Kinerja Ketua MA dapat Dukungan Mantan Ketua BNN dan Bareskrim Polri
INDUSTRY.co.id - Jakarta- —Menurut Anang Iskandar, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, sejak berlakunya UU no 35/2009 sampai sekarang. “Para Hakim Agung di Lingkungan Mahkamah Agung belum sepakat dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika,” ujar purnawirawan polisi jenderal bintang tiga itu.
Meskipun Ketua Mahkamah Agung Prof Harifin Tumpa telah mengeluarkan SE MA no 04/2010 tentang penempatan penyalah guna, korban penyalahgunaan narkotika dan pecandu ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
“Hakim Agung Prof Surya berpendapat penyalahguna diberikan pemidanaan berupa rehabilitasi, sedangkan Hakim Agung Suhadi bersikeras penyalah guna diberikan pemidanaan berupa penjara,” kata Anang.
Dalam catatan pinggir-nya, Anang mengatakan, pada awal menjadi ketua Mahkamah Agung Prof Hatta Ali berpendapat penyalah guna diberikan pemidanaan berupa penjara.
Tetapi menjelang berakhirnya masa tugas sebagai Ketua Mahkamah Agung Prof Hatta Ali justru berpendapat sebaliknya: Lebih tepat terhadap penyalah guna diberikan pemidanaan berupa Rehabilitasi.
Prakteknya sampai sekarang pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika berupa pemenjaraan, praktek model pemenjaraan tersebut “disentil” oleh direktur eksekutif UNODC dalam sambutannya pada peringatan Hari Anti Narkotika Internasioonal tahun 2020 dengan thema : better knowlege for better care.
Kita dianggap kurang care terhadap masalah penyalahgunaan narkotika karena tidak better knowlege.
Kita tahunya narkotika musuh kita bersama, pelakunya harus dipenjara agar jera tapi tidak tahu kalau tujuan UU narkotikanya memberantas pengedar dan menjamin penyalah guna direhab.
“Saya optimis, melihat Ketua MA yang sekarang. Yakin cara pandangnya sejalan dengan buah pikir yang sebaiknya dilakukan bangsa ini,” ujar Komjen (p) Anang Iskandar, yang mengaku memantau pernyataan dan track record Ketua Mahkamah Agung Dr. H.M. Syarifuddin, SH., MH
“Beliau amanah dan punya tanggung jawab besar bagi masa depan bagi lembaga peradilan Indonesia. Yang berjanji akan memenuhi kewajiban sebagai Ketua Mahkamah Agung, dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” tutur Anang.
Menjadi catatan Anang, bahwa Dr. Syarifuddin yang mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial tersebut adalah figur komit memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya.
Pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan, beliau berjanji akan berbakti kepada Nusa dan Bangsa. Syarifuddin mulai meniti karier dengan menjadi hakim di PN Banda Aceh pada 1981. Setelah itu ia dipromosikan menjadi Wakil Ketua PN Muara Bulian, Jambi.
“Beliau amanah dan punya tanggung jawab besar bagi masa depan bagi lembaga peradilan Indonesia”.
Anang Iskandar melihat Dr Syarifuddin kariernya kemudian menanjak menjadi Ketua PN Padang Pariaman, Sumatera Barat. Pada 1999, ia kembali ke kampung halamannya dengan menjadi Ketua PN Baturaja.
Tidak berapa lama, ia dipromosikan menjadi hakim PN Jaksel. Pada 2006, ia dipromosikan menjadi Ketua PN Bandung. Dan tidak butuh lama ia dipromosikan menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Palembang.
Kariernya mulai moncer saat menjadi Kepala Badan Pengawas MA. Lembaganya bertugas memelototi para hakim nakal.
Setelah itu, Syarifuddin lolos ke Mahkamah Agung (MA) dengan menjadi hakim agung pada 11 Maret 2013. Secara perlahan, ia menduduki posisi Ketua Muda MA bidang Pengawasan dan sejak 2016 ia terpilih menjadi Wakil Ketua MA bidang Yudisial.
Di luar karier hakim, saat ini Syafruddin juga menjadi Ketua Ikatan Alumni UII Yogyakarta, menggantikan Mahfud MD. Pria kelahiran Baturaja, Sumatera Selatan pada 17 Oktober 1954 itu menegaskan tekadnya untuk melanjutkan pembaruan peradilan dan percepatan pencapaian visi mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung
“Beliau sosok hakim profesional yang bekerja dengan mengandalkan hati nurani,” ujar Anang Iskandar menyebut figurKetua MA yang baru itu, Ketua MA periode 2020-2025. “Adalah hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk memutus sebuah perkara yang ditangani,” jelasnya.
Dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tentang hal ini, Hakim di seluruh Indonesia juga paham, dalam memutus perkara.
“Bahwa hakim itu diberi kewajiban dan kewenangan Justice For Health,” ujar Anang mengutip UU juga mewajibkan hakim untuk memperhatikan kewenangan Justice For Health agar penyalah guna dijatuhi sanksi rehabilitasi baik terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah di pengadilan.
Anang yakin, figur Ketua MA ini merupakan Hakim Agung yang berpendapat penyalah guna diberikan pemidanaan berupa rehabilitasi, bukan pemidanaan berupa penjara. Putusan dari UU narkotikanya memberantas pengedar dan menjamin penyalah guna direhab.