Rubah Logo, Krakatau Steel Usung Semangat Baru Bangkitkan Industri Baja Nasional
Oleh : Krishna Anindyo | Sabtu, 29 Agustus 2020 - 10:45 WIB
Logo Baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Trend kebutuhan baja dalam negeri terus meningkat. Seperti di 2022, kebutuhan baja dalam negeri bisa mencapai 19 juta ton dan terus meningkat hingga 23,34 juta ton di tahun 2025.
Meski demikian, pandemi Covid-19 memengaruhi over supply baja dipasar global, sehingga produsen baja mencari negara-negara yang nampaknya empuk untuk dapat dimasuki, salah satunya Indonesia.
Dari kapasitas produksi baja dalam negeri yang mencapai 4,9 juta ton per tahun, utilisasinya belum 100 persen.
Pasalnya, industri di Indonesia diserbu oleh baja impor. Padahal, kapasitas produksi hot rolled coil masih di atas permintaan tahunan di Indonesia.
Sebagai contoh, pada 2019, produksi hot rolled coil 1,37 juta ton, sementara volume permintaan mencapai 2,6 juta ton.
Memasuki usia 50 tahun, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memiliki semangat baru untuk bangkit bersama dengan industri baja nasional.
Setelah sekian lama menggunakan logo berbentuk Ladle (wadah peleburan besi dalam proses produksi baja) warna merah yang menjadi ciri khas Krakatau Steel selama 50 tahun, kali ini ini Krakatau Steel mengusung warna biru untuk logo berbentuk K yang terdiri dari 3 (tiga) komponen yang memiliki makna Progressive, Collaborative, dan Robust.
Progressive bagi Krakatau Steel memiliki makna hadir sebagai perusahaan yang inovatif, bergerak beriringan dengan industri, serta mampu menghadapi segala tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebaik-baiknya.
"Sebagai perusahaan yang mengusung nilai Progressive kami berupaya untuk terus maju dan berkembang. Inovasi sangat penting dilakukan untuk melahirkan ide-ide baru yang mendukung kinerja perusahaan serta tentunya harus dapat memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara, khususnya pada industri baja nasional," jelas Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim pada keterangannya tertulis yang diterima Industry.co.id pada Sabtu (29/8).
Dijelaskan Silmy, bentuk aplikasi nilai Progressive adalah adanya program hilirisasi produk baja yang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan nilai tambah produk Krakatau Steel dan mengoptimalkan utilisasi industri baja dalam negeri.
Pihaknya juga memanfaatkan pabrik-pabrik milik mitra yang didukung oleh bahan baku yang diproduksi oleh Krakatau Steel.
Hal ini sebutnya merupakan terobosan baru untuk meminimalkan biaya investasi, perluasan varian produk Krakatau Steel, serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.
“Krakatau Steel mengedepankan semangat sharing economy yang saat ini sedang banyak dilakukan hampir di seluruh dunia. Peningkatan utilisasi pabrik baja hilir akan menjadi hal yang positif untuk industri baja dalam negeri, khususnya dalam rangka mengurangi impor produk baja yang 3 (tiga) tahun terakhir sangat tinggi sekaligus turut mendukung perkembangan para pengusaha nasional,” jelas Silmy.
Selanjutnya, dalam mengusung nilai Collaborative Krakatau Steel memegang teguh komitmen sebagai rekan dan mitra terpercaya yang menumbuh kembangkan potensi satu sama lain.
Dengan teknologi dan digitalisasi, kolaborasi menjadi semakin mudah dan dampak yang dapat dicapai bisa lebih besar.
Sedangkan Robust memiliki makna kuat dan kokoh. Sehingga dengan semangatnya yang baru, Krakatau Steel dapat menyokong pembangunan infrastruktur serta menjadi perusahaan mumpuni yang mampu mendukung industri nasional.
Dengan ketiga nilai tersebut, semangat baru Krakatau Steel terlahir kembali untuk kebangkitan dan kejayaan Krakatau Steel.
Semangat baru tersebut dihadirkan dalam visual baru dengan nilai Integrity, Profesionalisme, Teamwork, dan Competitiveness.
Hal ini diharapkan dapat memperkuat internal Krakatau Steel serta meningkatkan kinerja Krakatau Steel.
“Dengan peluncuran logo baru Krakatau Steel, kami semua berharap Krakatau Steel dapat terus menjadi role model bagi seluruh pelaku industri baja nasional. Berkontribusi untuk bangsa dan negara, memajukan industri, pemenuhan kebutuhan baja untuk pembangunan infrastruktur, serta pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemic COVID-19,” pungkas Silmy.
Komentar Berita