Untuk Negara Pengekspor Furnitur Dunia, Indonesia masih di Peringkat 21
Oleh : Kormen Barus | Rabu, 09 Oktober 2019 - 18:40 WIB
Mediarman, Kabsubdit Industri Pengolahan Kayu, Rotan, Bahan Alam lain, Kemenperin (tengah), pada Pembukaan international furniture manufacturing components Exhibition (Ifmac)2019 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Rabu (9/10/2019).
INDUSTRY.co.id, Jakarta-Berdasarkan data dari Global Innovation Index, Indonesia saat ini berada di peringkat 85 dari 129 negara. Tentu hal ini bukan suatu berita yang menggembirakan. Artinya kita perlu lebih kerja keras lagi melakukan inovasi-inovasi agar industri bisa tetap survive dan berkembang secara berkelanjutan serta meningkatkan Global BusinessInitiative (GBI) di dalam percaturan global. Demikian disampaikan Abdul Rochim, Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, yang dibacakan Mediarman, Kabsubdit Industri Pengolahan Kayu, Rotan, Bahan Alam lain, Kementerian Perindustrian, pada acara Pembukaan international furniture manufacturing components Exhibition (Ifmac)2019 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Rabu (9/10/2019).
Menurut Abdul Rochim, inovasi akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk, tak terkecuali untuk produk furnitur, karena industri furnitur erat sekali kaitannya dengan gaya hidup dan merupakan produk yang bersifat fashionable. Artinya terus berkembang secara dinamis mengikuti perkembangan selera dan gaya hidup masyarakat. Industri furnitur dituntut untuk terus melakukan inovasi dan meng-update serta mengeksplorasi daya kreasi desainnya agar sesuai dengan tren yang sedang berkembang di pasar.
Pengembangan industri furnitur tidak dapat dilepaskan dari peranan penting industri industri pendukungnya. Diantaranya industri wood working, industri cat dan komponen furnitur, industri upholstery, serta industri permesinan.
Inovasi dan desain pada industri furnitur dan kerajinan sangat menentukan nilai tambah yang range-nya sangat lebar mulai dari puluhan persen,ratusan hingga ribuan persen.
Sebagai contoh, dari pengamatan yang dilakukannya dilapangan, harga satu set furnitur di Indonesia mulai dari ratusan ribu sampai dengan puluhan juta rupiah. Di kota Foshan, China, Abdul Rochim pernah melihat furnitur ukiran kayu merah (kayunya dari Kamboja), satu set terdiri dari satu kursi panjang, empat kursi pendek, satu meja panjang dan dua meja pendek, harganya RMB 10 Juta atau sekitar Rp 20 Milyar.
Oleh karena itu, Bapak Menteri Perindustrian, kata Abdul Rochim, dalam berbagai kesempatan terus mendorong dilakukannya R&D untuk menciptakan inovasi-inovasi baru.Terkait dengan hal ini, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan adanya insentif Super Deduction Tax, untuk mendorong R&D sebesar 300% dari investasinya. Sedangkan untuk pendidikan vokasi sebesar 200% dan alhamdulillah saat ini sudah keluar Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2019 tentang hal tersebut.
Kinerja ekspor industri furnitur Indonesia dalam tiga tahun terakhir adalah:US$1.60 Miliar (2016), US$1.63 Miliar (2017) dan US$1.69 Miliar(2018). Industri furnitur memberikan kontribusi sebesar 0,25% terhadap PDB Nasional. Sementara itu nilai perdagangan furnitur dunia berdasarkan data CSIL adalah sebesar: US$131 Miliar pada tahun 2016; tahun 2017 sebesar US$140 Miliar dan tahun 2018 sebesar US$154 Miliar.
Saat ini, pengekspor furnitur utama dunia adalah negara Cina, diikuti oleh Jerman, Italia, Polandia, USA, Mexico dan Vietnam. Indonesia berada di peringkat 21 dunia. Pasar furnitur dunia diprediksi masih akan terus meningkat,yaitu sekitar 3% sampai tahun 2020.
Asia Pasifik, diikuti oleh Amerika Utara, Timur Tengah dan Afrika merupakan kawasan yang pasar furniturnya tumbuh pesat. Tentu saja hal ini menjadi kesempatan bagi pelaku industri furnitur di Indonesia untuk lebih keras berusaha meningkatkan ekspor. Selain itu,‘tradewar’antara China dan USA juga merupakan peluang bagi Indonesia untuk mengambil pasar furnitur di USA yang ditinggalkan China. Berdasarkan data tahun 2018, pangsa pasar furnitur China di USA sebesar US$26,3 miliar(48,08%).
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dibanding negara lain seperti ketersediaan bahan baku dan sumberdaya manusia yang melimpah.Namun demikian daya saing produk furnitur Indonesia masih perlu ditingkatkan. Misalnya dari sisi desain dan kualitas finishing.Selain pasardunia,kebutuhan furnitur di pasar domestik juga merupakan peluang cukup besar yang perlu mendapat perhatian para pelaku industri lokal.
Pengembangan industri diarahkan kepada industri yang menghasilkan nilai tambah tinggi,berdaya saingg lobal dan berwawasan lingkungan. Pemerintah akan terus berkoordinasi untuk mendorong perkembangan industri furnitur dan industri-industri pendukungnya. Diantaranya industri wood working,industri cat dan komponen furnitur, industriup holstery,serta industri permesinan. Kementerian Perindustrian terus berupaya untuk memberikan kebijakan yang menciptakan iklim bisnis yang sehat bagi industri-industri tersebut. Beberapa kemudahan yang telah diupayakan dalam rangka pengembangan industri furnitur diantaranya adalah:
•Pengecualian sampel furnitur dari proses karantina dan prosedurdue diligence (uji tuntas);
•Pembebasan PPN untuk kayu log;
•Ketentuan SVLK untuk industri pengolahan kayu hilir dirubah dari mandatory menjadi voluntary. Sedangkan untuk industri pengolah kayu hulu masih tetap Mandatory sebagai komitmen terhadap prinsip sustainability dan industri hijau;
•Penghapusan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk impor bahan baku kayu bagi penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor atau KITE;
•Penghapusan biaya verifikasi produk barang jadi rotan yang dibebankan kepada pelaku industri;
•Fasilitas tax allowance yang diberikan untuk investasi industri furnitur di Luar Jawa;
Dalam rangka peningkatan kualitas SDM industri furnitur,pemerintah telah meresmikan Program Pendidikan Vokasi Link and Match antara SMK dan industri, pembangunan Politeknik Furnitur di Kendal, Jawa Tengah serta Program Pelatihan Industri Furnitur Berbasis Kompetensi.
Komentar Berita