Ramai-Ramai Desak Pemerintah Tunda Kebijakan Menaikan Cukai Rokok
Oleh : Herry Barus | Jumat, 16 Desember 2022 - 05:38 WIB
Peneliti dan dosen FEB UB Imanina Eka Delila ( Tengah)
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kebijakan Pemerintah mernaikan cukai rokok rata rata sebesar 10 % selama dua tahun berturut turut, pada periode 2023 dan 2024 mendapatkan kritikan dan penyesalan dari berbagai pihak terutama kalangan pelaku industri hasil tembakau (IHT). Kebijakan yang diambil pada saat masih terjadi krisis ekonomi selain akan semakin berdampak pada pengurangan tenaga kerja, juga akan semakin menyusahkan pelaku ekonomi kecil khususnya UMKM (usaha mikro kecil dan menengah ) yang selama ini banyak jualan produk dari IHT.
Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI ) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin, Peneliti ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Imanina Eka Delilah, Ketua umum Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto dan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachyudi kepada pers, kemarin di Jakarta.
“ Pada saat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0 - 5,3 %, , maka setiap satu persen kenaikan cukai rokok, hal ini berpotensi menurunkan angka penjualan sigaret sebanyak 1,61 milyar batang. Dengan demikian, apabila kenaikan cukai rokok selama dua tahun berturut turut masing-masing rata rata sebesar 10 persen, berarti akan ada penurunan penjualan sigaret lebih dari 16,1 miliar batang. Kenaikkan cukai rokok yg terus-menerus dilakukan setiap tahun, tanpa mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi cukup ampuh buat menurunkan produksi sigaret bercukai atau rokok legal yang pada akhirnya banyak Perusahaan Rokok yang tutup atau mati,” tegas Ketua Umum APTI Provinsi NTB Sahmihuddin
Lebih lanjut Sahminudin menegaskan, apabila perusahaan rokok banyak yang mati, selain menutup lapangan pekerjaan, menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di kalangan buruh atau pegawai industri rokok, juga semakin menyengsarakan petani tembakau yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Saat ini terdapat sekitar 6 juta tenaga kerja di sekitar industri tembakau baik langsung maupun tidak langsung. Ketika setiap tahun pemerintah menaikan cukai rokok dengan angka yang sangat tinggi, jelas membuat perusahaan rokok perlahan lahan akan mati. Apakah pemerintah sudah siap menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja dari sektor IHT yang kehilangan pekerjaan,” tanya Sahmihudin.
Pendapat yang sama disampaikan peneliti ekonomi yang juga dosen pada FEB UB Imaninar Eka Delila. Menurutnya, setiap pemerintah menaikkan harga rokok, di mana konsumen rokok sebagian besar masih akan tetap mempertahankan konsumsi rokoknya, maka rokok berpotensi mendorong kenaikan angka inflasi di Indonesia. Kedua, dengan adanya kenaikan harga rokok ketika terjadi kenaikan harga barang-barang lainnya, maka daya beli masyarakat akan turun, sehingga para perokok akan tetap merokok dengan beralih pada harga rokok yang lebih murah, bahkan rokok ilegal.
“Oleh sebab itu, kenaikan harga rokok ketika daya beli masyarakat mengalami penurunan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. kenaikan harga rokok yang saat ini telah melewati titik optimumnya dapat mengancam keberlangsungan IHT dan berdampak pada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya dari hulu-hilir,” papar Imanina Eka Delila.
Sependapat dengan Imanina Eka Delilah, Ketua Gaprindo Benny Wachyudi menyampaikan, saat ini situasi ekonomi sedang benar benar mengalami kesulitan. Bukan hanya IHT yang sedang mengalami kesulitan, industri lainnya juga. Adanya kenaikan cukai rokok selama dua tahun berturut turut semakin membrratkan perekonomi masyarakat, termasuk IHT.
“ Dengan adanya kenaikan cukai. Tentu ini sangat memberatkan. Belum lagi dengan daya beli yang sangat turun. Dalam situasi seperti ini harusnya ada kelonggaran berupa penundaan kenaikan cukai rokok,” papar Benny Wachyudi.
Pendapat senada disampaikan Ketua Umum Formasi Heri Susianto.. Menurutmya, setiap kali kenaikan tarif cukai rokok, berdampak pada pengurangan jumlah penjualan rokok dan berdampak pada penurunan produksi. Otomatis, hal ini akan mengancam keberlangsungan tenaga kerja di sektor industri rokok.
“Jika pemerintah masih terus menaikkam cukai rokok, tanpa diimbangi dengan pemberantasan rokok illegal, sudah pasti perusahaan rokok nasional di tanah air lama lama akan hancur. Hal ini berarti juga mengancam keberlangsungan lapangan pekerjaan di sektor industri rokok. Sekaligus juga akan menyebabkan banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaannya,” papar Heri Susianto.
Baik Sahmihudin, Benny Wachyudi maupun Heri Susianto meminta pemerintah meninjau ulang kebijakannya menaikan cukai rokok di tahun 2023 dan 2024.
“Harapan kami agar kebijakan menaikan cukai rokok ditinjau lagi. Kalaupun tetap naik, kenaikannya satu digit saja atau sekitar 7-8 persen saja tidak naik setinggi itu,” pinta Ketua Umum Gaprindo Benny Wachyudi (*)
Komentar Berita