Bercengkrama Bersama Masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari, Lumajang
INDUSTRY.co.id, Lumajang - Masyarakat Suku Tengger, merupakan salah satu suku yang tinggal di Desa Argosari, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Sewaktu saya bersama dengan rekan jurnalis dari Jakarta ke Desa Argosari ini, saya disambut dengan pepohonan, bunga-bunga, perkebunan dan pastinya udara yang sejuk dan embunpun turun dari atas bukit. Sesampai di homestay milik warga Suku Tengger, kami disambut dengan ramah oleh warga sekitar, kami semua
disuguhkan minuman hangat, karena udara di sana cukup dingin. Uniknya, mereka punya alat penghangat tubuh sendiri untuk menghangtakan tubuh mereka. Alat ini dibuat sendiri oleh mereka, yang terbut dari kompor gas tetapi sumbunya ditutupi oleh kawat. Alat ini cukup membuat saya hangat dari hawa dingin di Desa Argosari.
Keesokannya, Kami sempat bercengkrama dengan warga sekitar dan bertemu dengan Ketua Kopdarwis Desa Argosari, Budiyanto. Beliau menceritakan berbagai sejarah suku Tengger, kegiatan apa saja yang mereka lakukan, tempat wisata apa saja dan pastinya budaya yang masih kental di Desanya. Suku Tengger yang tinggal di sini, mempunyai ciri khas mulai dari pakaian yang mereka kenakan. "Salah satunya, ya ini yang saya pakai ikat kepala yang disebut Udeng Wangsu," ujarnya kepada Industry.co.id, Lumajang, Selasa (12/4/2017)
Menurutnya, Udeng Wangsu ini memiliki makna yakni, menjulung ke atas yang artinya kepada yang Maha Kuasa, kemudian ikatan ke depan yang artinya rendah hati, lalu ini tidak diikat mati hanya sekedar ikat saja, yang artinya mengikat rambut merupakan lambang dari otak dari pikiran yang diibaratkan dengan jumlah rambut yang diikat menjadi satu, ya itu untuk tujuan ke yang Maha Kuasa.
"Adapun juga selain Udeng Wangsu, yakni sarung yang dipakai oleh para pria dan wanita, yang bernama Sarung Goyor," ungkapnya. Ia menjelaskan, kalau perempuan ada beberapa aturan pakainya. Sambil meragakan, Ia menceritakan, "Kalau yang ini sudah berkeluarga, lalu kalau disimpul di kanan, ini artinya gadis tetapi sudah ada yang ingin meminang. Lalu kalau yang ini menyerupai jubah 'Batman' artinya masih sendiri. Dari semua simpul ini disebut simpul Kekaweng."
Nah! Kalau untuk para lelaki, tambah Budiyanto, "Ada yang mempunyai arti ketika Ia sedang bekerja keras, jika diikat dipinggang artinya Ia mengandalkan keberanian seperti bekerja menjaga keamanan desa atau keluarga lalu, ada yang artinya mereka digolongan atas, waktu santai, bekerja dengan aktivitas yang tidak terlalu berat, serta jika sarung menutupi punggung yang artinya Ia sedang bekerja di ladang. Dari semua simpul untuk para lelaki disebut simpul Lampin," ceritanya.
Jadi, Ikat Udeng atau Udeng Wangsu dan Sarung Goyor ini merupakan ciri khas dari Suku Tengger di Desar Argosari, Kabupaten Lumajang.
Dari dulu, Sarung Goyor ini memang sangat penting bagi masyarakat Suku Tengger, sampai sekarang kalau ada acara ritual adat, acara pribadi ataupun acara secara umum. Kalau tidak pakai Sarung atau Udeng, bisa jadi pergunjingan.
"Bahkan, sampai saat ini adat itu bagi Kami merupakan kesepatakan yang tidak tertulis, jadi kalau ke acara pakai Udeng atau Sarung saja sendiri tanpa disuruh. Tapi kalau tidak, bisa dibiperbincangkan oleh orang-orang," katanya.
Budaya memakai Sarung dan Udeng ini sejak Suku Tengger sudah ada, tapi dulu yang dipakai bukan sarung tetapi cuma kain saja, ujarnya.
Masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari kebanyakan dari mereka pekerjaan sehari-harinya bercocok tanam atau bertani. Mereka menanam sayur-sayuran holtikultural seperti, kentang, kubis dan bawang.
Menariknya, mereka bertanam di atas tebing-tebing yang miring dengan kemiringan hampir 60 derajat. Desa Argosari ini merupakan berada dikawasan perbukitan dan berada di kaki Gunung Semeru.
Pola pertanian di tebing Desa Argosari sangat rapi, jajaran pepohonan dan rona warna kehijauan membuat mata Saya tak hentinya memandang. Hawa sejuk di pagi haripun menyapa Kami dan rekan-rekan jurnalis dari Jakarta.