan,”cetusnya.
Rupanya kondisi runyam kehilangan ayah, tak membuat Agus Widjojo menyerah. Ia tegar dan justru tumbuh menjadi seorang yang tekun dan sabar. Ia membuktikan diri dapat menjadi seorang yang terbaik. Agus Widjojo kemudian masuk akademi militer hingga mencapai pangkat letnan jenderal.
Mengenang peristiwa itu dan melihat Film 30 S PKI yang setiap tahun selalu ditayang, tak Pernah terpikirkannya untuk balas dendam. Kendati rasa penasaran, siapa yang membunuh dan bagaimana cara membunuh dan mengapa ayahnya dibunuh.
Agus Widjojo mengatakan, ia selalu berusaha untuk berdamai dengan masa lalu.Tetapi belum tentu itu memaafkan. Namun dirinya menerima peristiwa itu sebagai sebuah kenyataan. Ia berpikir untuk kepentingan bangsa, bukan pribadi atau untuk membalas dendam.
Agus Widjojo adalah anak zamannya yang menyebabkan pikiran-pikiran dan gagasannya sering mengejutkan banyak orang. Seperti saat mendapat tugas sebagai komisi perdamaian antar Timor Leste dan Indonesia, yang angkatan bersenjatanya bersinggungan. Mulai dari situ Agus melihat adanya rekonsiliasi perdamaian dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Agus Widjojo melihat, perdamaian adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pertikaian.
Meski ayahnya merupakan korban tragedi G30S, Agus memiliki perhatian mengenai tragedi politik Indonesia pada 1965. Agus Widjojo salah satu penasihat Forum Silaturahmi Anak Bangsa, forum yang didirikan pada 2003, yang mempertemukan anak-anak korban konflik politik 1965.
“Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun 65. Rekonsiliasi itu sendiri baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri,”ujarnya.
Peraih Master of Public Administration (MPA) dari George Washington University dan master of Science in National Security (MScNS) pada 1994 dari US National Defense University, Amerika Serikat, itu, bukan sekadar dikenal sebagai orang baik. Ia juga seorang kompeten. Ia tokoh kunci dalam reformasi dunia militer Indonesia. Ia memilki kemampuan leadership dalam militer yang luar biasa, sekaligus pemikiran kritis dan tajam. Mengagumi Jenderal Soedirman dan negarawan dan jenderal Amerika George Marshall, Agus Widjojo dikenal bersih, sangat profesional dan santun dalam mengemukakan pendapat.
Sebagai pemikir, tidak banyak yang tahu apabila Agus Widjojo adalah seorang penulis. Ia telah mulai menulis sejak berpangkat kapten. Memang, sistem pendidikan di TNI mengharuskan seluruh perwira, yang melalui berbagai pendidikan berjenjang, untuk menuliskan naskah. Ia telah menulis berbagai artikel tentang isu-isu keamanan di wilayah Asia-Pasifik. Salah satu karyanya adalah Buku Transformasi TNI.
Pengamat Ekonomi Politik, J. Kristiadi, menganalogikan Agus Widjojo seperti Jagad Pakeliran, yaitu dalang (narator) yang sangat piawai menuturkan kisah. Ia mampu secara konprehensif, cerdas, bernas, lugas serta rinci membeberkan kisah, seperti halnya perjalanan transformasi TNI.
Reformasi TNI
Apabila diawalnya reformasi TNI ditujukan hanya untuk mencabut Dwifungsi ABRI dan keluarnya TNI dari Legislatif, reformasi mengalami perkembangan. Mulai dari larangan tugas kekaryaan, politik praktis hingga larangan mengelola bisnis.
Reformasi internal TNI diarahkan kepada terwujudnya integritas dan sosok TNI yang mampu menjamin terlaksananya tugas. Beberapa pencapaian reformasi internal TNI, yang sudah berjalan dan dalam proses perwujudan antara lain, TNI telah meninggalkan politik praktis, dihilangkannya tugas kekaryaan (bila tugas di institusi sipil harus mengajukan pensiun), Likuidasi Sospol ABRI, Babinkar ABRI, Sospoldam, Babinkardam, Sospolrem dan Sospoldim, penghapusan materi Sospol ABRI dari kurikulum pendidikan TNI, Likuidasi fraksi TNI dari DPR RI, DPRD I dan DPRD II, pemisahan TNI dengan Polri, penyelesaian UU tentang TNI, Validasi organisasi serta revisi doktrin TNI dan sebagainya.
Gelombang Reformasi 1998 Memang tidak hanya mengubah format politik nasional menjadi lebih demokratis, tetapi juga mengguncang doktrin pertahanan di Indonesia.
Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, yang menjabat sebagai Gubernur Lemhannas, sejak 15 April 2016, merupakan salah satu pelaku sejarah yang ikut menggawangi lahirnya reformasi internal TNI, melalui pemikiran-pemikiran cerdasnya.
Ia merupakan seorang purnawirawan prawira tinggi TNI Angkatan Darat dengan jabatan terakhirnya adalah Kepala Staf Teritorial TNI. Ia juga mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat mewakili Fraksi TNI/Polri. Sebuah lembaga tertinggi negara, di mana cikal bakal reformasi TNI digulirkan, melalui ketetapan MPR yang memisahkan polisi dan militer. Bukan hanya itu, selama menjabat sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (Sesko TNI), sebuah wadah pemikir TNI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, bertanggung jawab untuk merestrukturisasi doktrin politik dan keamanan TNI.
Sebagai seorang Jenderal TNI AD, dengan jabatan strategis, Agus Widjojo bersedia berdiskusi dengan masyarakat sipil dengan topik reformasi TNI dengan sangat kritis. Ia menempatkan TNI dalam konteks kehidupan lebih demokratis. Reformasi TNI dalam upaya melakukan koreksi agar TNI menjadi intitusi yang inklusif, perilaku lembaga tersebut berpedoman pada keputusan politik yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Agus Widjojo berusaha mati-matian agar peran politik TNI yang mencerminkan kedaruratan dalam wujud Dwifungsi ABRI ditransformasi menjadi TNI yang profesional.
Dalil Agus Widjojo meluruskan distorsi persepsi diri TNI adalah permurnian kembali peran kewenangan dan etika TNI sesuai dengan amanat UUD 1945 ke dalam tubuh organisasi TNI, terutama ke dalam lembaga pendidikan TNI untuk membangun sistem dan nilai baru.
Di tangannya, restrukturisasi Komando Teritorial menjadi topik hangat di awal reformasi. Padahal sebelumnya topik itu menjadi sebuah topik yang tabu dan sensitif dibicarakan. Di tangan Agus Widjojo, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, persoalan pertahanan dan keamanan dibicarakan akademisi, peneliti, praktisi dan LSM dengan para perwira tinggi TNI, Komisi I Pertahanan DPR RI dan pejabat pemerintah dalam satu meja. Dua undang-undang penting bagi TNI yaitu UU Pertahanan Negara dan UU TNI lahir dari proses panjang diskusi tersebut.
Agus Widjojo merupakan lulusan dari Akademi Militer tahun 1970. Dalam karirnya, pernah dua kali memimpin kompi di daerah operasi Timor Timur, yang belum tentu perwira lain berkesempatan untuk memimpin sebuah kompi di daerah operasi.
Agus Widjojo telah memainkan peran yang penting dalam pembaruan militer. Pada 1998, ia bersama Letjen Susilo Bambang Yudhoyono diminta menyiapkan konsep reformasi TNI. Konsep tersebut dinamakan "Paradigma Baru TNI". Saat menjadi Wakil Ketua MPR pun, Beliau-lah yang memimpin Fraksi TNI/Polri untuk mundur dari parlemen dan fraksi tersebut dilikuidasi, yang di mana fakta sejarah yaitu MPR 1999-2004 ialah periode terakhir TNI/Polri berada di parlemen.
Sebagai jenderal reformis, ia mempunyai peran sangat besar dalam mendorong TNI menarik diri dari DPR, lima tahun lebih cepat dari yang disepakati semula. Ketulusan ini sangat strategis dan memperkuat proses reformasi menuju Indonesia yang demokratis.
Menurut Agus Widjojo, peran dan tugas utama TNI adalah pertahanan negara dan setelah disadari banyak peran di luar kemiliteran pada saat itu mengganggu kehidupan demokrasi Indonesia, maka jangan lagi TNI ditarik ke wilayah itu. Dia tegaskan, kepercayaan diri kalangan elite dan pucuk pimpinan sipil negara ini dapat ditinggikan dengan lebih menumbuhkan kapasitas di antara mereka.
Tentara Nasional Indonesia perlu memusatkan perhatian pada tugas pokoknya menjaga pertahanan nasional, sehingga sebagai implikasinya mesti melepaskan tanggung jawab di sektor keamanan dalam negeri.
Pada 15 April 2016, Presiden Joko Widodo resmi melantik Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Pada saat dilantik Agus Widjojo mengatakan, ia akan membawa Lemhannas lebih sering menyentuh kepada kegiatan masyarakat. Tujuannya agar kehadiran Lemhannas bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Menurutnya, Lemhannas memiliki peran untuk memberikan sumbangan di berbagai bidang yang mempunyai arti dominan dalam mengembangkan nilai-nilai kebangsaan, seperti konsensus dasar yang terdiri dari Pancasila, UUD' 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika melalui dua doktrin operasionalnya, yaitu wawasan Nusantara dan ketahanan nasional.
Lemhannas juga berfungsi dalam tiga dimensi. Pertama, menyelenggarakan pendidikan bagi pimpinan tingkat nasional, berikutnya melakukan kajian strategis tentang masalah-masalah strategis kebangsaan. Terakhir, untuk membina, mengembangkan, serta menyebarluaskan nilai-nilai kebangsaan. Bidang-bidang itu merupakan bidang yang diharapkan dan seharusnya menjadi skup kehidupan kita di dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat secara nasional.
Profil
Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, lahir di Solo, 8 Juni 1947. Agus adalah putra dari pahlawan revolusi Mayor Jenderal Purnawirawan Sutoyo Siswohardjo. Agus Widjojo merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata (Akabri) RI pada tahun 1970. Meraih Master of Military Arts and Science (MMAS) di US Army Command and General Stafff College pada 1988. Peraih Master of Public Administration (MPA) dari George Washington University dan master of Science in National Security (MScNS) pada 1994 dari US National Defense University, Amerika Serikat.
Memulai karier militer Komandan Peleton (Danton) di Komando Cadangan Strategis TNI-AD (Kostrad). Di militer, ia pernah menduduki jabatan strategis, antara lain Asisten Operasi Kepala Staf Daerah Militer III/ Siliwangi-Bandung, Komandan Brigade Infanteri Linud 17 Kujang 1 Kostrad-Jakarta, Kepala Staf Daerah Militer II/Sriwijaya-Palembang, Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat-Bandung, Asisten Perencanaan Umum KASAD-Jakarta, dan Kepala Staf Teritorial TNI-Jakarta.
Suami dari Niniek ini sempat memangku berbagai jabatan penting diantaranya Komandan Batalyon (Danyon) Infanteri Lintas Udara 328/Kostrad dan Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kostrad. Sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial TNI (Kaster), mengisi posisi yang sebelumnya dipegang Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Widjojo menduduki jabatan Komandan Sekolah staf dan Komando TNI (Sesko TNI) sebuah wadah pemikir TNI. Di sana ayah dari dua putri Dini dan Tari ini, bertanggungjawab untuk melakukan kajian tentang restrukturisasi doktrin politik dan keamanan TNI. Agus Widjojo juga pernah menjabat Kepala Staf Kodam II/Sriwijaya di Palembang dan setelah itu menjadi Asisten Kebijakan Strategis dan Perencanaan Umum Panglima TNI di Jakarta.
Putra Pahlawan Revolusi (Anumerta) Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, ini memasuki masa pensiun pada tahun 2003 dengan jabatan terakhir sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) dari Fraksi TNI-Polri untuk periode 2001-2004.
Selain sebagai Gubernur Lemhamnas, Agus Widjojo juga sebagai Senior Fellow pada Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta dan Visiting Fellow Senior dari Institut Pertahanan dan Studi Strategis di Singapura. Ketua Yayasan Institute for peace and Democracy, Ketua Dewan Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan dan Ketua Yayasan Indonesia Cerdas Unggul di Jakarta.
Agus Widjojo pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama. Ia juga merupakan penasihat di Dewan Institut Perdamaian dan Demokrasi (IPD), Universitas Udayana, Bali yang menggagas Bali Democracy Forum.
Dalam bidang HAM, Agus Widjojo juga sempat menjabat sebagai anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan RI-Timtim yang menangani dugaan pelanggaran HAM Indonesia di Timor Timur. Ia juga merupakan penggagas sekaligus Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional membedah Tragedi 1965 yang diadakan melalui Kemenkopolhukam pada 2016. (kormen, sumber Majalah Lider).
Komentar Berita