Shopee Terus Benahi UMKM untuk Topang Kewirausahaan Lokal di Masa Depan
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Semasa Orde Baru (Orba), perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang terbilang cukup optimal dan dapat dibanggakan di Asia. Tetapi pada 1998, kondisi tersebut secara mendadak berubah akibat jatuh tempo berbagai utang pemerintah yang harus dilunasi kepada asing secara serentak. Itu mengakibatkan penurunan drastis kurs mata uang rupiah. Akibatnya, kondisi itu menahan pertumbuhan ekonomi nasional karena barang-barang impor mendadak mengalami kenaikan harga berkali-kali lipat. Kondisi itu yang pada akhirnya mengakibatkan rejim Orba tumbang.
Setelah itu, kekuasaan pemerintahan di Indonesia memasuki era reformasi. Ketika era itu bergulir, ekonomi Indonesia sudah morat-marit sehingga target pemulihan ekonomi ke depan semakin tidak jelas. Demikian pula, hingga awal periode presiden dan wakil presiden hasil pemilihan rakyat secara langsung mulai menjalankan pemerintahan, kondisi perekonomian juga masih belum berbeda dengan kondisi pada era 1998.
Kendati morat-marit, tetapi kehidupan setiap warga negara Indonesia harus terus berlangsung. Pada saat itu, banyak pabrik-pabrik berhenti beroperasi akibat kenaikan harga bahan baku impor yang luar biasa. Penutupan operasional pabrik mengakibatkan berbagai perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di berbagai kota besar juga ‘tutup buku’ karena tidak ada lagi produk yang dihasilkan pabrik-pabrik tersebut yang dapat dijual di pasar lokal dengan harga yang sama seperti sebelum terjadinya depresiasi rupiah, maupun diekspor ke berbagai negara tujuan ekspor untuk menggairahkan bisnis. Pasalnya, negara-negara tujuan ekspor tersebut juga mengalami kelesuan ekonomi yang berkelanjutan.
Di samping itu, para pemilik usaha rata-rata sudah banyak yang menilai bahwa Indonesia sudah tidak aman lagi untuk dijadikan lahan bisnis mereka. Akhirnya, banyak diantara mereka yang memindahkan bisnisnya ke luar Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, maka para karyawan perusahaan dan buruh-buruh pabrik pada akhirnya mengalami penderitaan yang paling parah karena mereka banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kelesuan ekonomi berjalan terus. Barulah pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputeri, kondisi perekonomian nasional mulai bergerak naik atau mengalami pertumbuhan. Sebelum ditelusuri lebih lanjut, banyak para ekonom yang melihat kondisi tersebut sebagai sebuah anomali yang muncul secara tiba-tiba karena sektor ekonomi Indonesia sudah cukup lama mengalami keterpurukan yang dalam.
Akan tetapi setelah ditelusuri dan dianalisis lebih lanjut, ternyata bergeraknya perekonomian nasional ketika itu dimotori oleh pertumbuhan berbagai sektor informal, seperti berbagai usaha yang dilaksanakan oleh tukang bakso, tukang soto, tukang ketoprak, tukang gado-gado, tukang mie ayam, tukang siomay, dan sebagainya. Kendati jaman dikatakan susah, tetapi para pengusaha kecil ini harus mempertahankan usaha mereka terhadap berbagai kesulitan ketika itu demi kelangsungan hidup mereka ke depan.
Ternyata, ketika dagangan kuliner mereka dijajakan, mulailah muncul konsumen dari kelas menengah atas yang mulai melirik dan mencicipi dagangan kuliner tersebut. Ternyata, cocok di lidah mereka. Di samping itu, berbagai resto besar yang biasa menjadi tempat para konsumen tersebut mengkonsumsi berbagai hidangan mewah sudah banyak yang tutup. Kendati masih ada yang buka, tetapi harga yang ditawarkannya sudah meningkat berkali-kali lipat yang mengakibatkan mereka enggan mengeluarkan uang untuk memperoleh kepuasan kuliner seperti itu.
Maka tidak heranlah, kondisi tersebut mendorong orang banyak, dari yang jago masak (sekelas chef di hotel-hotel dan restoran) hingga para artis, membuka cafe-cafe tenda di berbagai kawasan di Jakarta hingga berbagai kota besar lainnya di Indonesia. Kegiatan perekonomian ‘kelas kambing’ seperti itu akhirnya mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi ketika itu. Selain sektor kuliner, kondisi seperti itu juga melanda berbagai sektor ekonomi lainnya.
Yang mencengangkan adalah, sektor usaha ikan hias pada waktu jaman pemerintah Presiden Megawati Soekarnoputeri juga turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi sektor-sektor industri logam, kaca, farmasi, berbagai peralatan pompa air hingga para tukang las. Ketika itu, masyarakat Indonesia dilanda ‘demam’ memelihara ikan lohan. Banyak berbagai jenis kaca yang dibutuhkan untuk membuat akuarium, banyak besi-besi yang dibutuhkan untuk membuat meja tempat akuarium, banyak obat-obatan terutama antibiotik yang dikonsumsi pemelihara lohan untuk dijadikan obat ketika peliharaan kesayangannya itu sakit, banyak peralatan pompa air yang dibutuhkan untuk menciptakan filter guna menyaring air akuarium agar diperoleh parameter air yang optimal, hingga banyak para pengusaha las yang kebanjiran order untuk membuat meja tempat akuarium.
Jika ditinjau dari fakta-fakta tersebut, maka kita dapat simpulkan bahwa ketika kinerja perekonomian nasional jatuh, maka para pengusaha kecil melalui usaha yang mereka lakukan dan kerap disebut sebagai usaha kecil dan menengah (UKM) - tapi kini istilah itu berubah menjadi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) - itulah yang mampu mengubah kinerja perekonomian nasional untuk bergerak ke arah yang lebih positif dan menguntungkan.
Dengan demikian, sejak 20 tahun yang lalu, usaha dan berbagai upaya para pengusaha UMKM telah memberikan sumbangsih yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup negara Indonesia. Kemudian, kita bandingkan dengan kondisi UMKM pada masa pandemi kini. Apakah UMKM Masih memiliki peran yang berarti?
Masa pendemi Covid-19 mengakibatkan manusia mengalami kesulitan untuk bersosialisasi di dalam mencari solusi bagi kelangsungan hidup. Pasalnya, pandemi ini membuat para pembuat kebijakan di seluruh dunia membuat ketetapan kesehatan agar menghindari kerumunan dan selalu menjaga jarak antara sesama. Kondisi tersebut pada akhirnya menghilangkan keluwesan untuk berkumpul, berteman, bersosialisasi, serta bernegosiasi bisnis. Secara tidak langsung maka kondisi tersebut ujung-ujungnya sangat mengganggu kegiatan berbagai bisnis barang dan jasa. Hal tersebut juga dialami oleh para UMKM di masa pandemi seperti saat ini.
Akan tetapi, kemajuan di bidang teknologi informasi (TI) dapat memberikan solusi dalam mengatasi berbagai kesulitan untuk berkumpul, berteman, bersosialisasi hingga bernegosiasi bisnis. Hal itu dimungkinkan karena teknologi ini yang pada akhirnya kembali berupaya menghubungkan antara sesama manusia melalui jaringan digital. Dengan demikian, para pegawai yang seharusnya hadir di kantor untuk bekerja menunaikan tugas mereka, kini mereka cukup bekerja di rumah (working from home/WFH). Kondisi itu terutama diberlakukan kepada para pegawai yang berusia di atas 40 tahun.
Setelah pandemi merebak, sektor perdagangan offline banyak yang mengalami dampak negatif. Itu karena salah satu langkah pembuat kebijakan menutup berbagai pusat perbelanjaan untuk mengurangi dampak dari pandemi Covid-19 tersebut. Akibatnya, banyak toko di berbagai pusat perbelanjaan tutup karena mereka sudah tidak dapat berkegiatan secara bebas lagi. Akibatnya, banyak toko-toko hingga toko swalayan raksasa yang menutup bisnis mereka akibat kebijakan tersebut. Kondisi serupa juga terjadi pada para pelaku UMKM. Pasalnya, kegiatan transaksi perdagangan di berbagai pasar tradisional juga dibatasi, bahkan adapula kegiatan operasional pasar yang ditutup.
Namun, perkembangan TI pada masa pandemi saat ini mendorong munculnya berbagai marketplace yang menawarkan kemudahan bertransaksi bagi penjual dan pembeli di berbagai marketplace atau toko online yang tersedia di dunia maya. Toko-toko online ini memungkinkan penjual dan pembeli bertemu secara maya untuk melakukan transaksi perdagangan. Selain penjual dan pembeli yang diberikan kemudahan bertransaksi, bisnis yang dilakukan melalui dunia maya ini juga mendorong kemunculan berbagai perusahaan logistik yang berperan untuk mengirimkan berbagai barang yang dibeli oleh para pembeli toko-toko online tersebut.
Salah satu marketplace yang eksis di Indonesia hingga kini adalah Shopee yang dioperasikan oleh PT Shopee International Indonesia sejak 2015. Visi dari Shopee adalah “menjadi mobile marketplace” nomer satu di Indonesia. Sedangkan misinya adalah mengembangkan jiwa kewirausahaan bagi para penjual di Indonesia. Karena itu, para pelaku UMKM banyak yang menjadi mitra Shopee. Itu sesuai dengan misi Shopee yang bertujuan untuk mengembangkan kewirausahaan bagi para penjual di Indonesia.
Selain menghadirkan program edukasi, pelatihan SME Go-Online, serta berbagai dukungan stimulus, Shopee hingga kini telah menerapkan gerakan untuk memberikan solusi dalam menjaga kelangsungan bisnis UMKM. Berbagai program dukungan tersebut disosialisasikan melalui kampanye, terutama untuk menyalurkan dan mempromosikan berbagai merek barang yang diproduksi UMKM.
Shopee secara khusus juga mendukung berbagai produk unggulan UMKM melalui berbagai kampanye yang sekaligus dijadikan komitmen Shopee. Ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan kelangsungan bisnis UMKM selama pandemi berlangsung.
Shopee terus berinovasi dalam menghadirkan berbagai program lanjutan yang bersinergi dengan instansi-instansi pemerintah dengan mengikutsertakan UMKM dari berbagai kementerian pendukung untuk diterapkan dalam program UMKM Shopee.
Shopee juga berkomitmen dalam mendukung dan memperluas jangkauan pasar bagi produk-produk lokal berstandar global melalui berbagai ekspor ke Singapura, Malaysia, dan Filipina. Untuk itu, Shopee membina sekitar 20.000 UMKM melalui kanal khusus Kreasi Nusantara untuk memperluas jangkauan selanjutnya ke berbagai negara tempat Shopee beroperasi.
Ke depan, Shopee juga dapat bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang mengembangkan program urun dana (crowdfunding) guna mendukung pengembangan struktur permodalan perusahaan-perusahaan UMKM yang selama ini menjadi mitra Shopee. Langkah ini dinilai penting karena size perusahaan-perusahaan UMKM mitra Shopee tersebut akan terus membesar.
Meski sudah membesar, perusahaan-perusahaan UMKM ini biasanya tidak mudah melantai di bursa saham karena besarnya nilai kapitalisasi perusahaan yang belum memenuhi syarat untuk mencatatkan saham mereka di bursa atau masih tidak ada pihak yang menjamin perusahaan-perusahaan UMKM tersebut ketika mencatatkan saham mereka di bursa saham.
Ketika bekerja sama dengan perusahaan yang mengembangkan program urun dana untuk perusahaan-perusahaan UMKM tersebut, maka Shopee secara tidak langsung juga telah membantu perusahaan-perusahaan UMKM tersebut karena ke depan mereka menjadi lebih mudah lagi melantai di bursa saham. Pasalnya, dalam program urun dana tersebut, saham-saham perusahaan-perusahaan UMKM tersebut telah diperjualbelikan di dalam sebuah pasar saham mirip dengan pasar saham yang dikembangkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Melalui pengembangan program urun dana tersebut, perusahaan-perusahaan UMKM mitra Shopee tersebut nantinya mampu membereskan berbagai laporan keuangan, laporan transaksi dan laporan kinerja tahunan berstandar internasional sehingga dapat diterima oleh semua pihak.
Perlu diketahui, sistim pencatatan laporan keuangan, laporan transaksi dan laporan kinerja pada mayoritas perusahaan-perusahaan UMKM di Indonesia hingga kini masih belum memenuhi standar internasional. Akibatnya, jika mereka diajak bekerja sama dengan pihak asing untuk mengembangkan struktur permodalan akan menjadi sulit terwujud.
Jika hal itu dapat direalisasikan Shopee, maka selain membenahi bisnis perusahaan-perusahaan UMKM tersebut, Shopee juga secara tidak langsung dapat membenahi struktur permodalan berbagai perusahaan UMKM tersebut ke depan. Dengan demikian, maka kemitraan Shopee dengan UMKM akan terus terjaga rapi dan berkembang pesat dalam berbagai bentuk bisnis di jagad maya.
Sementara itu, metode pembayaran secara digital ShopeePay juga merupakan salah satu sinergi dalam pengembangan UMKM sebagai mitra Shopee. Langkah tersebut juga merupakan salah satu literasi digital yang diberikan Shopee kepada UMKM. (Abraham Sihombing)