Guruh Soekarno Putra : Gastronomi Kita Musti Diselamatkan dan Dikembangkan
Oleh : Amazon Dalimunthe | Selasa, 07 Maret 2017 - 11:29 WIB
Guruh Sokerano Putra bersama Pengurus Indonesia Gastronomy Association
INDUSTRY.co.id - Anggota Komisi X DPR RI, Guruh Soekarno Putra, mengaku amat prihatin dengan serbuan makanan yang berasal dari negara lain hingga perlahan-lahan makanan asli Indonesia mulai tersingkirkan. Keprihatinan ini mendorongnya mendukung penuh dua festival Gastronomi yang diselenggarakan oleh Indonesia Gastronomy Association (IGA) yakni Indonesian GastroFest (IGF): An International Gastronomical Journey in The Land of Spices pada tanggal 7-9 Juli 2017 di Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta dan International GastroStreet Food (IGSF): Melting Pot of The Gastronomical Delights, Fashion & Music Fiestapada tanggal 15-22 Oktober 2017.
Bahkan Guruh bersedia menjadi Dewan Pembina IGA yang didirikan untuk menyelamatkan dan mengembangkan Gastronomi Indonesia yang luar biasa kaya. “Saya bersedia menjadi dewan pembina IGA karena memiliki visi yang sama yaitu menyelamatkan Gastronomi Indonesia dan kemudian mengembangkannya agar masyarakat Internasional juga menyukai gastronomi Indonesia,” katanya.
Sebagai contoh, Guruh menggambarkan saat ini yang namanya makanan Thailand seperti Tom Yam sudah mendunia. Demikian juga makanan Vietnam, Korea, Jepang, dan Cina. “Dan semuanya juga masuk ke negara kita dengan bebas-bebas saja. Sementara kita punya kekayaan kuliner yang jumlahnya ribuan. Kita punya 450 lebih kabupaten, kalau masing-masing kabupaten memiliki 4 kuliner andalan saja, sudah berapa banyak jumlah kuliber Indonesia,” tambahnya.
Saat ini Indonesia menjadi produsen mi instan terbesar di dunia. “Padahal kita tidak memiliki tanaman gandum. Semuanya Impor. Kita hanya menjadi konsumen saja, bukan produsen. Itu membuat saya prihatin. Harusnya pemerintah memiliki perhatian terhadap hal ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Guruh menerangkan, kedua festival gastronomi uang digagas oleh IGA tersebut adalah wujud menghadirkan pelaku ekonomi kreatif dalam dunia masakan sebagai salah satu komponen pendukung utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. “IGT dan IGSF adalah festival seni masakan yang tidak lazim seperti festival makanan yang kerap dilakukan kebanyakan penyelenggara, “ terang Guruh.
Menurutt Guruh, biasanya kuliner menyuguhkan makanan yang dimasak oleh chef. Sementara gastronomi diartikan dalam kata kerja sebagai kegiatan melihat secara visual apa yang tersaji di hadapan. ” Kalau cara Barat itu garnish, padahal kan orang Indonesia tidak butuh itu. Tapi kalau gastronomi, selain makan kita juga mempelajari sejarah seperti misalnya Es teler yang lahir tahun 70-an,” tegasnya.
Sedangkan, Indra Ketaren, President Indonesian Gastronomy Association mengatakan bahwa acara seperti ini belum pernah dilakukan baik di negara-negara Asia maupun di Indonesia.
“Sekarang inilah saatnya kita menghargai seni masakan Indonesia di negerinya sendiri,” ungkapnya bangga.
Menurut Indra, IGT dan IGSF bukan sekedar acara kuliner. Indra menjelaskan, pengertian kuliner dan gastronomi itu berbeda. “Kuliner itu pelakunya adalah tukang masak atau chef, kalau gastronomi itu pelakunya tukang makan. Namun di sini para chef dan tukang makan akan bertemu,” paparnya.
IGT dan IGSF akan dibangun menjadi benchmark dan patokan lanskap gastronomi makanan kepulauan nusantara Indonesia di mata dunia yang akan berperan sebagai teater terbuka dalam mengetengahkan tentang keahlian seni masakan bangsa. (Amz)
Komentar Berita