Peran Keluarga Dalam Pendidikan Karakter
Oleh : Rahmad, M.Pd | Minggu, 18 Juni 2017 - 03:33 WIB
Rahmad, M.Pd. (Foto Ist)
INDUSTRY.co.id - UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemudian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 17 Ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan dasar, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (c) sehat, mandiri, dan percaya diri; (d) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggungjawab.
Dewasa ini pendidikan karakter merupakan sebuah harapan untuk meminimalisir efek buruk kemajuan zaman. Pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter menjadi sebuah pembeda antara individu dalam lingkungan sosialnya. Lickona juga menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von Savigny, bahwa setiap bangsa mempunyai jiwa masing-masing yang disebut “Volksgeist” (jiwa rakyat/jiwa bangsa). Bangsa kita adalah bangsa yang sangat toleran, menghargai perbedaan, suka bergotong royong dalam kehidupan nyata, serta beraneka ragam label positif lainnya. Ini merupakan modal dasar bagi kita dalam pembangunan khususnya pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter tentu bukan merupakan barang baru di negara ini, karena pendidikan karakter sejatinya telah tercermin dari ideologi kita. Pendidikan karakter sudah menjadi bagian masyarakat yang telah ada sejak dulu dan terlihat pada kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari walaupu saat ini hal itu semakin jauh dari kebiasaan masyarakat.
Tantangan Zaman
Ketika zaman telah bertransformasi menjadi sebuah era komunikasi dan informasi begitu bebas dan terbuka, maka diperlukan sebuah tatanan nilai yang baik. Salah satunya yang dapat kita sepakati adalah pancasila dan pendidikan karakter yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga. Pancasila sebagai idoeologi bangsa ini (seharusnya) akan menjiwai setiap tingkah laku warganya. Namun hal sebaliknya cenderung terjadi seperti, ketika kita berselancar di media sosial, seolah terjadi ambivalensi antara gambaran masyarakat tentang orang Indonesia dan kenyataan di dunia maya. Hal ini dapat terlihat dari begitu banyak ujaran kebencian (hate speech) yang begitu mudah ditulis oleh pengguna media sosial.
Masyarakat Indonesia yang digambarkan santun, bijak menghargai keberagaman serta berbagai label positif lainnya seperti tidak tergambar di dunia maya. Timbul pertanyaan dalam diri saya, manakah yang benar-benar warga Indonesia. Apakah orang yang mengumpat, mengeluh, menyesal di media sosial, atau orang yang murah senyum yang sering kita lakukan ketika berpapasan dengan orang lain tanpa tahu latar belakangnya yang menjadi indikator bahwa kita masyarakat yang cenderung ramah.
Bangsa ini harus benar-benar mengembalikan peran pendidikan, utamanya adalah keluarga dalam penguatan karakter anak. Hal ini menjadi penting dikarenakan, karakter merupakan tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak. Pendidikan karakter yang ada di masyarakat, sebagai modal awal dalam kehidupan sehari-hari sejatinya memang perlu untuk terus diingatkan dan dilakukan dalam kegiatan rutin masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh tentu melalui pendidikan. Pendidikan menjadi sebuah cara ampuh dalam memberi pemahaman dan salah satu cara membiasakan kebiasaan baik yang ada di sekitar anak.
Pendidikan Karakter
Menjadi warga negara yang baik (good citizenship) merupakan sebuah cita-cita seluruh warga negara Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut tentu memerlukan sebuah upaya dari seluruh lapisan masyarakat, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan salah satu agen sosialisasi selain lembaga pendidikan, media massa dan teman sepermainan. Keluarga menjadi salah satu sarana penting dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter, dimana keluarga merupakan lingkungan pertama anak dalam mengenal lingkungan sosial. Peran penting keluarga menjadi hal yang sangat vital dan penting dalam pembentukan kepribadian anak.
Anak adalah peniru terbaik orangtuanya. Untuk itulah perlu diberikan contoh perbuatan dan tutur kata yang baik oleh orangtua kepada anaknya. Tunjukan perilaku positif dalam fase tumbuh kembang anak, tunjukkan sikap menghormati, jujur, suka membantu dan melakukan perbuatan positif lainnya. Sehingga anak akan langsung mengalami, melihat perbuatan positif tersebut dengan harapan akan menirunya. Kunci sukses tidaknya program pendidikan karakter terletak pada mampu tidaknya orangtua melaksanakan peran dan fungsi pendidikan karakter anak secara berkelanjutan. Peran keluarga, dalam hal ini juga harus ikut serta dengan pihak sekolah dalam peningkatan kecerdasan anak., baik IQ (Intellegence Quotient), EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotien ), AQ (Addversity Quotient).
Dalam tataran pemikiran bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, posisi keluarga merupakan salah satu lingkungan yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam paparan beliau disebutkan tri pusat pendidikan adalah sebuah konsep yang tepat bahwa keluarga memiliki peran yang tidak dapat dipandang ringan selain pendidikan di lingkungan sekolah dan pendidikan di lingkungan pemuda/masyarakat. Pentingnya peran keluarga dalam proses pendidikan dikarenakan keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan interaksi paling banyak dilakukan di lingkungan ini. Ki hajar Dewantar bahkan menyebutkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga adalah yang pertama dan terpenting. Keluarga merupakan faktor yang cukup dominan dalam membentuk karakter bagi peserta didik baik sisi agama maupunm sosial.
Berbicara terkait pendidikan karakter, tentu yang sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini adalah Permendikbud nomor 23 tahun 2017 tentang hari sekolah. Program ini mempunyai tujuan utama seperti yang dinyatakan Mendikbud Muhadjir Effendi untuk mengimplementasikan kebijakan sesuai Nawacita Jokowi-JK yang mengutamakan penguatan pendidikan karakter sebagai bagian dari pemerataan pendidikan yang berkualitas. Adanya pro dan kontra dari berbagai pihak merupakan hal yang semestinya kita anggap wajar, selama dalam konteks perbaikan.
Program ini pun tidak akan berhasil dengan baik dan tidak akan berarti apa-apa, apabila keluarga melepaskan tanggung jawab pembentukan karakter hanya kepada sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan anak teramat besar, keluarga merupakan unsur tekecil dalam masyarakat, dari keluarga pulalah anak belajar berperilaku dan bersikap sebagai anggota masyarakat yang bermartabat. Peran keluarga memiliki peranan yang penting, agar proses dalam setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan serta berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Rahmad, M.Pd, Pengajar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, yang mengutamakan kajian pada bidang Pendidikan dan dinamikanya.
Komentar Berita