Lesunya Pasar Ritel, PT Matahari Putra Prima Tbk Akan Kaji Lokasi Gerai, Penutupan Jadi Last Option

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Jumat, 30 Maret 2018 - 08:24 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Perusahaan ritel nasional anak usaha Grup Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) adalah salah satu pemain di bisnis ritel yang harus menerima pukulan akibat melemahnya daya beli, serta berubahnya pola belanja masyarakat.

Beberapa strategi pun disiapkan agar perusahaan bisa menikmati laba kembali di tahun ini.

Tahun 2017 lalu menjadi tahun yang penuh tantangan buat PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), selaku perusahaan ritel pemilik gerai Hypermart, Foodmart, SmartClub dan Boston.

Pada semester pertama tahun lalu, kinerja keuangan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) cukup terpukul dengan turunnya pendapatan hingga 3% menjadi Rp6,7 triliun, dibanding periode yang sama tahun lalu Rp6,92 triliun.

Sedangkan tingkat pertumbuhan rata-rata penjualan tiap toko (same store sales growth/SSSG) masih negatif.

Sepanjang semester I-2017, perseroan tercatat mengalami kerugian bersih sebesar Rp 189,83 miliar.

Padahal di periode yang sama di tahun sebelumnya MPPA berhasil mengantongi laba bersih Rp 24,89 miliar. Pun beban penjualan naik dari Rp 82,1 miliar jadi Rp 111,2 miliar.

Beban umum dan administrasi juga naik dari Rp 963,52 miliar jadi Rp 1,07 triliun.

Dalam pernyataan tertulisnya saat itu, Public Relation & Communication Director MPPA, Danny Kojongian mengatakan, perseroan telah melakukan berbagai upaya efisiensi biaya, dan berhasil menurunkan biaya umum dan administrasi sebesar 16,5% dari Rp584 miliar di kuartal pertama 2017 menjadi Rp488 miliar di kuartal kedua 2017.

Restrukturisasi bisnis yang dilakukan perseroan sejak 18 bulan lalu juga disebutkan mulai membuahkan hasil, yaitu penjualan MPPA secara konsisten lebih baik dari kompetitor utamanya di bidang hipermarket atau supermarket dalam retail modern.

Dari divisi fresh food dan grocery masing-masing mencetak pertumbuhan 2,5% dan 0,7% di semester I/2017.

Pertumbuhan penjualan secara keseluruhan mengalami dampak yang berasal dari pertumbuhan penjualan yang lemah dari elektronik dan peralatan rumah tangga terkait dengan proses restrukturisasi dan koreksi ketidakseimbangan ragam produk.

"Walaupun keadaan kinerja penjualan yang relatif datar, marjin laba bruto dan biaya operasional diharapkan akan meningkat sebagai hasil dari upaya restrukturisasi tersebut," ujarnya medio Agustus 2017 lalu.

Perseroan juga mengungkapkan, marjin laba bruto MPPA di semester I/2017 menurun 100 basis poin dari tahun lalu menjadi 14,9%, sebagian besar disebabkan oleh investasi pada strategi pricing perseroan yang menurunkan harga pada lebih dari 5.000 jenis barang untuk meraih kembali posisi kompetitif dengan fokus tertentu pada beberapa jenis barang penting pada sektor minimarket.

Menurut Danny, indikasi awal dari strategi pricing ini membuahkan hasil positif.

Salah satu dari perubahan strategis utama dari proses restrukturisasi adalah perubahan metode shift to cost yang memungkinkan MPPA mengarahkan model bisnisnya lebih baik dengan pemberdayaan informasinya pada tingkat SKU (stock keeping unit) produk.

Selain itu, strategy for growth MPPA berfokus pada lima pilar, dimana pilar kelima, bisnis omni-channel, mulai mendapatkan daya tarik dimana konsumen modern Indonesia secara berkelanjutan mengadopsi gaya hidup digital dan teknologi ponsel pintar dalam aktivitas dan belanja harian mereka.

Sekadar diketahui, keberhasilan MPPA menekan angka efisiensi juga diikuti perolehan pendapatan sebesar Rp170 miliar atau menurun dari keuntungan bersih Rp25 miliar yang dicapai tahun lalu, yang sebagian besar disebabkan oleh tingkat penjualan lebih rendah, marjin laba bruto yang lebih rendah dan allowance terhadap piutang yang dicatat pada kuartal pertama tahun ini.

Memasuki tahun ini, perseroan pun menyiapkan strategi untuk menghadapi potensi pelemaan daya beli dan perubahan pola belanja masyarakat yang masih akan berlanjut.

Disebutkan Danny, pola belanja masyarakat saat ini melemah salah satunya akibat kecenderungan saving.

Saat ini, pola belanja masyarakat sudah berbeda. Mulai selektif dalam harga produk. Hypermart tentu saja harus adaptasi dan mengikuti trend ini," kata Danny usai peluncuran program "Belanja tanpa Nyampah, Pilah Sampah itu Mudah", bersama Yayasan Unilever Indonesia, di Hypermart Pakuwon Mal Surabaya medio Desember 2017 lalu seperti dilansir Surya.

Langkah yang bakal dilakukan MPPA, kata Danny, adalah kembali fokus pada penjualan barang-barang kebutuhan dasar, makanan, grocery, barang-barang segar, dan produk-produk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Manajemen optimistis jika penjualan difokuskan pada produk-produk ini, perseroan bisa menikmati peningkatan penjualan kembali setelah sempat menurun tahun lalu.

"Tahun 2018 kami akan kembali fokus barang-barang yang basic, makanan, grocery, barang-barang segar, dan produk-produk yang tiap hari diperlukan. Kami optimis bisa meningkatkan pendapatan setelah tahun 2017 ini penuh dengan tantangan," ujarnya.

Perihal menurunnya penjualan tahun lalu, Danny menyebut pasar sudah mengalami banyak perubahan, termasuk pola belanja masyarakat yang sekarang cenderung menyimpan dananya ketimbang berbelanja.

Menyiasati hal ini perseroan akan menggelar program-program untuk menarik konsumen yang salah satunya diskon produk tertentu hingga 70%.

Hal ini juga dilakukan termasuk untuk mengurangi stok barang, terutama produk jangka panjang, agar perseroan bisa fokus ke produk yang perputarannya lebih cepat. Salah satunya produk elektronik.

Langkah tersebut juga akan dibarengi dengan menyiapkan toko online, dan lebih agresif memanfaatkan channel dan trend belanja lewat e-commerce.

"Pastinya kami akan ikut (menggelar belanja lewat online). Untuk jangka panjang e-commerce Hypermart kami targetkan hingga 2020 mulai ada pelayanan online secara full," imbuhnya.

Sayangnya Danny tak berkenan menyebut berapa target penjualan di tahun ini.

Ia hanya menyebut manajemen tidak mentargetkan pertumbuhan lebih dari dua digit.

Baru-baru ini, perseroan telah mendapatkan restu dari para pemilik saham untuk menerbitkan saham baru (rights issue) pada kuartal I-2018, dengan jumlah maksimal 3 miliar saham.

Persetujuan tersebut ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Imperial Klub Golf, Karawaci, Tangerang (19/02/2018).

Hasil dari emisi saham baru ini akan dialokasikan untuk pembayaran utang, plus menambah modal perusahaan.

"Pendanaan ini bukan untuk bayar utang saja, tapi juga buat modal perusahaan. Lebih detailnya belum bisa kami sampaikan karena masih menunggu pesetujuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," kata Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan Fernando Repi usai RUPSLB.

Menegaskan apa yang telah dikatakan Danny Kojongian sebelumnya, Fernando menyebutkan bahwa ada empat hal utama yang akan dilakukan perusahaan tahun ini.

Pertama, fokus menjual produk kebutuhan sehari-hari (basic product), lalu melakukan review SKU (Stock Keeping Unit) di luar produk kebutuhan dasar (basic product).

Langkah berikutnya perusahaan juga akan me-review sejumlah lokasi gerai. Bisa space-nya terlalu besar, kami kurangi.

Kalau ekspansi pasti. (Namun) untuk tutup gerai itu last option lah, belum kepikiran sama sekali," paparnya.

Langkah keempat, lanjut Fernando, adalah mendorong produktivitas karyawan.

Hingga saat ini perseroan belum menerbitkan laporan keuangan sepanjang tahun 2017, setelah mengumumkan mengalami rugi bersih Rp189 miliar pada Semester I/2017.

"Target keuangan perusahaan nanti akan kami sampaikan dalam RUPS tahunan, sekitar April. Pasti kita berharap pendapatan naik. Caranya ya dengan empat hal itu," tandasnya seperti dilansir CNBC Indonesia.