Simak! Begini Isi Pengumuman Lengkap Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
INDUSTRY.co.id - Jakarta, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 September 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Gubernur Indonesia Perry Warjiyo seperti dikutip redaksi INDUSTRY.co.id dari keterangan resminta pada Kamis (23/9/2021).
Selain itu, menurutnya, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut, melalui berbagai langkah diantaranya:
Pertama, melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kedua, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif.
Ketiga, Memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman asesmen transmisi SBDK dan SB Kredit baru per jenis kredit berdasarkan Kelompok Bank.
Kemudian keempat, mendorong akselerasi perluasan merchant QRIS khususnya di pasar-pasar, pusat perbelanjaan, dan tempat ibadah, untuk meningkatkan integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital sekaligus mendukung protokol kesehatan.
Lalu kelima, memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah terkait pelaksanaan uji coba digitalisasi bansos dan elektronifikasi transaksi pemerintah untuk mendorong realisasi belanja pemerintah, dan;
"Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait," tandas Perry.
"Pada September dan Oktober 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang, Tiongkok, dan Inggris," sambungnya.
Selanjutnya, Bank Indonesia, kata Perry juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Selain itu, Perry juga mengungkapkan bahwa pemulihan perekonomian global diprakirakan berlanjut meskipun dampak kenaikan kasus Covid-19 dan gangguan rantai pasokan di beberapa negara perlu diwaspadai.
Di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang, laju pemulihan ekonomi pada paruh kedua 2021 cenderung lebih lambat dari prakiraan.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi di berbagai negara kawasan Eropa dan Amerika Latin cenderung lebih tinggi sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi global.
Kinerja berbagai indikator dini pada Agustus 2021, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur dan penjualan eceran tetap kuat, di tengah indikasi lebih lamanya transportasi barang seperti tercermin pada PMI Suppliers' Delivery Times Index.
Dengan dinamika tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2021 tetap sekitar 5,8%.
Volume perdagangan dan harga komoditas dunia tumbuh kuat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang.
Ketidakpastian pasar keuangan global belum sepenuhnya mereda, dipengaruhi isu kegagalan bayar korporasi di pasar keuangan Tiongkok, rencana pengurangan stimulus (tapering) oleh the Fed, serta peningkatan kasus Covid-19.
Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap preferensi investor global atas aliran portofolio ke negara berkembang.
Kinerja perekonomian domestik diprakirakan kembali membaik secara bertahap.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kembali membaiknya mobilitas masyarakat sejalan dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas sebagai dampak respons penanganan Covid-19 yang semakin baik.
Pada periode Agustus hingga awal September 2021, aktivitas ekonomi domestik berangsur membaik, setelah mengalami perlambatan pada Juli 2021.
Hal tersebut tercermin pada kinerja berbagai indikator dini, seperti penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, serta transaksi pembayaran melalui SKNBI dan RTGS, yang kembali meningkat.
Di sisi eksternal, kinerja ekspor terus meningkat didukung oleh tetap kuatnya permintaan mitra dagang utama.
"Ke depan, perbaikan ekonomi diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan akselerasi vaksinasi, kinerja ekspor yang tetap kuat, pembukaan sektor-sektor prioritas yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2021 diprakirakan tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 3,5% - 4,3%," jelas Perry.
Sementara itu, terkait Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), Ia memperkirakan akan tetap baik.
Kinerja transaksi berjalan diprakirakan membaik didorong oleh surplus neraca barang yang berlanjut.
"Neraca perdagangan Agustus 2021 mencatat surplus sebesar 4,7 miliar dolar AS, tertinggi sejak Desember 2006, terutama dipengaruhi oleh peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batu bara, besi dan baja, serta bijih logam, di tengah kenaikan impor seiring dengan perbaikan ekonomi domestik," ungkapnya.
Sementara itu, aliran masuk modal asing berlanjut dengan investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 1,5 miliar dolar AS pada periode Juli hingga 17 September 2021.
Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2021 meningkat menjadi sebesar 144,8 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 9,1 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Ke depan, defisit transaksi berjalan pada 2021 diprakirakan tetap rendah di kisaran 0,6%-1,4% dari PDB, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia," papar Perry.
Adapun terkait ruoaih, Perry menyatakan bahwa nilai tukar Rupiah menguat di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang belum sepenuhnya mereda.
Nilai tukar Rupiah pada 20 September 2021 menguat 0,94% secara rerata dan 0,18% secara point to point dibandingkan dengan level Agustus 2021.
Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, terjaganya pasokan valas domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia.
Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 20 September 2021 masih mencatat depresiasi sebesar 1,35% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Bank Indonesia sendiri terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2021 tercatat inflasi 0,03% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai Agustus 2021 mencapai 0,84% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,59% (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,52% (yoy).
Inflasi inti terjaga rendah sejalan dengan belum kuatnya permintaan domestik, terjaganya stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target.
Inflasi kelompok volatile food sedikit meningkat disebabkan oleh kenaikan harga komoditas minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga CPO global di tengah pasokan barang yang memadai.
Inflasi administered prices juga sedikit meningkat seiring masih berlanjutnya dampak kenaikan cukai tembakau.
"Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran target sebesar 3,0±1% pada 2021 dan 2022," ucap Perry.
Sementara itu, kondisi likuiditas tetap longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Bank Indonesia, sebut Perry, telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp122,30 triliun pada tahun 2021 (hingga 17 September 2021).
Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp139,84 triliun (hingga 17 September 2021) yang terdiri dari Rp64,38 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).
Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada Agustus 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,67% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,81% (yoy).
"Likuiditas perekonomian juga meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 9,8% (yoy) dan 6,9% (yoy)," tukasnya.
Tak hanya itu, suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar turut mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun.
"Walaupun masih terbatas," ujarnya.
Diktahui, dipasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 55 bps dan 205 bps sejak Juli 2020 menjadi 2,82% dan 3,43% pada Juli 2021.
Sementara di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus berlanjut, meski dalam besaran yang lebih terbatas, yaitu menurun dari 8,82% pada Juni 2021 menjadi 8,81% pada Juli 2021.
Sejatinya, suku bunga kredit baru mengalami penurunan pada Agustus 2021, seiring dengan menurunnya persepsi risiko perbankan terhadap dunia usaha setelah pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas.
"Bank Indonesia mengharapkan perbankan untuk terus melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk mendorong kredit kepada dunia usaha," kata Perry.
Selanjutnya, terkait ketahanan sistem keuangan, Perry menyebut tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu ditingkatkan.
"Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Juli 2021 tetap tinggi sebesar 24,57%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap terjaga, yakni 3,35% (bruto) dan 1,09% (neto)," bebernya.
Intermediasi perbankan disebut Perry telah mampu melanjutkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,16% (yoy) pada Agustus 2021.
Dorongan lainnya terbentuk dari membaiknya permintaan kredit dari dunia usaha sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, menurunnya suku bunga kredit baru, serta melonggarnya standar penyaluran kredit perbankan.
"Kredit Konsumsi dan Kredit Modal Kerja melanjutkan pertumbuhan positif, masing-masing sebesar 2,84% (yoy) dan 1,27% (yoy), mengindikasikan peningkatan aktivitas konsumsi terutama permintaan pemilikan rumah, serta pemulihan dunia usaha," paparnya.
"Kredit UMKM juga terus mengalami peningkatan dengan tumbuh sebesar 2,70% pada Agustus 2021. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit pada tahun 2021 diprakirakan dalam kisaran 4%-6%," jelasnya.
Kemudian, lanjut Perry, Bank Indonesia terus memperkuat integrasi ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran dan koordinasi kebijakan dengan otoritas terkait.
Transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Agustus 2021 terus meningkat sejalan dengan akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan pembayaran digital, dan akselerasi digital banking.
Pertumbuhan tersebut terutama tercermin pada nilai transaksi uang elektronik dan digital banking.
Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 43,66% (yoy) menjadi Rp24,8 triliun. Nilai transaksi digital banking mencapai Rp3.468,4 triliun, tumbuh 61,80% (yoy).
Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit tercatat Rp633 triliun, tumbuh 5,85% (yoy). Perluasan merchant QRIS berlanjut, pada pertengahan September 2021 mencapai 10,4 juta merchant, atau tumbuh 120,22% (yoy).
"Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Agustus 2021 meningkat 10,73% (yoy) mencapai Rp843,9 triliun," jelasnya.
"Bank Indonesia terus memperkuat strategi layanan kas dan distribusi uang untuk memenuhi kebutuhan uang kartal di perbankan dan masyarakat, termasuk pada masa pembatasan mobilitas," pungkas Perry.
[23/09, 15:34] Nandi Nanti: Bapak Ibu Tolong Catat! Begini Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia