Merebut Kembali Kejayaan Rempah Indonesia
INDUSTRY.co.id - Sejak tahun 1500-an memang warga negara Eropa datang ke Indonesia lantaran kaya dengan rempah-rempah. Mulai Sulawesi, Maluku, Kalimantan, hingga Sumatera, semua lumbung rempah-rempah.
Siapa yang tak kenal kemanjuran rempah-rempah Indonesia untuk bumbu masakan? Dari nasi goreng sampai rendang yang sudah dikenal luas di dunia kuliner internasional. Rempah-rempah asli Indonesia memberi aroma dan rasa yang khas pada berbagai jenis masakan.
Namun tak hanya pada masakan, aroma rempah juga dapat terwujud dalam berbagai produk lain, seperti lilin beraroma rempah. Ada lagi berbagai cerita roman sejarah yang menarik dari kekhasan aroma rempah Indonesia. Salah satunya diangkat oleh para mahasiswa S1 Event Prasetiya Mulya, menjadi sebuah acara yang bertajuk “Rempah; Charity Gala Dinner”, di kampus Universitas Prasetiya Mulya-Serpong, akhir Juli 2017.
Alkisah diceritakan seorang gadis Banda di Indonesia bernama Dewi Oetari, yang jatuh cinta pada seorang keturunan Belanda bernama Jansen. Keduanya menyukai rempah-rempah Indonesia dan secara khusus memiliki kesamaan minat mendalami berbagai hal terkait dengan jenis rempah pala. Sampai pada sebuah perjalanan di mana keduanya menemukan tantangan terkait sejarah nenek-moyang mereka di masa lalu.
Dewi Oetari menyimpan cerita masa lalu yang mencipta dendam dalam hati, tentang kakek buyut Jansen, J.P Coen, mantan penguasa organisasi dagang Belanda, VOC, yang menjajah Indonesia dan membunuhi orang-orang Indonesia, termasuk kakek-nenek Dewi Oetari di Banda. Jansen sendiri tak dapat mengelak dari sejarah kelam nenek-moyangnya itu. Sampai pada akhirnya, kecintaan mereka pada rempah Indonesia, khususnya pala, mendamaikan api-sekam dalam hubungan cinta mereka.
Dua sejoli ini akhirnya menikah dengan saling menghormati keberagaman masa lalu masing masing, dan mencipta terus benih-benih persaudaraan antar kedua negara asal melalui minat mereka dalam mendalami rempah pala.
Christina Yosevina, Direktur Program Sarjana Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya, mengatakan, memperkenalkan hasil eksplorasi rempah tidak hanya sebagai bumbu makanan, tapi juga ada beberapa hal misalnya seperti yang diperkenalkan para mahasiswa membuat lilin beraroma rempah.
Jadi menurut Yosevina, melihat sesuatu bukan hanya dengan menggunakan saja, tapi misalnya ketika melihat rempah-rempah, harus bisa memproyeksikan apa yang bisa dilakukan dengan rempah-rempah itu. Contohnya seperti yang dilakukan mahasiswa di kampus Universitas Prasetiya Mulya.
“Mereka membuat acara Rempah Charity Gala Dinner, dengan makanan berbumbu dan souvenir beraroma rempah-rempah, story telling serta segala hiburan terkait dengannya,” ujarnya.
Kekayaan Rempah
Disebut sebut ada 14 Jenis Rempah-rempah Indonesia yang Telah Mendunia. Cengkeh, Pala, Lada, Andaliman, Kapulaga, Kayu Secang, Kayu Manis, Mesoyi, Kemukus, Pulosari, Kecombrang, Daun Gedi, Bunga Talang, Bunga Lawang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri pun telah menyampaikan tekadnya agar merebut kembali kejayaan rempah-rempah Indonesia yang dulu banyak diminati negara Eropa. Seperti yang diungkapkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat menggelar rapat koordinasi pembenihan/pembibitan di Makassar, awal Agustus 2017.
Amran mengatakan pemerintah mulai mencanangkan hal tersebut pada tahun ini setelah berbagai komoditas pertanian, padi, bawang, kedelai, dan jagung, mulai stabil. Apalagi sektor perkebunan dan hortikultura, khususnya rempah-rempah, di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Sejak tahun 1500-an memang warga negara Eropa datang ke Indonesia lantaran kaya dengan rempah-rempah. Mulai Sulawesi, Maluku, Kalimantan, hingga Sumatera, semua lumbung rempah-rempah. Empat provinsi tersebut kini telah dipetakan Kementerian Pertanian serta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, sehingga, untuk tahapan awal, kata dia, pemerintah berfokus melakukan pembibitan.
Contohnya, lanjut Amran, Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan ditanami lada, Maluku ditanami cengkeh, pala, dan mete, lalu Aceh dan Bengkulu ditanami kopi. Semua daerah yang memiliki potensi, di angkat. Sedangkan untuk stimulus bagi para petani, Amran mengatakan sudah menyiapkan bibit dan pupuk bersubsidi. Pemerintah akan memberikan edukasi kepada para petani dengan melibatkan mahasiswa dan kalangan dosen. Ada pendampingan yang disiapkan. Termasuk menyiapkan penyaluran melalui kredit usaha rakyat (KUR).
Bagaimana pasar rempah di dunia? Mengutip luxury-insider.com dan tribunnews.com, inilah daftar rempah-rempah paling mahal di dunia. Pertama. Safron adalah rempah yang menduduki posisi sebagai bumbu paling mahal di dunia. Harga rempah yang berasal dari Asia Tengah dan India ini bisa mencapai US$ 5.000 per pound atau sekitar Rp 146,58 juta per kilogram (dengan kurs Rp 13.326 per dollar AS).
Safron berasal dari bunga Crocus Sativus, tepatnya bagian dari putik bunga. Perlu antara 50.000-75.000 bunga untuk menghasilkan satu pound safron kering. Proses pengeringan ini memakan waktu kurang lebih 20 jam. Saat ini, Spanyol, Italia, Yunani, India, dan Iran membudidayakan safron dengan serius. Tapi, safron kualitas terbaik berasal dari Kashmir. Safron dipakai untuk bumbu masak, bahan kosmetik, parfum, hingga pengobatan.
Kemudian Vanila panili. Pilih mana saja, sama mahalnya.
Harga rempah beraroma manis ini bisa mencapai Rp 5,86 juta per kilogram.Ini adalah harga biji vanila. Jangan salah membedakan dengan esens vanila yang kerap ada pada es krim, kue kering, atau kudapan lain. Vanila paling mahal berasal dari Meksiko dan Madagaskar. Kedua negara ini dianggap sebagai produsen terbaik vanila di dunia. Selanjutnya Kapulaga. Harga kapulaga di pasar internasional mencapai Rp 879.516 per kilogram.
Sama seperti dua rempah termahal, penyokong harga kapulaga adalah proses panen yang padat karya. Kapulaga berasal dari Guatemala dan India barat daya. Kedua wilayah ini merupakan eksportir terbesar kapulaga. Kapulaga hitam terutama dipakai untuk bumbu kari dan briyani. Sedangkan kapulaga hijau biasanya dipakai untuk menambah rasa pada kopi, teh, dan kue-kue.
Sementara Cengkeh adalah rempah Indonesia paling tenar.
Kepulauan Maluku menjadi sumber utama cengkih. Saat ini, Zanzibar, India, Madagaskar, Pakistan, dan Sri Lanka pun membudidayakan tanaman ini. Di pasar internasional, harga cengkih berkisar Rp 293.172 per kilogram. Selain bumbu dan parfum, cengkih juga memiliki kandungan anti oksidan dan bisa menurunkan gula darah.
Begitu juga dengan Kayu Manis. Sri Lanka, India, dan Indonesia menjadi tiga negara produsen kayu manis besar di dunia. Harga kayu manis di pasar internasional sekitar Rp 175.903 per kilogram. Kayu manis dipakai untuk penyedap dan penambah rasa untuk kue, bahkan kopi dan teh. Kayu manis pun dipakai untuk parfum, aromaterapi, disinfektan serta pengobatan tradisional.
Sedangkan Lada Lada hitam merupakan salah satu rempah yang paling banyak dipakai di dunia. Transaksi rempah ini pun cukup besar. Harga lada di pasar internasional berkisar Rp 87.950 per kilogram. Negara-negara beriklim tropis menjadi produsen bumbu pedas ini. Vietnam tercatat sebagai produsen dan eksportir lada terbesar dunia.
Terakhir adalah Kunyit. Penggunaan kunyit makin luas di seluruh dunia. Kunyit sangat umum dipakai di wilayah Asia Selatan dan Tengah untuk bumbu kari. Kunyit pun menjadi pewarna alami dan antiseptik. Harga kunyit di pasar internasional sama dengan lada di sekitar Rp 87.950 per kilogram.