Sambut Gembira Stimulus PPnBM, Bos TMMIN: Dongkrak Kinerja Industri Otomotif
Oleh : Ridwan | Jumat, 06 Desember 2024 - 20:00 WIB
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam (Foto: Ridwan/Industry.co.id)
INDUSTRY.co.id - Surabaya – Pemerintah tengah menggodok sejumlah insentif atau stimulus kepada pelaku industri. Kebijakan itu diambil untuk membantu meringankan beban perusahaan seiring kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, pihaknya berencana memberikan stimulus bagi dunia usaha dan pelaku industri. Langkah ini akan diambil setelah Pemerintah memutuskan menaikkan UMP 2025.
“Kami sudah rapatkan, kita membahas bantuan-bantuan atau insentif atau stimulus apa yang perlu, dan akan disiapkan oleh Pemerintah untuk membantu dunia usaha dan membantu industri,” kata Agus di Jakarta, kemarin.
Agus menyebutkan beberapa opsi insentif yang akan diberikan. Salah satunya memberikan stimulus ke sektor industri automotif berupa keringanan pajak. Seperti Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung Pemerintah (DTP).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam menyambut baik stimulus berupa PPnBM yang diberikan oleh pemerintah di tengah kenaikan UMP 2025.
“Terus terang kami menyambut gembira, karena ditengah kebijakan-kebijakan yang sifatnya kontraktif ini ada kebijakan yang sifatnya stimulus, yang membangun daya beli dunia usaha,” kata Bob Azam saat dikonfirmasi di Surabaya, Jawa Timur (6/12).
Menurutnya, inisiatif-inisiatif seperti ini yang sangat diharapkan oleh dunia usaha. Dirinya berharap kebijakan ini bisa segera diimplementasikan.
Bob Azam menyebut bahwa stimulus yang akan diberikan oleh pemerintah akan sangat berdampak signifikan bagi dunia usaha, khususnya sektor otomotif.
“Kita kan sudah pengalaman waktu pandemi, begitu pemerintah kasih relaksasi dampak penjualannya lebih bagus, malah tax revenue-nya pemerintah juga lebih naik,” terangnya.
Menurutnya, hal itu juga menjadi bukti bahwa tidak selalu kebijakan relaksasi pajak membuat penerimaan negara turun, serta sebaliknya tidak selalu pengetatan pajak memberikan dampak positif pada penerimaan negara.
“Ini kita harus berhati-hati melihat berapa kadar tax yang tepat untuk ekonomi kita dengan income per capita sekitar 4.000 dolar AS dengan struktur industri yang seperti ini belum tentu sama dengan negara lain,” papar Bob Azam.
Oleh karena itu, ia menyatakan pemerintah mesti menerapkan nilai pajak optimal yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menyerap tenaga kerja.
“Karena pertumbuhan tinggi tanpa ada employment, tanpa ada multiplier efek di pajak itu tidak berkualitas,” tutupnya.
Komentar Berita