Pengusaha Industri Elektronik Menjerit: Permendag 8/2024 'Ganggu' Investasi
Oleh : Ridwan | Jumat, 22 November 2024 - 15:06 WIB
Ilustrasi industri elektronik
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) sangat menyayangkan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Apalagi, Permendag 8/2024 ini dikeluarkan hanya dalam kurun waktu dua bulan setelah pemberlakuan Permendag 36/2023.
"Seluruh produsen elektronika dalam negeri tadinya punya harapan besar dengan adanya Permendag 36/2023, tetapi malah membuat ketidakpastian investasi khususnya di sektor industri elektronika dengan terbitnya Permendag 8/2024," kata Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (22/11).
Daniel menjelaskan, saat pemberlakuan Permendag 36/2023, hampir semua produsen peralatan asli (Original Equipment Manufacturer/OEM) di Tiongkok telah melakukan kontak untuk rencana kerja sama dengan sejumlah produsen elektronika dalam negeri.
"Namun, dengan dibatalkannya Permendag 36/2023 dan diganti menjadi Permendag 8/2024, otomatis mereka (produsen OEM) ini secara sepihak mundur dari rencana kerja sama tersebut," ungkap Daniel.
Bahkan, ada beberapa anggota Gabel yang telah menambah investasi, tetapi akhirnya hanya jadi beban biaya setelah pemberlakuan Permendag 8/2024.
Daniel mengemukakan, saat ini pasar justru mengalami kontraksi dibanding tahun lalu, dengan komposisi produk jadi impor yang terus tumbuh, sehingga menekan produksi dalam negeri. Masalahnya lagi, produk impor jadi itu dijual dengan harga murah.
Menurut Daniel, para anggota Gabel berkeinginan agar Permendag 36/2023 dapat diberlakukan kembali untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif.
"Idealnya ya dikembalikan ke Permendag 36/2023. Pemerintah kita harus tegas dan campur tangan menghadapi serbuan produk-produk impor khususnya dari Tiongkok, karena mereka mendapatkan dukungan fiskal dari pemerintahnya," tegas Daniel.
Gabel menilai, dengan keterbatasan pemerintah untuk memberikan dukungan fiskal yang tidak sekuat pemerintah negara-negara pesaing seperti Tiongkok dan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, pemerintah perlu memperkuat NTB (Non Tariff Barrier), yang salah satu caranya adalah melalui pengendalian impor secara cerdas.
"Ini hal yang wajar kok, sudah umum dilakukan oleh negara-negara lain," imbuhnya.
Daniel menambahkan, pemerintah harus gerak cepat untuk memberi kepastian hukum kepada pelaku industri nasional.
"Apakah mau dikembalikan ke Permendag 36/2023 atau merevisi Permendag 8/2024, pemerintah harus gerak cepat. Apalagi, ekspor Tiongkok ke Amerika dan Eropa akan terganggu, dan way out mereka sudah tentu perbesar ekspor ke Indonesia," ujarnya.
Komentar Berita