Praktik Dulu, Teori Belakangan
INDUSTRY.co.id - Perguruan Tinggi (PT) sebagai gerbang akhir pembelajaran formal seseorang pada umumnya menganut sistem pembelajaran bertingkat. Dimulai dari teori dasar di awal perkuliahan, dilanjutkan ke teori menengah, teori lanjutan dan terakhir (jika ada) adalah sedikit praktek yang diwujudkan dalam bentuk magang, kuliah kerja nyata (KKN) ataupun bentuk-bentuk kuliah praktek umumnya. Bagian praktek selalu diletakkan di akhir dengan pemikiran bahwa mahasiswa perlu belajar teori dulu sehingga punya dasar pemikiran yang kuat dan ketika mereka praktek tidak memalukan almamaternya.
Praktek demikian ini telah berjalan selama puluhan tahun, paling tidak sejak penulis kuliah di awal tahun 1990an sampai dengan saat ini praktek ini masih belanjut. Bahkan dalam beberapa kasus, banyak Perguruan Tinggi yang tidak menyelipkan praktek selama kuliahnya. Banyak PT yang meniadakan magang ataupun KKN.
Pemikiran yang melandasi peniadaan mata kuliah praktek ini adalah adanya anggapan bahwa nanti mahasiswa juga akan praktek sendiri ketika mereka bekerja, sehingga lebih baik selama perkuliahan mahasiswa dijejali dengan teori sehingga hasilnya adalah lulusan yang siap latih dan bukan siap kerja karena memang tidak diarahkan kesana.
President University, sejak awal didirikan pada tahun 2001 telah menerapkan magang selama satu tahun untuk setiap mahasiswanya. Dalam berbagai kesempatan visitasi akreditasi, magang satu tahun ini hampir selalu dipertanyakan asesor yang sebagian diantaranya tidak setuju dengan konsep magang. Alasannya adalah jatah mata kuliah teori yang berkurang, tidak jelasnya capaian pembelajaran yang ingin dicapai melalui magang, dsb.
Padahal pengalaman kami menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen peserta magang ditawari pekerjaan oleh perusahaan dimana mereka magang ketika mereka lulus nanti. Hal inilah yang menyebabkan 93,6% lulusan President University telah mendapatkan pekerjaan sebelum mereka diwisuda.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dengan cerdas mengenalkan konsep kampus merdeka, dimana magang menjadi salah satu muatan utama yang disarankan kepada semua Perguruan Tinggi untuk memberikan pengalaman magang kepada anak didiknya.
Bahkan waktu magang bisa sampai 2 semester atau 1 tahun dengan tujuan supaya mahasiswa memiliki pengalaman yang cukup di dunia kerja. Sebagai seorang pengusaha, Nadiem paham betul bahwa terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan harapan dunia industri terhadap lulusan PT dibandingkan dengan ketersediaan tenaga kerja alumni PT yang lebih siap latih namun belum siap kerja.Tanpa praktek, pendidikan yang berorientasi kepada teori akan mudah dilupakan. Mengajarkan teori bersepeda atau berenang akan lebih susah dan menjadi tidak berguna. Lebih baik langsung diajarkan berenang dan teori pelan-pelan diajarkan.
Prinsip inilah yang terus mengganggu penulis sebagai pendidik. Pengalaman sebagai dosen selama lebih dari 17 tahun dan latar belakang sebagai pengusaha, saat ini membawa kepada suatu aksioma bahwa pendidikan di Perguruan Tinggi seharusnya praktek dulu dan teori belakangan. Pemikirannya adalah seperti mengambil analogi belajar berenang akan lebih cepat jika langsung masuk ke kolam dan teori belakangan. Dengan demikian, ketika siswa diajarkan teori berenang lebih cepat paham karena sudah tahu permasalahan dan medannya.
Ketika penulis kuliah dulu, baik di level Sarjana maupun Master, dan belajar mata kuliah manajemen keuangan merasa sebagai mata kuliah yang sulit dipelajari dengan banyak istilah-istilah yang susah dimengerti kegunaan ataupun fungsinya. Ketika beralih ke pelajaran pasar modal dan strategi bermain saham, maka mata kuliah tersebut pada waktu itu terasa tidak relevan dan jauh dari angan-angan sehingga muncul kemalasan untuk mempelajarinya dan akhirnya hanya mengejar asal lulus saja.
Saat ini, sekian puluh tahun kemudian, ketika mulai masuk langsung ke pasar saham, baru menyadari bahwa ternyata banyak sekali istilah dan strategi mencari untung di pasar saham, yang dulu sudah pernah diajarkan oleh para dosen dan ternyata sebetulnya sangat berguna namun saat ini sudah dilupakan dan harus belajar lagi dari nol. Seandainya dahulu langsung belajar buka akun dan langsung bermain saham sambil belajar teorinya, mungkin saat ini sudah menjadi seorang ahli di bidang pasar modal.
Kenyataan ini sungguh memprihatinkan dan oleh karenanya penulis berpikir bahwa seharusnya siswa belajar praktek dulu baru teori. Walaupun secara pedagogi mungkin dianggap aneh dan tidak lazim, namun fakta juga menunjukkan bahwa banyak pengusaha atau orang sukses yang berasal dari praktek dulu baru kemudian secara otodidak belajar teorinya.
Win loose scenario
Ketika penulis mendiskusikan konsep ini dengan beberapa teman pengusaha, maka respon mereka adalah bahwa kondisi tersebut, yaitu praktek dulu baru teori adalah skenario win loose. Win bagi Perguruan Tinggi karena mahasiswa mereka akan menjadi manusia yang handal baik di praktek maupun teori namun loose bagi perusahaan karena harus menerima mahasiswa yang masih nol ketika magang.
Untuk itu perlu kebesaran hati para perusahaan dalam menerima mahasiswa yang masih nol ketika magang. Anggaplah sebagai suatu kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) bagi pembentukan generasi masa depan bangsa.
Solusinya adalah magang atau bentuk praktek lainnya tidak diletakkan di tahun pertama, namun di pertengahan perkuliahan, sehingga mahasiswa yang magang sudah lebih siap secara mental dan di tahun pertama lebih digunakan sebagai tahap persiapan untuk pembentukan mental, social skills dan skills lainnya yang dibutuhkan ketika mahasiswa mulai praktek nantinya.
Alternatif lainnya adalah mahasiswa magang di pagi sampai sore hari. Kemudian setelah pulang kantor mahasiswa lanjut dengan belajar melalui sistem daring. Pandemi Covid-19 ini di sisi yang lain juga telah membawa perubahan, yaitu kampus dipaksa untuk mengikuti pembelajaran secara daring.
Dengan demikian mahasiswa bisa magang atau kuliah praktek lainnya sambil belajar di malam harinya.
Tanpa terobosan yang berarti dan mengikuti praktek pendidikan yang relatif tidak berubah selama bertahun-tahun akan membuat bangsa kita sulit keluar dari jebakan teori, yang sangat diperlukan namun belum cukup untuk menjadikan seseorang sebagai siap kerja.Oleh: Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto, Rektor President University