Ini Potret Ekonomi Indonesia 2023, Bagaimana di 2024?
Oleh : Kormen Barus | Sabtu, 06 Januari 2024 - 05:35 WIB
Gedung Kementerian Keuangan (Foto : Kemenkeu)
INDUSTRY.co.id, Jakarta-Di tengah disrupsi lingkungan global di sepanjang 2023, baik dari sisi rantai pasok, bencana alam, volatilitas sektor keuangan, serta fragmentasi geo-ekonomi, perekonomian Indonesia relatif tangguh. Capaian ini menjadi fondasi bagi laju pertumbuhan 2024.
Tumbuh konsisten
Dengan berbagai bauran kebijakan dan dukungan APBN, Indonesia juga berhasil menghadapi tekanan cukup dalam akibat moderasi harga komoditas. Tercatat harga gas turun 38,8% (ytd), minyak mentah 10,3%, minyak sawit 12,3%, bahkan batu bara turun hingga 63,8%.
Hingga triwulan ke-3 tahun 2023, ekonomi nasional secara kumulatif mampu tumbuh 5,05%. Konsistensi pertumbuhan ini menandakan daya tahan dan kinerja perekonomian Indonesia yang lebih baik dibandingkan banyak negara lain.
Resiliensi ini nampak dari pertumbuhan permintaan domestik dan supply yang tercatat masih kuat hingga triwulan 3-2023. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9% (ytd) dan investasi 4,2% (ytd). Sedangkan ekspor tumbuh tipis 1,1% (ytd) dan impor melemah -2,0% (ytd) imbas pelemahan ekonomi global.
Sementara sisi produksi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Sektor transportasi, akomodasi makan minum, dan infokom menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi. Sektor pertambangan juga mampu tumbuh 5,7% di tengah moderasi harga komoditas global.
Inflasi Indonesia juga terkendali di level 2,61% (yoy) per Desember 2023. Jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi 2023 yang sebesar 3,6%. Inflasi volatile food yang menjadi kontributor utama inflasi seperti beras, cabai, dan bawang putih juga mulai menunjukkan tren menurun di Desember 2023.
“Stabilitas harga moga-moga tidak mengalami disrupsi lagi karena faktor geopolitik, maupun bencana alam dan faktor lainnya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KITA 2023, Selasa (2/1/2024).
Selanjutnya di sektor perdagangan, meskipun ekspor dan impor cenderung berada di zona negatif sejak awal 2023 akibat melemahnya perekonomian global, khususnya negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Namun, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja positif dan mencatatkan surplus 43 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari hingga November 2023 mencapai 33,63 miliar dolar Amerika Serikat.
Keyakinan pasar kuat
Sementara di sektor keuangan, di tengah tekanan suku bunga yang masih sangat tinggi di 2023 walaupun inflasi global mereda, nilai tukar rupiah mampu terjaga baik dan pasar SBN mengalami tren inflow serta penurunan yield.
Pasar SBN mengalami inflow hingga Rp8,75 triliun per Desember 2023. Capaian tersebut mendorong yield berada pada tren penurunan dalam 2 bulan terakhir. Yield SBN 10 tahun membaik, turun menjadi 6,74% per 13 Desember 2023. Adapun rata-rata tertimbang Yield SBN 10 tahun sebesar 6,68% (ytd). Sekitar hampir 100 basis poin lebih rendah dari asumsi APBN 2023 yang 7,9%. Capaian apik ini terjadi pada saat suku bunga di Amerika Serikat naik 500 basis point di atas 5% oleh The Fed.
“Ini menunjukkan confidence terhadap ekonomi, currency, dan surat berharga kita masih terjaga kuat. Ini hal yang positif, ini terjadi pada saat dunia sedang gonjang-ganjing dan tidak baik-baik saja. Kemampuan kita untuk menjaga stabilitas, confidence, kredibilitas itu menjadi salah satu pertanda kinerja pengelolaan APBN dan ekonomi yang cukup dipercaya dan baik,” ungkap Sri Mulyani.
Laju ekonomi terjaga
lebih lanjut, laju ekonomi domestik masih sangat resilien yang ditunjukkan dengan berbagai indikator. Aktivitas produksi masih cukup kuat tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang terus ekspansif mencapai 52,2. Konsumsi listrik tumbuh tinggi 14% untuk bisnis dan 6,7% untuk industri. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup tinggi mencapai 123,6. Sementara Indeks Penjualan Riil tumbuh positif mencapai 2,9%.
Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tercatat tingkat pengangguran terbuka mampu ditekan ke level 5,32% per Agustus 2023 dari periode sama di tahun sebelumnya yang sebesar 5,86%.
Penguatan pemulihan ekonomi serta berbagai program perlinsos juga mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 9,54% per Maret 2022 menjadi 9,36% di 2023 lebih rendah bahkan dari masa pra covid 2019 yang sebesar 9,41%.
“Jadi semua tren dari sektor kesejahteraan masyarakat terutama kelompok 40% paling rentan menunjukkan adanya perbaikan. Dan itu karena APBN kita cukup aktif mengaddress isu dari masyarakat yang paling rentan ini,” tutur Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini perekonomian Indonesia 2023 tumbuh di kisaran 5%. Didukung realisasi berbagai indikator yang lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut juga sejalan dengan prediksi IMF, Bank Dunia, dan konsensus Bloomberg.
“Itu kondisi lingkungan ekonomi yang kita lihat, kita hadapi, dan sekaligus kita kelola dan hasilnya relatif jauh lebih baik dari yang kita perkirakan. Artinya APBN mampu bertahan dalam tekanan dan APBN mampu membantu ekonomi juga untuk menjadi lebih baik,” ungkap Sri Mulyani.
Ramalan pertumbuhan 2024
Berbeda dengan asumsi APBN 2024 yang menargetkan pertumbuhan sebesar 5,2%, Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit melambat di kisaran 4,9%-5% pada 2024.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal dalam CORE Economic Outlook 2024, di Jakarta, Selasa (12/12/2023) memaparkan faktor-faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan tersebut.
Di sisi eksternal, melemahnya pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia, akan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada 2024 diperkirakan krisis properti di China masih akan berlanjut. Sementara 25%-30% PDB negara tirai bambu ini ditopang oleh sektor properti.
“Sedangkan perekonomian China, menyumbang 40% dari PDB global. Ekonomi dunia pasti akan turut terdampak. Terlebih lagi Indonesia sebagai mitra dagang utama China baik dari sisi ekspor maupun impor,” tutur Faisal.
Faktor signifikan lainnya adalah berlanjutnya tren penurunan harga komoditas primer andalan Indonesia seiring melemahnya perekonomian global. Sehingga turut melemahkan kontribusi ekspor terhadap PDB.
Proses hilirisasi di sektor pertambangan, yang telah meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia, diperkirakan masih akan memberikan dampak positif dalam beberapa tahun mendatang. Namun, di lain sisi Faisal juga mendorong agar pemerintah melakukan diversifikasi pasar dan mengurangi ketergantungan ekspor pada komoditas agar ekspor Indonesia bernilai tambah tinggi dan tumbuh lebih stabil dalam jangka panjang.
Dalam kurun waktu 12 tahun, rata-rata pangsa pasar ekspor Indonesia mencapai 75%, terfokus pada 13 negara tujuan utama, di mana 62% di antaranya berada pada pasar China, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, India, dan Malaysia. Ketergantungan yang tinggi pada ekspor ke satu negara dan produk tertentu menjadikan kinerja perdagangan rentan terhadap guncangan eksternal.
“Yang perlu diwaspadai adalah ketergantungan ekspor yg besar ke China. Sementara ekspor ke negara-negara nontradisional hanya 6%, di bawah China dan India,” ungkap Faisal.
Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif stabil namun cenderung melemah marjinal. Potensi menurunnya upah riil kelompok menengah akibat pelemahan aktivitas ekonomi di sektor-sektor penyerap banyak tenaga kerja seperti manufaktur, pertanian, dan perdagangan sebagai imbas penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama yaitu China dapat memperlambat konsumsi kelas menengah tersebut.
Sementara itu, pengeluaran terkait pesta demokrasi diperkirakan akan memberikan dampak sesaat terhadap konsumsi domestik. CORE Indonesia memprediksi pemilu akan berkontribusi sebesar Rp294,5 triliun terhadap PDB.
Di samping itu, pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi juga akan ditopang oleh inflasi yang diprediksi tetap rendah pada rentang 2%-3%. Inflasi tidak akan menahan laju konsumsi tahun depan kecuali terjadi lonjakan inflasi pada makanan volatil. Beberapa insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah seperti PPN DTP 100% untuk pembelian rumah komersial kurang dari Rp2 miliar, serta anggaran bansos dan subsidi yang relatif stabil dinilai akan menjaga daya beli masyarakat.
Dari sisi investasi, CORE memproyeksi para investor cenderung akan wait and see hingga ada kepastian hasil penyelenggaraan pemilu, sehingga arus masuk investasi baru akan cenderung tertahan setidaknya hingga tiga kuartal pertama tahun depan.
Namun, investasi untuk peningkatan kapasitas produksi usaha yang telah eksis, seperti di sektor industri manufaktur dan jasa-jasa diperkirakan relatif tidak akan terpengaruh oleh kontestasi politik.
Perlambatan ekonomi global 2024 juga akan berdampak pada kinerja investasi. Pelemahan ekspor barang-barang manufaktur berpotensi menahan ekspansi usaha industri yang berorientasi ekspor. Sementara itu, industri manukfatur yang berorientasi pasar domestik diperkirakan masih akan tetap ekspansif.
Di balik semua tantangan itu, hilirisasi diperkirakan mampu menahan perlambatan investasi di tahun politik. Menurut Faisal minat investor untuk berinvestasi di sektor hilirisasi semakin meningkat dan akan terus berlanjut di 2024 ini.
Program hilirisasi telah menjadi penopang pertumbuhan investasi hingga kuartal tiga tahun 2023. Bahkan, berhasil meningkatkan investasi langsung sektor sekunder secara tahunan sebesar 23% pada kuartal tiga tahun 2023.
Pada tahun 2024, program hilirisasi diprediksi akan terus mendorong pertumbuhan investasi langsung dan penanaman modal tetap bruto (PMTB), melalui perluasan hilirisasi seperti gasifikasi batubara, pembangunan smelter bauksit, smelter tembaga, pabrik pupuk, dan pembangunan pabrik sel baterai kendaraan listrik
“Investasi relatif stabil, perlambatan karena faktor tahun politik dan lain-lain diredam dengan kebijakan hilirisasi,” pungkasnya. (Sumber: Media Keuangan Kemenkeu).
Komentar Berita