PERPAMPSI Sampaikan Empat Ironi Kebijakan Sektor Air Minum dan Sanitasi

Oleh : Hariyanto | Rabu, 18 September 2024 - 20:22 WIB

Kiri ke kanan: Dr. Subekti (Direktur Eksekutif PERPAMSIl), Andi Wijaya Adani (Wakabid Standarisasi dan Settifikasi Produk SPAM PERPAMSI), Arief Wisnu Cahyono (Wakil Ketiua Umum PERPAMSI), Rino Indira Agustiawan (Sekretaris Umum PERPAMSI), Agus Subali (Bendahara PERPAMSI)
Kiri ke kanan: Dr. Subekti (Direktur Eksekutif PERPAMSIl), Andi Wijaya Adani (Wakabid Standarisasi dan Settifikasi Produk SPAM PERPAMSI), Arief Wisnu Cahyono (Wakil Ketiua Umum PERPAMSI), Rino Indira Agustiawan (Sekretaris Umum PERPAMSI), Agus Subali (Bendahara PERPAMSI)

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Visi Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita besar yang ditetapkan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045, bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Visi ini mencakup berbagai aspek pembangunan nasional, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, hingga lingkungan. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang makmur, adil, dan berkelanjutan.

Indonesia Emas 2045 menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi yang kuat dan berdaya saing tinggi, tingkat pendidikan dan kesehatan yang merata dan tinggi, serta masyarakat yang harmonis dan berbudaya. Visi ini juga mencakup keinginan untuk memiliki tata kelola pemerintahan yang baik, infrastruktur yang modern (termasuk air minum dan sanitasi), serta pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Salah satu PR terbesar dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 adalah meningkatkan infrastruktur, terutama di sektor air minum dan sanitasi. Apabila para pengurus negara ini tidak cakap dalam mengelola bidang air dan sanitasi, cita-cita menjadi negara maju di 2045 bisa saja hanya sebagai mimpi yang tidak akan terwujud.

Ironi Pertama

Inpres Percepatan Penyediaan Air Minum: 

Dari Harapan Menjadi Kekecewaan

Air minum/bersih merupakan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Akses yang mudah terhadap air minum yang layak menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sayangnya, hingga kini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati akses air minum perpipaan yang layak dan aman. 

Untuk mengatasi masalah ini, pada Januari 2024, Pemerintah telah meluncurkan program percepatan sambungan air minum perpipaan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik. Melalui Inpres ini, Presiden RI menginstruksikan program percepatan akses air minum perkotaan sebanyak 3 juta sambungan rumah (SR).

Inpres percepatan penyediaan air minum yang menyasar masyarakat perkotaan, diarahkan untuk memanfaatkan kapasitas produksi sistem penyediaan air minum (SPAM) yang belum terpakai (idle capacity) di daerah sebesar total 25.500 liter per detik. Awalnya, program ini menjadi kabar baik di tengah seretnya pertumbuhan akses air minum perpipaan bagi masyarakat. Terlebih bila mengacu pada isu dan permasalahan sektor air minum yang masih berkutat pada cakupan pelayanan yang rendah namun di sisi lain masih tersedia idle capacity yang masih tinggi.

Hingga 2022 capaian akses air minum perpipaan berdasarkan data BPS 2023 sebesar 19,76 persen. Di tingkat ASEAN capaiain ini termasuk terendah dibanding capaian layanan air perpipaan negara tetangga seperti Singapura 100 persen; Malaysia 95 persen; Thailand 71 persen; Philipina 60 persen; Myanmar 27 persen; Kamboja 25 persen. Untuk akses sanitasi, hingga tahun 2022 baru mencapai 10,16 persen dari target 15 persen di tahun 2024, yang menempatkan Indonesia pada posisi terendah di negara ASEAN.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, target pemasangan air minum adalah 10 juta sambungan rumah (SR). Hal itu tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. 

Namun, hingga tahun 2023, baru tersambung sebanyak 3,8 juta SR baru. Nah, gap yang hampir 6,2 juta inilah yang coba diakselerasi melalui Inpres No. 1 Tahun 2024. Kementerian PUPR selaku leading sector, memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk program air minum dan santasi nasional hingga 2024 total mencapai Rp16,6 triliun.

Namun, di tengah berbagai kendala teknis dan non-teknis terkait implementasi program, beredar kabar bahwa kondisi keuangan negara belum memadai untuk men-support instruksi presiden tersebut. Total anggaran untuk program air minum dan sanitasi sebesar Rp16,6 triliun yang diajukan oleh Kementerian PUPR dengan ekivalen 3 juta sambungan rumah (SR) dialokasikan untuk mendukung program percepatan layanan penyediaan air minum di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2024. 

Namun demikian, dari total pengajuan sambungan rumah (SR) yang disetujui di 151 kota kabupaten/34 provinsi sebesar 363.263 SR, yang bisa lanjut di tahap lelang sesuai ketersediaan anggaran hanya 47.364 SR (13 persen). Sisanya yang akan dilelang tahun depan sebanyak 315.901 SR. Tentu hal ini memberi dampak yang besar bagi masyarakat yang sedang menunggu dan dijanjikan untuk dipasang sambungan rumahnya.

Lebih lanjut, menurut catatan Kementerian PUPR, terdapat 165 paket kontraktual tender/ seleksi dalam rangka pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2024 yang telah dilakukan proses tender/seleksi oleh BP2JK Ditjen Bina Konstruksi. Namun, dari 165 paket tersebut, sebanyak 49 paket dilanjutkan proses tender/seleksinya dan sudah tersedia anggaran pada DIPA. 

Dengan kata lain, terdapat 116 paket lainnya yang tidak tersedia anggaran dan masih dalam rangkaian proses tender/seleksi. Berdasarkan arahan Menteri PUPR tanggal 6 September 2024, kegiatan Inpres yang belum mendapatkan anggaran di TA 2024 telah disetujui untuk ditunda pelaksanaannya ke TA 2025.

Akibat penundaan kegiatan Inpres tersebut, beberapa BUMD AM merasa sangat kecewa karena telah mengikuti berbagai tahapan, rapat-rapat intensif, koordinasi, survei, bahkan exspose ke media, namun ternyata program tersebut ditunda pelaksanaannya. Tak hanya itu, beberapa BUMD AM bahkan dianggap hanya PHP oleh warga yang sudah dinyatakan layak mendapat bantuan program Inpres tersebut.

“Kita BUMD AM kecil sudah keluar biaya survei, koordinasi, dan sudah expose ke media bangga dapat 2.000 SR ujung-ujungnya zonk, PHP semua,” keluh Entis Sutisna, Dirut PT Air Minum Robongholo Nanwani Jayapura (Perseroda) pada Konferensi pers Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2024). 

“Gelagat dari awal pas di Jakarta dikumpulkan ada dana Inpres Rp16 triliun untuk PDAM se- Indonesia, ternyata PHP saja. Jangankan untuk Inpres, semua BUMD AM sekarang diperiksa pajak, ujung-ujungnya harus bayar pajak,” ujar M Zein Mustain, Dirut Perumda Air Minum Tirta Bumi Sentosa Kabupaten Kebumen.

“Kami salah satu korban percepatan Inpres hibah air minum perkotaan,” tambah Katrina Rapar,

Direktur Perumda Air Minum Jereukom Merauke.

Ironi Kedua

Permen PUPR Nomor 3 Tahun 2023: 

Kontradiktif dengan Upaya BUMD AM Melakukan Pengembangan untuk Kepentingan Masyarakat

Surat Edaran Nomor 07/SE/D/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi, Reviu, dan Penghitungan Pengenaan Sanksi Administratif sebagai turunan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penataan Perizinan dan Persetujuan Bidang Sumber Daya Air, dalam penerapannya di BUMD air minum (AM) dapat dilaksanakan dan dapat dipahami.

Berdasarkan hasil dari pengenaan kewajiban peraturan tersebut, kami dari PERPAMSI sebagai asosiasi telah menyampaikan kepada BUMD AM untuk melakukan pembaharuan atau penyesuaian segala bentuk perizinan dalam pengusahaan sumber daya air dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional pengelolaan sumber daya air sesuai ketentuan peraturan pemerintah terbaru.

Dalam hal penerapan hal tersebut, beberapa hal yang disampaikan sebagai berikut:

1. Proses pengurusan izin pengusahaan sumber daya air telah dijalankan oleh BUMD AM, walaupun dalam pelaksaaan menemui beberapa hambatan, baik secara teknis maupun administratif. Mengingat sebagian besar aset uang dikelola oleh BUMD AM, dulunya merupakan proyek pemerintah, sehingga ketika terjadi penyerahan aset terdapat dokumen administrasi yang tidak lengkap, termasuk perizinan pengambilan air baik dari permukaan, mata air maupun air tanah.

2. BUMD AM yang terhambat dalam pelaksanaan poin kesatu, terdapat pengenaan denda administratif tersebut, akan berdampak kepada kemampuan BUMD AM. Sebagai contoh :

- Perumda Tirta Perwira Kabupaten Purbalingga, dari 17 sumber mata air, potensi denda adminitrasinya sebesar Rp.9,6 milyar

- PDAM Krueng Peusangan Kabupaten Bireuen, denda adminitrasi sebesar Rp. 101 juta

- Perumdam Batulanteh Kabupaten Sumbawa, nilai denda administratif sebesar Rp773 juta.

3. Tentu kondisi tersebut disamping akan memberatkan keuangan BUMD AM juga menjadi kontra produktif dengan program Pemerintah untuk melakukan akselerasi pelayanan dalam menambah cakupan layanan yang saat ini masih sangat rendah (19,76 persen).

4. BUMD AM sebagai Penyelenggaraan SPAM dan jaminan atas ketersediaan air baku seyogyanya tidak dibebankan semata-mata hanya kepada BUMD AM, melainkan juga kepada Pemerintah Pusat dan/atau Daerah Kota/Kabupaten sebagai pihak yang memangku wewenang dan tanggung jawab atas SPAM dan ketersediaan air baku sesuai ketentuan Pasal 40 PP 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Dengan demikian, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten juga patut bertanggung jawab atas perizinan pemanfaatan air baku. Terlebih karena Air Minum dan Sanitasi adalah urusan wajib dan termasuk pelayanan dasar yang merupakan kewenangan pemerintah sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 12;

Berdasarkan hal-hal tersebut, dengan ini PERPAMSI menyampaikan permohonan sebagai berikut:

1. Meninjau kembali pengenaan Denda Administratif atas pengambilan air dan/atau penggunaan daya air terhadap BUMD AM dengan memperhatikan kategori, tingkat kesehatan, kemampuan finansial, kerangka hukum wewenang dan tanggung jawab atas penyediaan air baku sesuai PP

122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

2. Merevisi pemberlakuan Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penataan Peizinan dan Persetujuan Bidang Sumber Daya Air yang mengenakan denda administratif berdasarkan pelanggaran yang diperhitungkan secara surut mulai 1 November 2019 karena bertentangan dengan asas legalitas dan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lampiran II Butir 133 yang pada pokoknya menyatakan bahwa keberlakuan surut tidak boleh dimuat dalam peraturan perundang-undangan yang memberi beban konkret kepada masyarakat seperti penarikan pajak dan retribusi;

3. Merevisi Surat Edaran Nomor 07/SE/D/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi, Reviu, dan Penghitungan Pengenaan Sanksi Administratif berdasarkan penyesuaian formula perhitungan denda administratif yang semula dengan tarif denda Rp.231, untuk ditiadakan atau Rp.0, mengingat Air Minum dan Sanitasi adalah layanan wajib pemerintah dan layanan dasar, sehingga bukan kegiatan usaha (BUMD AM hanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah).

Ironi Ketiga

PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko:

Jangan Sampai Mata Air Jadi Air Mata

Di tengah berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi para penyelenggara SPAM, tantangan cukup serius kembali harus dihadapi, yakni terbitnya PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. PP ini mewajibkan pengurangan izin pengambilan air dari sumber mata air sebesar 80 persen.

Sebagai operator yang menjadi ujung tombak dalam membantu pemerintah untuk menyediakan hak rakyat atas air, BUMD AM tak sekadar menjalankan fungsi korporasi dengan perspektif bisnis semata. Ada unsur sosial untuk memenuhi akses air minum masyarakat yang menjadi jauh lebih penting. Terlebih hal ini telah diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Tentu menjadi paradoks ketika pemerintah menerbitkan regulasi yang berpotensi mengancam pemenuhan hak rakyat atas air melalui akses air minum perpipaan. Hal inilah yang dirasakan BUMD AM ketika pemerintah menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Dalam lampiran II.8.B39 menyebutkan, perpanjangan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) yang menjadi Izin Berusaha dan Persetujuan Penggunaan SDA, khususnya sumber mata air, volumenya berkurang menjadi hanya 20 persen dibandingkan izin sebelumnya yang 100 persen.

Padahal, dari kapasitas terpasang sebesar 223.430 liter per detik atau sebanyak 16 juta pelanggan di seluruh Indonesia, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, sebanyak 12,87 persen atau 28.755 liter per detik sumber airnya adalah mata air yang menjangkau sekitar 2 juta pelanggan.

Fakta di lapangan, dari sekitar 136 BUMD AM tahun 2019 yang sumber airnya dari mata air, hampir semuanya terpaksa melanggar ketentuan PP 5/2021. Hal ini dilakukan karena jauh sebelum berlakunya PP 5/2021, mereka sudah memanfaatkan kapasitas tersebut. Apabila kapasitas yang dimanfaatkan dari sumber mata air dikurangi menjadi 20 persen, tentunya akan timbul permasalahan sosial dan menghambat upaya pemerintah dalam memenuhi hak rakyat atas air.

Ironi Keempat

Aturan Sering Berubah: Tidak Ada Kepastian untuk Investasi di Sektor Air Minum dan Sanitasi

PERPAMSI menilai, adanya aturan yang sering berubah akan berdampak ketidakpastian bagi investor di sektor air minum maupun sanitasi.

Sebagai contoh SPAM Umbulan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sudah berjalan dengan kapasitas 4.000 liter per detik (lpd). Dengan adanya PP 5/2021, tiba-tiba SPAM Umbulan harus berubah dan harus turun kemampuannya untuk menyediakan air menjadi hanya 800 lpd. Perlakuan seperti itu tentunya membuat investor akan ragu berinvestasi karena tidak adanya kepastian hukum.

Lalu, ada dampak hukum terhadap BUMD AM terkait penerapan PP 5/2021 dan menjadi preseden yang berdampak negatif karena akan bisa mengarah ke kriminalisasi. Malah, terkait dengan ancaman dari sisi penegakan hukum, sejumlah direksi BUMD AM disinyalir sudah dimintai keterangan oleh APH terkait persoalan ini.

Belum lagi ketentuan mengenai pembatasan pemanfaatan mata air maksimal 20 persen diterapkan tanpa adanya peralihan tentang masa transisi. Hal ini menyebabkan penurunan secara signifikan kapasitas produksi BUMD AM tanpa adanya batas waktu untuk mencari dan mengurus perizinan sumber air alternatif/pengganti yang tidak mudah untuk mencari alternatif kekurangannya.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Pembukaan pameran Global Sources Indonesia di JCC Jakarta tanggal 19 September 2024.

Kamis, 19 September 2024 - 23:43 WIB

Pameran Global Sources Indonesia Disambut Antusias Pelaku Bisnis Lokal

Global Sources Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 70% dibandingkan tahun lalu, dengan penambahan kategori produk lifestyle yang mencakup Gifts & Premiums, Home & Kitchen, serta…

Anindya Bakrie, Ketum Kadin hasil munaslub bertemu Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan

Kamis, 19 September 2024 - 22:47 WIB

Anindya Bakrie Undang Mendag ke Acara Sarasehan Kadin Indonesia

Ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie melakukan kunjungan silaturahmi bertemu dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta,…

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita bersama Ketua Umum Baru Kadin Indonesia, Anindya Bakrie

Kamis, 19 September 2024 - 21:13 WIB

Menperin Agus Ajak Ketua Umum Baru Kadin Perkuat Kerja Sama Sektor Industri

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menerima kunjungan Ketua Umum baru Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novian Bakrie.

Aulia Rizki Wicaksono selaku CEO TAXSAM.CO

Kamis, 19 September 2024 - 21:11 WIB

Mengenal AXSAM.CO: Solusi Pajak dan Bisnis Bagi Perusahaan

Jakarta - Esensi pajak seringkali menjadi keraguan di masyarakat, melihat bahwa isu mengenai pajak masih didominasi dengan stigma negatif berbagai kalangan. Hal ini dipicu karena kurangnya pengetahuan…

Penandatanganan perjanjian kerja sama antara BPKN, IMREI dan LSP AREA

Kamis, 19 September 2024 - 20:10 WIB

BPKN - IMREI dan LSP AREA Jalin Kerja Sama Tingkatkan Kepuasan Konsumen Properti

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) bersama Ikatan Manajer Real Estat Indonesia (IMREI) dan Lembaga Sertifikasi Profesi Area Indonesia (LSP AREA Indonesia) menjalin kerja sama dalam…