Pabrik Semen: Antara Narasi ‘Surgawi’ dan ‘Nyata’

Oleh : Anselmus Sahan | Rabu, 10 Juni 2020 - 09:15 WIB

Pabrik Semen (Foto Dok Industry.co.id)
Pabrik Semen (Foto Dok Industry.co.id)

INDUSTRY.co.id, Menyimak carut-marut sengketa pendapat pro dan kontra terhadap rencana pendirian pabrik semen (PS), di Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sepertinya akan memastikan bahwa sebentar lagi PS itu akan beroperasi. Maka dengan tidak bermaksud mendahului otoritas dan mengabaikan sikap pro dan kontra, saya harus memasang spanduk “Selamat Datang Pabrik Semen” ini di jembatan Gongger, batas antara Kabupaten Matim dengan Manggarai. Biarlah semua orang tahu bahwa ‘keselamatan’ bagi masyarakat lingkar pabrik (MLP) itu akan datang.

Spanduk ini sebenarnya dilahirkan dari begitu banyaknya MLP marah terhadap sikap dan pendapat orang kontra tambang. Menurut MLP, mereka menjual tanah mereka sendiri kepada PS, yang akan membangun ‘surga’ di tanah mereka. Tanah itu bukan milik orang luar, yang tidak pernah berhenti menolak PS. Tanah itu adalah harta warisan nenek moyang mereka sendiri; dan karena itulah, MLP berhak menjual tanah tersebut.

Kemarahan mereka mungkin memuncak terus karena mereka merasakan penderitaan selama ini. Mereka yang tahu bahwa tanah tersebut sudah tidak mampu lagi mengubah nasib mereka menjadi orang-orang kaya, yang mempunyai uang, yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang kian hari kian banyak.

Mereka juga marah sebab mereka sudah menyetujui bahwa tanah mereka dijual kepada perusahaan semen. Itu mereka tunjukkan melalui penandatangan Memorandum of Understading (MoU). Apalagi di dalam MoU itu termuat bahwa 154 kepala keluarga (KK) dukung pabrik semen sedangkan hanya 7 KK tolak. Atas dasar angka 154 atau sekitar  98% itu maka dapat disimpulkan bahwa pabrik semen, hanya tinggal menghitung hari, akan dibangun di Luwuk dan Lengko Lolok. 

Apalagi, ucapan “Selamat Datang Pabrik Semen” ini didasarkan pada data bahwa 154 KK menerima PS. Data ini sekaligus mau menegaskan bahwa sekalipun masih ada 7 KK dan suara lainnya yang menolak, PS akan mampu melewati rintangan dan membangun usahanya di kawasan utara Manggarai Timur itu. Ibarat membangun keyakinan, baik investor maupun Pemkab Matim, sedang berjuang agar narasi ‘surgawi’ mereka hendaknya me-‘nyata’. 

Narasi ‘Surgawi’

Sebenarnya, jika diamati secara seksama, nada penolakan 7 KK itu tidak menolak tetapi lebih karena gengsi adat. Dari penuturan mereka, kita bisa mengetahui bahwa mereka adalah keturunan langsung dari para pendahulunya yang untuk pertama kali membuka kedua kampung tersebut. Pendapat mereka menghendaki agar Pemkab Matim perlu melakukan pendekatan kemanusiaan yang baik dan yang bisa diterima oleh mereka sendiri. 

Namun, suara penolakan itu seakan bergema tatkala langkah awal, yaitu konsultasi publik, atau sosialisasi yang dilakukan Pemkab Matim tidak mampu membaca keinginan masyarakat yang tolak. Dalam nada penolakan ini, Pemkab Matim seharusnya selalu ada bersama mereka dan memberikan peneguhan bahwa apa yang mau dibangun adalah langkah terbaik bagi masa depan mereka.

Dalam sebuah video tatap muka Bupati Agas (beritaflores.com, Selasa, 21 Januari 2020) dengan warga Luwuk dan Lengko Lolok awal 2020, yang diedarkan hari ini (Senin, 8 Juni 2020), di media online, terlihat bahwa Bupati Agas menyampaikan keinginannya untuk membangun PS. Namun, beberapa warga menolak rencana itu sebab bagi mereka, itu tidak akan mengubah masa depan mereka. Terkait dengan video itu, kelompok kontra tambang, seperti Plasidus Asis Deornay, pengacara asalah Matim, yang menetap di Jakarta, melayangkan surat pribadinya kepada Bupati Agas yang memuat enam poin, yaitu Agas tidak memiliki teknik komunikasi yg santun, isi ceramahnya terkesan ingin memaksa orang-orang kampung Lolok dan Luwuk untuk mengikuti kemauannya, tidak membangun solusi akhir yang cerdas dan kreatif dalam konsep menghadirkan industri di wilayah ini, diduga telah merancang sebuah konspiarsi besar untuk mendapatkan keuntungan, yang mengorbankan warga, diminta agar warga bukan lagi menjadi pekerja, tetapi pemegang saham di dalamnya, dan diminta untuk mengambil pertimbangan yang tegas untuk menghentikan atau melanjutkan pendirian PS agar warga kembali hidup normal sesuai dengan caranya masing-masing.

Jika ditarik ke belakang dan seperti terekam di video tadi serta beritaflores.com (Selasa, 21 Januari 2020), Agas memang mengatakan bahwa, kehadiran para investor mendirikan perusahaan pabrik semen saat ini bertujuan mengatasi masalah pengangguran. Bahkan kehadiran perusahaan itu juga dapat meningkatkan perekonomian warga setempat. Karena itu, Pemprov NTT bersama Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur telah bersinergi dalam menghadirkan investor untuk membangun perusahan pabrik semen.

Menurut saya, setidak-tidaknya ada tiga bentuk narasi ‘surgawi’ yang disampaikan Pemkab saat melakukan konsultasi publik. Pertama, masyarakat lingkar pabrik (MLP) akan sejahtera. Sinyalemen ini memang belum teruji kebenarannya. Tetapi, diksinya sunguh-sungguh langsung menusuk dan menggugah hati MLP karena diucapkan oleh Bupati Matim dan hadir tatkala MPL sedang merindukan perubahan pada kehidupan sosialnya.

Jika diamati secara cermat berdasarkan data kehidupan sosial, sepertinya ada yang salah pada diri MLP. Selama ini, lahan garapan mereka penuh sesak dengan tanaman pertanian dan hampir pasti tidak pernah terkena busung lapar. Dari lahan itu, kehidupan mereka luar biasa berkualitas, seperti bisa menyekolahkan anak, menyumbang sesama dan menyukseskan berbagai kegiatan social lainnya, baik di dalam maupun di luar; baik intra maupun intrasesama dalam kampung.

Fakta lain juga ialah banyak di antara MLP yang memiliki sawah dan lahan pertanian serta sukses memelihara ternak hingga bisa membangun rumah yang berkualitas baik. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah kehidupan pada MLP. Karena itu, selain rindu perubahan, MLP bisa jadi dengan mudah menerima rayuan luar itu karena mereka mau membangun peradaban baru, yang penuh prestisius dan luksoris. Melalui keinginan untuk rela direlokasi, mereka bermimpi agar di rumah baru, mereka bisa mengatakan kepada warga kampung lain bahwa tanah mereka berharga tinggi karena mengandung gamping dan batu lainnya. Ini yang mendorong mereka serahkan tanahnua kepada pemerintah yang telah menyiapkan investor untuk menyulap wilayah itu menjadi sebuah kawasan industri semen.

Kedua, MLP akan menjadi pekerja. Janji seperti ini seringkali didengar. Di saat tambang mangan hendak dibangun, narasi ini berhembus kencang. Di saat tambang berjalan, satu per satu tenaga kerja lokal dieksit. Haruskah mereka marah?

Pekerja tambang membutuhkan ketrampilan khusus. Jika MLP yang jatuh karena iming-iming menjadi pekerja, itu bukan karena keaslian dirinya. Mereka hanya berpikir enaknya menjadi pekerja di perusahaan itu seraya membayangkan besarnya gaji dan tunjangan yang bakal mereka teriam tiap bulan. MLP tidak akan berpikir bahwa pekerjaan itu membutuhkan ketrampilan khusus dan itu hanya bisa diperoleh melalui pelatihan yang memakan waktu cukup lama.

Mengajak orang kampung untuk mengikuti pelatihan itu sama dengan membebani diri pelatih untuk memikul beban mereka. Tidak akan mereka betah duduk karena mereka petani. Mengajak petani duduk dan bicara terlalu lama di dalam rumah sama artinya membawa mereka ke ‘rumah sakit’. Mereka memang petani. Untuk mengubah kepetanian mereka bukan pekerjaan gampang. Karena itu, jika dijanjikan kepada mereka bahwa mereka akan menjadi pekerja di pabrik semen, lalu mereka mengiayakannya, itu karena terpaksa saja. Jangan harap mereka akan menjadi pekerja yang handal. Dan karena itulah, perusahaan akan dengan mudah memecat mereka.

Janji ‘jadi pekerja’ di pabrik semen memang enak diucapkan. Sebab ia dibangun atas ketidakwarasan pemilik modal dan didukung otoritas tanpa menimbang kebenaran sejatinya. Baik pemilik modal maupun otoritas memiliki kesamaan visi dan misi untuk mengubah mimpi MLP dan yakin, narasi mereka akan dengan mudah dicerna oleh MLP.

Dan ketiga, mengatasi pengangguran. Diksi dari sinyalemen ini bersayap. Ia mau menegasi kenyataan bahwa tidak ada petani yang malas atau menganggur. Yang menganggur ialah mereka yang tidak pernah menggarap lahannya dengan sesungguh hati. Kelompok masyarakat seperti ada di mana-mana dan sepetinya, karakteristik MLP sepeti inilah yang ‘digunakan’ oleh pemilik modal untuk memuluskan rencananya, apalgi diperlancar dengan bulusnya. Dari berita yang sama, Agas menandaskan bahwa kehadiran perusahan tersebut akan membawa dampak positif terhadap perekonomian warga. Diakuinya, dirinya telah meminta kepada para investor untuk memprioritaskan perekrutan tenaga kerja lokal khususnya warga setempat. 

Mencermati sinyalemen di atas, saya berpikir bahwa itu cuma mengada-ada. Bukan saja ke arah MLP tetapi juga kepada semua masyarakat Matim. Maksud saya ialah jika banyak masyarakat yang masih menganggur, kenapa otoritas Matim tidak mampu mengedukasi mereka melalui berbagai usaha eknomi produktif, sehingga mereka tidak nganggur. Atau kenapa ada MLP yang sukses tapi tidak pernah diakui oleh otoritas Matim sebagai kesuksesan kepemimpinannya.

Narasi jadi Nyata?

Untuk membuktikan bahwa Pemkab Matim sungguh-sungguh serius mendukung pendirian pabrik semen, maka ada empat hal yang harus dimulai dilakukan sekarang. Pertama, memastikan tempat relokasi, yang terpisah dari kampung yang sudah ada. Ini untuk menjaga kesatuan entitas adat kedua kampung tersebut. Jika sudah dipastikan, sampaikan kepada warga kedua kampung. Sedangkan kepada perusahaan, Pemkab perlu memberitahukan agar segera membangun dan menyelesaikan urusan-urusan lain sesuai dengan MoU.

Di dalam beritaflores.com (21 januari 2020), Agas menyatakan bahwa ganti rugi tanah warga sesuai standar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau bahkan bisa lebih dari itu, tergantung pada kesepakatan bersama (antara perusahaan) dengan masyarakat setempat. Untuk memwujudkan pembangunan pabrik semen tersebut, pihaknya meminta dukungan penuh dari masyarakat setempat sehingga rencana pendirian pabrik semen dapat terealisasi.

Kedua, Pemkab perlu meyakinkan perusahaan untuk mengangkat MLP tanpa syarat untuk menjadi pekerja di perusahaan itu. Namun, hal ini perlu disertai dengan pelatihan kepada MLP tentang ketrampilan teknis terkait dengan pekerjaan pabrik semen. Pelatihan ini memang akan memakan waktu yang lama, tetapi aka nada efek positifnya bagi MPL. Mereka akan bisa menyesuaikan dirinya dengan irama dan strategi pekerjaan pabrik.

Ketiga, fasilitasi masyarakat dengan perusahaan agar hak MLP atas perusahaan perlu dijamin. Hak itu berkaitan dengan status mereka di dalam perusahaan. Itu berarti bahwa selain dijamin MLP menjadi pekerja pabrik dan memperoleh gaji yang bagus, mereka juga akan memperoleh tunjangan sebesar Rp. 1 juta perbulan per KK. Selain itu, perusahaan perlu menanggung biaya studi anak-anak MLP di perguruan tinggi dan mengaranghkan anak-anak mereka untuk kuliah di jurusan teknik industri, pertambangan, geologi atau ilmu terkait dengan pabrik semen.

Keempat, Pemkab wajib mengontrol pekerjaan pabrik, seperti pembuangan limbah dan penghijauan wilayah. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Pemkab Matim dan perusahaan. 

Dan kelima, Pemkab Matim perlu melaporkan secara rinci jumlah pemasukan dari pabrik semen dan efektivitas penggunaan data tersebut. Selain menjaga akuntabilitas publik, laporan ini akan menjawab keragu-raguan publik tentang efek dari kehadiran pabrik tersebut terhadap kepentigan umum.

Kita berharap, janji perusahaan akan bisa ditepati. Jika itu terjadi, bukan saja masyarakat Luwuk dan Lengko Lolok yang sejahtera, tetapi semua warga Matim. Maka narasi yang dilontarkan selama ini akan dijawab dengan aksi nyata Pemkab Matim dan perusahaan semen tersebut. Bahkan, jika PS benar-benar akan didirikan, kita patut mengucapkan “lanjut” kepada pabrik yang bisa mempekerjakan MLP tanpa syarat, meningkatkan kualitas perekonomian mereka dan membangun masa depan mereka jauh lebih indah dari saat ini. Namun jika tidak jadi, entah dengan alasan apapun, kita juga patut menyatakan ‘henti’.  

Oleh: Anselmus Sahan, Dosen Universitas Timor, Kefamenanu, Timor, NTT

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Pembukaan Pameran Seni Tunggal Karya Jayant Khobragade

Selasa, 10 September 2024 - 22:00 WIB

Dibuka Oleh Menparekraf, Pameran Seni Tunggal Karya Jayant Khobragade Tampilkan Lebih dari 35 Lukisan

IndoFringe International Festival of Performing Arts dan InovArt resmi membuka pameran seni tunggal berjudul “A Nature’s Symphony: Whispering Leaves, Joyful Dances, Gods of Grace” yang…

CEO Syngenta Group, Jeff Rowe (Dok. Syngenta)

Selasa, 10 September 2024 - 20:13 WIB

Dukung Penguatan Sektor Pertanian, Syngenta Rayakan 60 Tahun Kemitraan Strategis dengan Petani

Syngenta Indonesia merilis tinjauan komprehensif dalam Diskusi Media yang diselenggarakan di Hotel Intercontinental Pondok Indah, Jakarta mengenai peranan penting sektor Pertanian di Indonesia…

Minuman Serbuk Buah dan Pemanis Madu, Frubee

Selasa, 10 September 2024 - 20:04 WIB

Sari Murni Group Luncurkan Minuman Serbuk Buah dan Pemanis Madu

Sari Murni Group meluncurkan produk minuman serbuk pertama yakni Frubee, minuman yang dapat memberikan sensasi seger sepanjang hari karena terbuat dari buah segar dan madu alami. Selain itu,…

World Tourism Day dan International Conference on Community Service 2024

Selasa, 10 September 2024 - 17:40 WIB

World Tourism Day dan International Conference on Community Service 2024 Siap Digelar di Jakarta

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mendukung penyelenggaraan World Tourism Day (WTD) 2024 dan…

International Sustainability Forum (ISF) 2024

Selasa, 10 September 2024 - 17:09 WIB

Di ISF 2024, PGE Tawarkan Paradigma Dengan Tiga Strategi Utama

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) terus mendorong pengembangan energi panas bumi untuk mendukung transisi energi Indonesia dan mendukung agenda Net Zero Emission (NZE) 2060.