LMKN Targetkan Raup Royalti Rp150 Miliar di 2022
INDUSTRY.co.id - Jakarta- Tiba dipenghujung tahun 2021, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Rekan (LMKN) perlu menyampaikan hasil kinerjanya dalam kurun waktu satu tahun...
Capaian lembaga bantu pemerintah ini disampaikan oleh beberapa komisioner diantaranya, Rapin Mudiardjo Kawiradji (Komisioner Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Masyarakat)Rien Uthami Dewi, S.H. (Komisioner Bidang Hukum dan Litigasi), Yessy Kurniawan, S.T. (Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi), Marulak J. Hutauruk, S.H., Komisioner Bidang Hukum dan Litigasi)Ebiet G Ade, (Komisioner Bidang Teknologi Informasi dan Database Musik) dan Adi Adrian (Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi).
Adi mengatakan kalau LMKN yang berdiri sejak 2014 tidak menggunakan uang APBN ini berhasil mengumpulkan Rp20 miliar pada 2016, Rp36 miliar pada 2017, Rp50 miliar pada 2018, dan Rp.88 miliar pada 2019.
"Secara signifikan hasil mengumpulkan royalti meningkat setiap tahunnya." Kata Adi Adrian atau lebih dikenal sebagai Adi Kala Project ini saat menggelar Jumpa.Pers di Satu House Kemang Jakarta Selatan Senin (27/12/2021)
Menurut Adi, akibat wabah pandemi telah memberikan kita banyak pelajaran, dimana terjadi penurunan yang luar biasa dalam hal penarikan dan penghimpunan yang tentunya berdampak pada turunnya besaran distribusi bilamana kita cermati di tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 lalu, LMKN telah mendistribusikan Rp. 51.228.196.758.
Sebenarnya Industri sudah mulai bergerak menuju perbaikan diawal tahun 2021, namun belum menunjukkan perolehan royalti yang berhasil. Pada pertengahan minggu lalu buku pengumpulan royalti di tahun tutup 2021 ini untuk royalti musik Non Digital adalah sebesar Rp. 1 milyar. Sedang untuk Royalti Digital adalah sebesar 57 Milyar.
Adi meyakini kalau tahun 2022 ada perolehan pengumpulan royalti bisa meningkat tajam. Karenanya
LMKN memberikan masukan kepada Pemerintah agar objek layanan digital harus menjadi bagian penting. Mengingat potensi pendapatan atas karya musik digital ini begitu tinggi.
"Karenanya kami memproyeksikan perolehan pendapatan royalti sebesar seratus lima puluh milyar rupiah" ujar Adi.
Menurut Adi, LMKN dibentuk untuk mempermudah pengguna musik membayar royalti atas karya yang mereka pakai. Tarif yang ditetapkan LMKN juga disebut Adi sudah yang termurah bila dibandingkan negara tetangga seperti Singapura.
Namun pembagian royalti disebut Adi terganjal soal data kepemilikan lagu, yang kemudian menjadi alasan pembangunan Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) untuk membantu penyebaran royalti secara lebih adil. Hal itulah yang disebut Adi menjadi latar keluarnya PP Nomor 56 tahun 2021.
Adi mengaku dirinya telah berdiskusi dengan sesama musisi sebelum PP Nomor 56 tahun 2021 itu disahkan. Namun ia juga tidak menampik ada beberapa bagian yang perlu disempurnakan. Untuk hal tersebut, Adi mempersilahkan pihak yang keberatan menggugat sesuai prosedur hukum.
"Ini kan buatan manusia, tapi kami tidak pada porsi mencari-cari kesalahan itu," kata Adi.
LMKN ini adalah lembaga bantu pemerintah, kita memberi masukan di awal, apakah puas, ya itu diluar kewenangan kami," lanjutnya yang juga mengaku tak semua masukan LMKN diterima pemerintah.
Bahwa ada hal-hal yang tidak sesuai, mungkin ada. Kami tidak di posisi itu, kami menyambut baik karena ini ada itikad baik presiden," lanjutnya.
Sementara Ebiet G. Ade selaku Komisioner LMKN bidang Teknologi Informasi dan Database Musik menegaskan kalau LKMN dibentuk untuk mengumpulkan royalti musik untuk kemudian didistribusikan ke LMK-LMK yang sudah berdiri sebelum mereka.
Untuk itu, Ebiet menilai LMKN telah ada sebelum PP Nomor 56 Tahun 2021 disahkan, tepatnya pada 2014. Ebiet juga memastikan bahwa PP Nomor 56 Tahun 2021 itu dibuat tidak untuk merugikan pemilik lagu.
"Saya kan juga salah satu pemilik lagu karya cipta saya, kan tidak mungkin memposisikan pemilik hak itu rugi gara-gara PP Nomor 56," kata Ebiet G Ade.
"Saya berharap PP ini ujungnya pemilik hak untung, disejahterakan, terutama pencipta lagu. Saya kan pencipta lagu.Saya berprasangka baik PP ini adalah upaya pemerintah memperkuat LMKN dalam 'mengakselerasi' peroleh royalti untuk kesejahteraan pencipta dan pemilik hak," tegas Ebiet G Ade menutup di