Industri Kreatif Terancam Terpuruk Lagi, Asosiasi Promotor Tolak Pasal Tembakau di RPP Kesehatan
Oleh : Nina Karlita | Selasa, 21 November 2023 - 09:15 WIB
Konser Wanita Hebat, Bentuk Apresiasi Rudy Salim Terhadap Prestasi Putri Ariani
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Industri kreatif yang baru saja menggeliat pasca pandemi Covid-19 mendadak gusar. Itu karena kehadiran Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang dinilai berpotensi membuat industri kreatif terpuruk lagi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Emil Mahyudin mengungkapkan pihaknya berharap larangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dalam RPP Kesehatan dikaji ulang. Hal itu harusnya tetap diperbolehkan karena kontribusi dan dukungan dari industri tembakau terhadap berbagai acara sangat signifikan.
”Berbagai event besar bahkan bisa terselenggara berkat dukungan produk tembakau. Tahun 2023 justru menjadi momentum pulihnya festival, konser musik, acara luar ruang setelah vakum akibat pandemi COVID-19,” kata Emil.
Sepanjang tahun 2023, lanjut Emil, Indonesia berhasil menjadi penyelenggara beberapa pagelaran spektakuler yang mendatangkan banyak artis, musisi, dan talenta lokal maupun internasional.
”Maraknya pertunjukan di Indonesia menjadi bukti jika pertumbuhan subsektor musik paska pandemi sangatlah pesat,” terusnya.
Kondisi industri kreatif yang mulai pulih dan bahkan bertumbuh ini diharapkan menjadi langkah awal dalam mendukung kebangkitan secara berkelanjutan dan berkontribusi positif kepada Indonesia. Suksesnya pagelaran-pagelaran tersebut, kata Emil, tidak terlepas dari dukungan pemerintah dan juga pihak swasta.
Maka, munculnya banyak larangan bagi produk tembakau dalam RPP Kesehatan mengundang kekhawatiran yang besar. Terdapat kerugian multiplier effect yang dinilai mengerikan bagi industri kreatif, jika berbagai larangan bagi industri tembakau tersebut diberlakukan.
”Produk tembakau rerata mendukung 30% dari total alokasi anggaran satu pagelaran. Sebuah pagelaran musik berskala besar juga menyerap jumlah pekerja yang besar, yaitu sekitar 3.000 tenaga kerja,” paparnya.
Emil menegaskan bahwa pemberlakukan banyak larangan terhadap produk tembakau dalam RPP Kesehatan akan menjadi pukulan telak bagi industri kreatif. Sementara, industri ini terus didorong oleh pemerintah untuk semakin berkembang sebagaimana disampaikan presiden Joko Widodo karena akan ikut mendongkrak pariwisata di dalam negeri.
Selain itu, ia mengaku bahwa APMI juga tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan pasal tembakau di RPP Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, menurut Emil, pihaknya akan terdampak secara langsung dalam berbagai aspek, seperti pemasukan industri dan keberlangsungan tenaga kerja.
”Kami akan menyampaikan posisi tertulis secara resmi agar masukan kami berkenan diakomodasi oleh Pemerintah. Kami berharap sponsorship masih diperbolehkan demikian juga halnya dengan promosi dan iklan pada acara-acara musik, selama penonton atau pengunjungnya adalah usia dewasa,” Emil menegaskan.
APMI, menurutnya, mendukung penuh bahwa produk tembakau dan rokok elektronik bukan untuk anak-anak. Maka, selaku sektor yang beroperasi di Indonesia secara legal dan bertanggung jawab, APMI selalu mematuhi peraturan yang berlaku.
”Konser dan kegiatan yang didukung oleh produk tembakau di atur melalui sejumlah regulasi pada tingkat nasional yaitu Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 dan peraturan di daerah masing-masing guna memastikan bahwa komunikasi yang ditujukan oleh produsen menjangkau konsumen dewasa. Prinsip ini selalu kami pegang teguh dalam setiap penyelenggaraan kegiatan maupun aktivitas promosi,” terangnya.
Emil meyakinkan bahwa industri kreatif juga merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian Indonesia dimana semua pihak perlu memacu perkembangannya. Inovasi dan kreativitas industri ini perlu ditunjang iklim inovasi dan investasi yang produktif serta dibarengi kebijakan yang adaptif.
”Larangan terhadap produk tembakau untuk berpartisipasi mendukung industri kreatif menjadi sektor yang futuristik dan besar justru akan berdampak negatif, karena belum ada solusi penggantinya dari Kementrian Kesehatan maupun Pemerintah untuk membantu kami terus melanjutkan usaha,” jelasnya.
Komentar Berita