Subsidi Energi Tak Tepat Sasaran! Tiga Ekonom Kompak Sebut Subsidi Komoditas Dinikmati Kelompok Orang Kaya Bukan Rakyat Miskin
INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pakar ekonomi sekaligus Senior Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip menegaskan bahwa kebijakan subsidi energi di Indonesia sebaiknya tidak lagi berbabis komoditas, namun berbasis target sasaran (individu, keluarga dan kelompok tidak mampu).
“Subsidi energi dalam bentuk subsidi produk, cenderung lebih banyak yang tidak tepat sasaran. Penerima subsidi justru kelompok penduduk yang mampu, sehingga menciptakan kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok mampu,” kata Sunarsip dalam Focus Group Discussion (FGD) ‘Pengendalian Subsidi Energi di Indonesia’ yang diadakan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, keberadaan dana kompensasi menciptakan bentuk penyimpangan baru dari prinsip-prinsip penerapan tata kelola kebijakan yang baik.
Keberadaan subsidi energi dan dana kompensasi menimbulkan dampak negatif bagi BUMN Energi.
Meskipun bagi BUMN energi dapat mengakuinya sebagai pendapatan, namun tidak menguntungkan secara cash flow, mengingat subsidi dan dana konpensasi baru dapat diterima setelah audit BPK.
Dan bagi APBN, subsidi energi dan dana kompensasi tidak menyehatkan. Selain membebani, juga tidak produktif.
“Menurut saya sudah tidak layak lagi dengan konsep penyaluran subsidi energi. Pemerintah perlu mengalihkan subsidi energi dan merasionalisasi dana kompensasi ke subsidi dan bantuan yang terarah ke sasaran penerima (by target)," papar nya.
"Dana subsidi energi dan dana kompensasi dapat dialokasikan untuk pengembangan EBT, peningkatan moda transportasi massal, dan tentunya untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kurang mampu,” pungkas Sunarsip.
Hal senada juga diutarakan oleh pakar kebijakan publik Universitas Tirtayasa, Ismanto.
Menurutnya, problem utama dari kebijakan pengelolaan subsidi energi terletak pada kebijakan subsidi energi itu sendiri, yaitu kebijakan yang mengandung risiko lebih besar dibanding kemaslahatan yang dihasilkan serta implementasinya.
“Mengingat fungsi primernya, maka kebijakan subsidi akan lebih efektif diarahkan pada model by target, yang metodenya diintegrasikan dengan sejumlah skema yang telah dikembangkan dalam berbagai program bantuan sosial pemerintah,” terang Ismanto.
Kebijakan subsidi energi by target sangat relevan dalam jangka panjang dalam mentransformasi perilaku konsumtif masyarakat dan inefisiensi dunia usaha, termasuk BUMN.
“Meski demikian subsidi by target ini dihadapkan pada tantangan untuk melakukan reformasi SJSN, JKN dan Sistem Ketahanan Bencana (basis data terpadu, integratif, kolaboratif, partisipatif, saintifik),” jelas Ismanto.
Sedangkan pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Nurkholis menyampaikan metode pemberian subsidi yang masih berbasis komoditas tidak tepat sasaran dalam protect the poor.
Masih terdapat masyarakat miskin dan rentan yang belum mendapatkan subsidi dan terdapat masyarakat yang tidak miskin dan rentan atau masyarakat mampu yang menerima subsidi.
“40 persen penduduk termiskin hanya menikmati 36,4 persen subsidi, dan 40 persen penduduk terkaya menikmati hampir 40 persen subsidi. Terdapat anomali dalam dampak kebijakan subsidi dan cukai terhadap masyarakat miskin di Indonesia,” papar Nukholis.
Lebih lanjut ia menyampaikan, kebijakan subsidi energi saat ini belum efektif, dan subsidi energi yang dialokasikan juga belum efisien, karena belum tepat sasaran dalam distribusinya.
Sebaiknya, kata Nurkholis, kebijakan subsidi energy berbasis target.
"Target sasaran didasarkan atas Basis Data Terpadu berupa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ter-update yaitu masyarakat miskin dan rentan. Dan subsidi energi sebaiknya menyatu dalam bansos yang terintegrasi," tandas Nurkholis.