Siasati Harga Gas, Pupuk Kujang Siapkan Pabrik Gasifikasi Batubara
Oleh : Dhiyan W Wibowo | Kamis, 27 Juli 2017 - 10:04 WIB
Pabrik Pupuk Kujang (Foto Ist)
INDUSTRY.co.id - Pemerintah berencana mencabut subsidi harga pada pupuk. Jika langkah ini diambil oleh pemerintah, produsen pupuk di Tanah Air harus bersiap-siap harga produk pupuk yang dihasilkan akan menjadi kurang kompetitif, khususnya dibandingkan pupuk yang didatangkan secara impor. Produsen pupuk pelat merah PT Pupuk Kujang Persero pun menyiapkan langkah efisiensi dan solusi yang akan menjadikan produk pupuknya tetap kompetitif.
Selama ini industri pupuk nasional kerap dituding sebagai industri yang kurang kompetitif, dibandingkan produk impor yang sebagian besar didatangkan dari negeri Tirai Bambu. Apalagi saat ini terjadi kelebihan pasokan pupuk di Asia, dan rembesannya ke pasar domestik cukup membuat repot para produsen pupuk nasional.
Jika bicara impor saja, khususnya untuk produk pupuk urea, telah terjadi peningkatan beberapa kali lipat pada tahun lalu dibandingkan pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor urea melonjak 555,85% secara tahunan (year on year) dari 95,43 juta kilogram pada 2015 menjadi 625,90 juta kilogram pada tahun lalu.
Situasi ini tentu menyulitkan para produsen lokal, tak terkecuali PT Pupuk Kujang. Disampaikan Direktur Utama Pupuk Kujang Nugraha Budi Eka Irianto secara umum pasar pupuk nasional masih menghadapi tekanan dari oversupply yang terjadi di kawasan Asia. Dan akibat masuknya pupuk impor khususnya urea dari Tiongkok, pihak Pupuk Kujang kinai harus menikmati margin yang sangat tipis untuk produk ureanya.
Ditanya soal posisi produsen lokal yang dinilai tak kompetitif, menurut Nugraha hal itu disebabkan sejumlah kendala krusial yang ada di dalam negeri. Ia menyebut harga gas di dalam negeri yang masih dinilai kurang bersaing. “Harga gas masih US$6 per MMbtu, sedangkan produsen pupuk China menggunakan batu bara sehingga biaya produksi lebih murah,” katanya seperti dilansir Bisnis (9/7).
Padahal, perseroan juga punya rencana korporasi untuk meningkatkan skala produksinya dalam waktu dekat, dengan membangun pabrik NPK Granular III.
Dalam kesempatan berbeda Manager Humas Pupuk Kujang, Ade Cahya mengungkapkan, pihaknya telah mendengar rencana pencabutan subsidi pada produk pupuk kendati ia mengaku belum mengetahui secara pasti kapan kebijakan ini akan diimplementasikan.
Untuk mengantisipasi pencabutan subsidi ini, perseroan menyiapkan sejumlah langkah, salah satunya adalah menaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk secara bertahap, yang akan diikuti kerja sama dengan para petani dengan pengurangan volume pupuk bersubsidi pada petani melalui ketaatan aplikasi pola tanam.
Jika diterapkan ketaatan aplikasi pola tanam pada petani, maka petani akan menggunakan pupuk sesuai yang dianjurkan berdasarkan dosis volume pupuk seperti yang dianjurkan pada setiap hektarenya. "Perbaikan pemberian pupuk subsidi ini diharapkan mencegah terjadinya kelangkaan pupuk di lapangan," kata Ade.
Strategi berikutnya adalah dengan membangun pabrik NPK Granular III. Pabrik ini nantinya akan memproduksi NPK berbasis nitrat dan urea untuk tanaman holtikultura. Pupuk NPK adalah pupuk buatan yang berbentuk cair atau padat yang mengandung unsur hara utama nitrogen, fosfor, dan kalium. Pupuk NPK merupakan salah satu jenis pupuk majemuk yang paling umum digunakan.
Ade menyebut berdasarkan penelitian, pupuk NPK berbasis nitrat ini sangat cocok untuk tanaman holtikultura. Selanjutnya setelah proyek NPK III, Pupuk Kujang akan membangun kembali pabrik NPK dengan kapasitas yang lebih besar sekitar 200 - 500 ribu ton per tahun. Diharapkan dengan penambahan kapasitas produsi pupuk, perseroan bisa memperoleh harga keekonomian yang bisa bersaing dengan produk kompetitor hasil impor. “Kami perkirakan pabrik NPK Granular III ini akan selesai dibangun akhir tahun 2018 mendatang,” kata Nugraha.
Rencana pengembangan pabrik baru ini juga bakal diiringi oleh upaya gasifikasi batu bara pada pabrik. Langkah ini akan dilakukan demi menyiasati harga gas yang relatif masih kurang bersaing.
Soal biaya produksi yang akan jauh lebih efisien, sempat disampaikan oleh Nugraha jika pabrik pupuk perseroan menggunakan gasifikasi batu bara, efisiensi yang didapatkan setara dengan harga gas US$4,5 per MMbtu hingga US$5 per MMbtu.
Sebenarnya perseroan telah memiliki satu unit pabrik dengan bahan bakar baru bara hasil pilot project yang dikembangkan di Cikampek, Jawa Barat, dan telah beroperasi sejak tahun 2015. Dikatakan Nugraha, efisiensi dari pabrik gasifikasi ini sangat signifikan sehingga perseroan siap mengembangkan dengan skala yang lebih besar.
Sejauh ini perusahaan masih melakukan survei terkait lokasi pabrik baru dengan gasifikasi batubara tersebut. Melihat ketergantungannya pada batu bara, maka pabrik tersebut kelak akan dibangun di dekat sumber batu bara semisal Kalimantan atau Sumatera. “Kami telah mensurvei 25 lokasi, pilihannya mengerucut di Kalimantan Timur atau di Lampung,” ujarnya.
Sebelumnya sempat dipaparkan bahwa upaya peningkatan daya saing dengan melakukan efisiensi melalui rencana investasi pembangunan Pabrik Gasifikasi Batubara yang menghasilkan gas untuk pembakaran reformer, dilakukan di pabrik Amonia Kujang 1B, yang direncanakan selesai tahun 2020. “Pemakaian batubara ini akan menurunkan konsumsi gas sebesar 10,54 MMSCFD,” imbuhnya.
Selain pembangunan pabrik gasifikasi batu bara, Pupuk Kujang juga mengalihkan pasar ke non komoditi atau memproduksi pupuk tidak diproduksi secara masal oleh produsen pupuk lainnya, seperti bio urea, untuk meningkatkan penjualan.
Langkah efisiensi juga akan dilakukan dengan memaksimalkan upaya pemasaran. Di bidang pemasaran dilakukan peningkatan dan penguatan penjualan produk-produk ritel. Pasalnya dari hasil penelitian dan uji coba yang dilakukan Tim Riset Pupuk Kujang, telah dihasilkan produk-produk berkualitas untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.
Produk-produk tersebut antara lain seperti pupuk organik excow, pupuk hayati Bion-Up dan Kuriza, NPK 30:6:8, Jeranti dan Nitroska, benih padi Pareku (varietas Ciherang dan mekongga) dan benih Hortus tomat (varietas T014310).
Sejauh ini untuk memenuhi kebutuhan pupuk urea di Jabar-Banten, sampai dengan akhir Juni 2017 telah terserap 292.794,25 ton urea bersubsidi atau 102,59% dibandingkan ketentuan Dinas Pertanian sebesar 285.393 ton. Sedangkan ketersediaan stok pupuk urea bersubsidi di Gudang Lini II dan Lini III produsen pada akhir Juni 2017 sebanyak 86.828 ton atau 625% dibandingkan dengan ketentuan stok pupuk dua minggu ke depan sebesar 13.882 Ton. Selain itu, stok NPK tersedia sebanyak 17.878,85 ton dan pupuk organik sebanyak 8.640,99 ton.
Untuk wilayah Kabupaten Karawang pada akhir Juni 2017 stok di gudang lini III Urea sebanyak 4.553,10 ton, NPK 1.376 ton dan organik 457,32 ton. Sejumlah 13 Distributor dan 551 kios resmi tersebar di wilayah Karawang guna mengamankan kebutuhan pupuk dan penambahan petugas lapangan untuk memonitor stok serta melakukan koordinasi dengan dinas setempat.
Kutipan :
Upaya peningkatan daya saing dengan melakukan efisiensi melalui rencana investasi pembangunan Pabrik Gasifikasi Batubara yang menghasilkan gas untuk pembakaran reformer, dilakukan di pabrik Amonia Kujang 1B, yang direncanakan selesai tahun 2020.
Komentar Berita