Asaki: Ada Kekuatan Besar Tak Suka Kebijakan BMAD Keramik Impor Diberlakukan
Oleh : Ridwan | Selasa, 16 Juli 2024 - 09:00 WIB
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto (Foto: Ridwan/Industry.co.id)
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto menyebut bahwa banyak pihak atau kekuatan besar yang tidak suka kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk keramik impor diberlakukan.
"Hal ini kami (Asaki) rasakan dalam memperjuangkan BMAD. Kami menemui banyak pihak atau kekuatan besar yang tidak suka industri keramik nasional menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri," ucap Edy di Jakarta (16/7).
Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah merilis hasil laporan akhir penyelidikan antidumping pengenaan Bea Masuk Antidumping (BMAD) terhadap impor produk ubin keramik yang berasal dari Tiongkok.
Berdasarkan hasil laporan yang dikeluarkan tanggal 2 Juli 2024 tersebut, terbukti benar ada tindakan dumping seperti yang dilaporkan oleh Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) satu setengah tahun yang lalu.
Menurut Edy, kehadiran BMAD untuk keramik impor dalam waktu dekat ini merupakan kebijakan yang tepat dan sangat dibutuhkan oleh industri keramik nasional yang diyakini tidak hanya sekedar menyelamatkan, tetapi juga akan mengantarkan Asaki memasuki zona ekspansi yang baru.
"Peluang untuk ekspansi terbuka lebar, dimana berdasarkan sumber World Ceramic Tiles Forum, konsumsi keramik per kapita Indonesia masih rendah hanya sekitar 2,3 juta m2/kapita, sedangkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah diatas 3juta m2/kapita, bahkan Vietnam sudah mencapai 5 juta m2/kapita. Sedangkan rata-rata konsumsi keramik dunia adalah 2,5 juta m2/kapita," papar Edy.
Asaki menilai besaran BMAD mulai dari 100,12% - 155% untuk kelompok berkepentingan yang kooperatif dan 199% untuk kelompok yang tidak kooperatif di dalam penyelidikan telah mencerminkan bentuk keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan industri keramik nasional.
"Kami tidak anti keramik impor dari Tiongkok dan tidak melarang impor keramik dari Tiongkok, namun yang kami lawan adalah praktek Unfair Trade-nya yakni tindakan dumping yang disertai dengan predatory pricing yang merugikan industri keramik dalam negeri," jelasnya beberapa waktu lalu.
Langkah selanjutnya, Asaki mendesak gerak cepat dari Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan untuk segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) BMAD untuk produk ubin keramik impor dari Tiongkok.
"Karena sudah bisa dipastikan masa tenggang sejak dikeluarkan surat KADI tersebut sampai dikeluarkannya PMK BMAD akan dimanfaatkan oleh importir untuk melaklukan importasi secara massif guna menghindari bea masuk yang baru," ucap Edy.
Asaki sangat mengapresiasi langkah penyelamatan industri keramik nasional melalui instrumen Tariff Barrier BMAD yang mana sesuai dengan aturan dan koridor WTO.
"Terima kasih Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian telah menyelamatkan industri keramik nasional dari praktek kecurangan alias Unfair Trade," tutup Edy.
Komentar Berita