Beda dengan Dunia Maya, Survei Tunjukkan Kelas Bawah Puas Kinerja Jokowi
Oleh : Kormen Barus | Sabtu, 05 Oktober 2024 - 09:54 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beserta Ibu Iriana Jokowi meninjau Pasar Bululawang, di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (24/07/2023). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev) /
INDUSTRY.co.id, Jakarta, FMB9 - General Manager Litbang Kompas, Ignatius Kristanto, berdasarkan survei terbaru pihaknya, sebanyak 75,6 persen responden menyatakan puas yang didasarkan pada puluhan pertanyaan terkait dengan kinerja Jokowi.
Jika dikerucutkan pada pertanyaan seputar “puas atau tidak puas,” jumlah responden yang menjawab puas bahkan mencapai lebih dari 70 persen.
“Jika dikelompokkan dalam empat kategori—politik-keamanan, ekonomi, kesejahteraan sosial, dan penegakan hukum—tiga sektor pertama menunjukkan tren positif,” ujar Ignatius Kristanto dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema Satu Dekade Memimpin Indonesia, Lebih Dari 70% Publik Puas, Jumat (4/10).
Ia menyebut, sektor politik-keamanan, kesejahteraan sosial, dan ekonomi menjadi faktor kunci kepuasan publik terhadap Jokowi tetap tinggi. Misalnya politik dan keamanan tingkat kepuasan mencapai 85%, sementara kesejahteraan sosial angkanya 82%.
Lebih lanjut Ignatius Kristanto mengungkapkan masyarakat kelas bawah, yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, cenderung memiliki pandangan positif terhadap kinerja Jokowi. Hal ini kontras dengan respons dari masyarakat kelas menengah atas yang lebih aktif menyuarakan pendapat di media sosial.
“Ada disparitas antara kenyataan di lapangan dengan apa yang berkembang di media sosial. Kelas bawah memiliki keterbatasan akses internet dan media sosial, sehingga mereka lebih banyak menilai dari pengalaman langsung yang mereka rasakan,” katanya.
Perbedaan ini mencerminkan adanya jarak antara opini publik yang terbentuk di dunia maya dengan realitas yang masyarakat sehari-hari. Menurut Ignatius Kristanto, sentimen negatif terhadap Jokowi lebih banyak muncul dari kalangan menengah atas yang aktif di platform seperti X (dulu Twitter).
“Namun, basis pengguna X ini relatif kecil dibandingkan platform lain seperti Facebook, yang lebih banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Di Facebook, nada positif terhadap Jokowi justru lebih tinggi,” jelasnya.
Struktur demografi pengguna media sosial di Indonesia juga mempengaruhi sentimen yang berkembang. Setiap platform memiliki karakteristik audiens yang berbeda. Masyarakat kelas bawah, yang cenderung tidak memiliki akses luas ke platform seperti X, lebih banyak terpapar informasi dari pengalaman nyata dibandingkan opini yang berkembang di media sosial.
“Ini membuat persepsi yang berkembang di media sosial tidak bisa dijadikan tolak ukur mutlak tentang pandangan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi,” lanjutnya.
Menurutnya, pencapaian di bidang ekonomi, seperti pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan sosial, menjadi faktor yang paling diapresiasi oleh masyarakat kelas bawah.
“Dalam tiga tahun terakhir, jumlah lulusan SMK yang terserap di dunia kerja meningkat secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah mulai memberikan dampak nyata bagi kalangan menengah bawah,” tambahnya.
Sekali lagi Kristanto menegaskan bahwa publik perlu memahami bahwa yang terjadi di media sosial tidak selalu mencerminkan pandangan masyarakat secara keseluruhan. Sentimen yang berkembang di media sosial tidak mencerminkan kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena setiap platform punya basis audiensnya masing-masing sehingga bukan merepresentasikan suara rakyat sesungguhnya.
“Ini membuat persepsi di dunia maya seringkali berbeda dari apa yang terjadi di lapangan,” tutupnya.
Komentar Berita