Dompet Dhuafa Dorong Pemerintah Tingkatkan Kesejahteraan Guru
Oleh : Candra Mata | Kamis, 28 November 2024 - 18:25 WIB
Andriyawati (45), salah seorang guru honorer di SDN 6 Wawonii Barat di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
INDUSTRY.co.id - Jakarta, Corat marut guru di Indonesia terus terdengar ke masyarakat, bahkan tidak ada pengaruh bergonta ganti aturan hingga kurikulum. Salah satunya masih berkelut di sektor guru honorer, seperti yang dirasakan Andriyawati (45), salah seorang guru honorer di SDN 6 Wawonii Barat di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, sedang dalam proses pengangkatan menjadi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). Guru Ati, sapaan akrabnya, telah mengabdikan diri selama 17 tahun sebagai guru honorer untuk mencerdaskan generasi muda Wawonii.
Harapannya terhadap siswa-siswa didiknya pun tak akan pernah padam. Guru Ati terus berupaya memberikan pengajaran yang terbaik bagi setiap siswa yang diampunya. Saat ini, sebanyak 50 anak menjadi siswa didiknya. Kondisi sekolah yang rusak menjadi tantangan tersendiri baginya. Terkadang, para siswa rela belajar di ruang perpustakaan atau pun bergabung dengan kelas lain. Belum lagi untuk menuju sekolah, Guru Ati harus menempuh jarak yang cukup jauh nan terjal, apalagi saat musim hujan. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk bertemu dengan siswa-siswanya.
Melihat ragam keluh kesah Guru Honorer, dijabarkan oleh Direktur Advokasi Kebijakan IDEAS, Agung Pardini menegaskan bahwa negara belum sepenuhnya hadir untuk memberikan kesejahteraan yang layak bagi para guru honorer, meskipun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mengatur hak penghasilan yang layak bagi guru.
"Dari 3,7 juta guru di Indonesia, sebanyak 2,06 juta atau 56 persen merupakan guru honorer atau tidak tetap. Sebagian besar dari mereka masih menerima upah yang jauh dari layak, bahkan di beberapa daerah masih banyak yang dibawah Rp 500 ribu, terutama di tingkat SD dan MI,” ungkap Agung Pardini dalam pemaparannya di Antara Heritage pada Selasa (26/11).
Agung menjelaskan bahwa sumber gaji bagi Guru Honorer sampai saat ini masih ditopang oleh Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan regulasi yang ada alokasi gaji guru honorer dari dari dana BOS maksimal 50 persen untuk sekolah di bawah Kemendikbud dan 60 persen untuk sekolah di bawah Kemenag.
"Simulasi IDEAS mengungkapkan rata-rata gaji guru honorer yang ditopang Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hanya berkisar antara Rp 780 ribu hingga Rp 3,3 juta, tergantung jenjang pendidikan," kata Agung.
Pada tingkat nasional, guru honorer SD rata-rata menerima gaji Rp 1,2 juta, sementara guru SMP mendapatkan Rp 1,9 juta. Di jenjang pendidikan menengah, guru honorer SMA rata-rata digaji Rp 2,7 juta, dan guru SMK Rp 3,3 juta.
"Namun, kondisi guru madrasah jauh lebih memprihatinkan, dengan gaji rata-rata hanya Rp 780 ribu untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Rp 785 ribu untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Rp 984 ribu untuk Madrasah Aliah (MA)," tutur Agung.
Agung menyebut bahwa rasio guru dan murid yang kecil, terutama di daerah-daerah tertentu, menjadi salah satu penyebab alokasi Dana BOS tidak mencukupi untuk memberikan gaji layak bagi para guru honorer.
"Bahkan jika porsi Dana BOS dinaikkan lebih dari 60%, tetap saja tidak akan cukup untuk mencapai kesejahteraan yang layak," ungkapnya.
Sementara itu Dian Mulyadi selaku Deputi Direktur Corporate Secretary Dompet Dhuafa mengatakan, “Peran guru sangat penting untuk mengoptimalkan model pembelajaran. Namun tanggung jawab mencerdaskan bangsa tak hanya tugas guru, namun menjadi tugas kita bersama. Kami berharap para guru terus semangat menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki nobel karakter”.
Lukman Solihin selaku Anilis dan Kebijakan dari Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam diskusi “Bangga Jadi Guru?”, mengungkapkan,”Sudah saatnya kemampuan mengajar guru perlu ditingkatkan. Dengan memiliki growth mindset dan adaptif karena kemampuan ini terbukti berkolerasi dengan penguatan kompetensi guru serta capaian hasil belajar siswa”.
Disisi lain Heni Kurniasih selaku Sekretaris Lembaga SMERU Research Institute mengungkapkan, “Guru adalah salah satu aktor utama yang menentukan kualitas pendidikan dan capaian murid, namun kualitas guru perlu ditingkatkan melalui kebijakan koheren seperti pengembangan karir guru, pendidikan profesi guru, penempatan guru dan pengembangan profesionalisme guru”.
Hal tersebut sejalan dengan aksi GREAT Edunesia, Asep Hendriana selaku CEO GREAT Edunesia menjelaskan, “GREAT Edunesia mengajak masyarakat mengembalikan kebanggaan dari sosok seorang guru. Supaya guru menjadi profesi mulia. Sebab guru bukan sekadar digugu dan ditiru. Kita harus menghormati perjuangan mereka mencerdaskan jutaan anak bangsa termasuk para calon-calon pejabat daerah yang akan menduduki di wilayah masing-masing”.
Komentar Berita