Hati-hati! Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia

Oleh : Chodijah Febriyani | Kamis, 22 Juli 2021 - 19:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Banyak dari kita yang abai oleh sesuatu yang dikonsumsi oleh pikiran, seperti berita hoax. Fibra Trias Amukti, Editor in Chief Mommies Daily, mengatakan bahwa hoax sama dengan racun bagi pikiran kita. 

Untuk mengatasinya, kiita harus memahami hoaks itu sendiri, karena tujuan hoaks kebanyakan buruk. Meski tujuan hoax buruk, hal ini berkembang pesat di Indonesia. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, terdapat 800 ribu situs penyebar hoaks di Indonesia. Data juga menyatakan, hingga Maret 2021 terdapat 1470 hoaks terkait covid-19.

"Dampaknya menyerang segala aspek. Pada korban, mengganggu kesehatan mental. Korban menjadi mudah marah, cemas, panik berlebihan, dan stress. Dampaknya pada kesehatan fisik membuat orang menjadi malas beraktivitas, susah konsentrasi, sulit tidur, dan malas makan," jelas Fibra, saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, melalui siaran pers yang diterima Industry.co.id.

Di luar kesehatan mental dan fisik, dampak pada hubungan sosial antar masyarakat pun terjadi, seperti meningkatnya konflik, perpecahan, cyberbullying, dan menurunnya empati," tambhanya.

Maraknya hoax ini menjadi isu penting, terutama bagi media selaku pihak yang memproduksi berita. Fibra memaparkan, peran media menanggulangi hoaks dapat dilakukan dengan menjunjung tinggi profesionalisme pers, tunduk pada kode etik jurnalistik, memiliki tanggung jawab sosial untuk menjaga persatuan Indonesia, dan menjaga idealisme serta hati nurani.

Ia mengatakan, banyak orang percaya kepada hoax dan mudah menyebarkannya karena beberapa-hal, seperti hanya membaca judul saja, hanya percaya pada sumber tertentu, malas memverifikasi berita, dan tidak mau ketinggalan demi eksistensi. 

Secara personal, masyarakat juga berperan dan bertanggung jawab dalam meminimalisir penyebaran hoaks. Upaya yang dapat kita lakukan selaku masyarakat, yaitu mengasah diri untuk berpikir kritis dengan cara selalu bertanya dan menjadi pendengar yang aktif. Berpikir kritis ini juga membuat kita memiliki pikiran rasional dan karakter yang kuat. 

"Ciri berita hoax ini biasanya menciptakan kebencian, sumbernya tidak jelas, cenderung tidak netral, memanfaatkan fanatisme terhadap agama, menggunakan judul provokatif, dan memanipulasi foto serta keterangan," tuturnya.

Setelah mengetahui ciri hoax, kita harus menjadi pembaca yang cerdas. Dengan mencari berita pembanding dan memanfaatkan teknologi untuk mengecek kebenaran berita. Kemudian, kita sebagai masyarakat juga penting mengedukasi orang sekitar. Dua generasi yang paling rentan terhadpa hoaks adalah baby boomers karena kemampuan digitalnya lebih rendah dan kemampuan kognitifnya menurun karena usia. 

Di samping itu, generasi anak-anak yang lekat dengan dunia digital perlu diedukasi. Tujuannya, agar anak bisa mencerna informasi yang sehat. Caranya dengan melatih berpikir kritis dan mengenalkan dengan contoh berita hoaks. Langkah terakhir ialah dengan melakukan saring sebelum sharing.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 - untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (19/7/2021) juga menghadirkan pembicara, Aditya Nugraha (Founder Foodia Indonesia), Faqih Ibrahim (Ketua Koordinator Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Siliwangi), Benny Daniawan (Dosen Sistem Informasi Universitas Buddhi Dharma), dan Bianca Utaya sebagai key opinion leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.