Ini Faktor Penyebab Mengapa Netizen Indonesia Disebut Paling Tidak Sopan di Dunia

Oleh : Chodijah Febriyani | Senin, 26 Juli 2021 - 09:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Keberadaban atau kesopanan daring sangat diperlukan dalam berinteraksi di dunia digital, seperti halnya keseponanan yang orang tunjukkan di kehidupan luar jaringan.  

Belum lama ini Microsoft mengeluarkan laporan tahunan terbaru yang antara lain mengukur tingkat kesopanan netizen atau pengguna internet dengan tajuk 2020 Digital Civility Index (DCI).

Netizen Indonesia termasuk yang diteliti dan menempati ranking bawah yang merupakan tamparan keras bahwa interaksi sosial di era digital diwarnai dengan hal buruk. 

Firzie A. Idris, Assistant Editor Kompas.com saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jum’at (23/7/2021) mengemukakan ada beberapa faktor yang memengaruhi buruknya penilaian DCI Indonesia oleh Microsoft.

Di antaranya karena 47 persen berupa penyebaran hoax, scam, penipuan, sebanyak 27 persen berupa ujaran kebencian, dan 13 persen berupa perlakuan diskriminasi. Sementara itu topik yang paling mengundang reaksi tak sopan di antaranya mengenai agama sebanyak 42 persen, orientasi seksual 37 persen, tampilan fisik 37 persen, politik 36 persen, dan ras 35 persen. 

Namun dia mengungkapkan menurut laporan Microsoft tahun 2021 sebanyak 42 persen peradaban daring diketahui membaik selama pandemi, kesopanan daring lebih baik sebagai akibat dari publik saling membantu membantu dan mempunyai rasa komunitas lebih besar. Sebanyak 17 persen mengatakan keberadaan daring memburuk selama pandemi, karena cepatnya penyebaran informasi palsu dan menyesatkan.

"Ada tiga faktor penyebab mengapa netizen Indonesia dikatakan paling tidak sopan karena adanya kondisi ketidakpastian, faktor kesulitan ekonomi, dan respons rasa frustasi," ujar Firzie. 

Menjadi netizen yang beradab akan membuat ekosistem digital menjadi sehat dan segala bentuk kerugian dapat terhindarkan. Sebab, saat berkomentar tidak sopan, menyinggung SARA, maupun mengandung ujaran kebencian dan mengancam akan membuat seseorang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No.11 Tahun 2008. Di mana dalam UU tersebut disebutkan bila dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kelompok masyarakat tertentu. 

"Ancaman dari UU ITE ini mulai dari hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu tersangka yang dikenakan tuduhan atas pasal tersebut biasanya langsung ditahan oleh pihak kepolisian," kata Firzie. 

Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat I, kali ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital. Kegiatan kali ini menghadirkan pula narasumber lainnya seperti Klemes Rahardja, Founder The Enterpreneur Society, Golda Siregar, Senior Consultant at Power Character, dan Mardiana R.L, Vice Principal in Kinderhouse Pre-School. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.