Produksi sawit Indonesia Terancam

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Sebagaimana diketahui kita semua, Pemerintah melakukan bersih-bersih untuk sawit dalam kawasan hutan dengan keputusan kemenhut no 36 tahun 2025 tentang subyek hukum perusahaan perkebunan tertanam dalam kawasan hutan yang tidak berizin kehutanan dan Perpres No 5 tahun 2025 tentang penertiban Kawasan Hutan. Peraturan ini mengedepankan peran Kementerian Pertahanan dan Kejaksaan Agung serta institusi kepolisian.
Bahwa melalui peraturan tersebut, institusi yang dibebankan tugas dalam penertiban kawasan hutan memiliki legitimasi untuk melakukan penertiban. Selain itu, saya menganalisis ada alur proses dimana AGRINAS akan mengelola perkebunan sawit tersebut melihat contoh misalnya kebun sitaan negara karena korupsi yang menimpa PT. Duta Palma seluas 210.000 ha, dikelola oleh Agrinas. Agrinas di sulap menjadi BUMN sawit terbesar saat ini yang hampir saja menyamai luasan PTPN yang juga merupakan perusahaan perkebunan sawit BUMN sejak 1970 an. Jika semua perusahaan perkebunan sebagaimana yang ditetapkan oleh KLHK seluas 317.000 ha akan dikelola oleh Agrinas, maka Agrinas akan menjadi BUMN sawit Indonesia terbesar.
Lalu apa dampak bagi produksi sawit?
Tahun 2024 lalu, produksi sawit indonesia sebesar 52 juta ton. Bahkan lebih rendah dari 2023 sebesar 54 juta ton. Selain itu, ekspor pun menurun di tahun 2024sebesar hanya 29 juta ton dan ini pun lebih rendah dari 2023 sebesar 32 juta ton.
Dengan situasi saat ini, operasi tentara dan lain-lain di wilayah perkebunan saat ini dan akan di ambil alih oleh negara nantinya tentu akan berimplikasi pasif nya perkebunan 317.000 ha tersebut bahkan 3,4 juta ha tidak akan dikelola/dirawat dan diolah lagi. Jika 317.000 ha tersebut tidak dikelola atau lambat di kelola maka sawit itu akan rusak. Prediksi saya akan tergerus produksi CPO (crude palm Oil) sebesar 1,3 juta ton. Jika pemerintah agresif tanpa mempertimbangkan matang, dengan cara kekerasan, dengan cara Paksa tanpa ruang dialog (maksudnya ambil alih semua 3,4 juta dalam kawasan hutan) maka akan tergerus produksi CPO nasional sebesar 13,6 juta ton. Artinya, jika produksi COO tahun 2024 sebesar 48 juta ton dikurangi 13,6 juta ton maka, produksi CPO indonesia hanya sebesar 35 juta ton CPO yang dihasilkan. Ini jika di ambil alih semuanya (pasal 110 A dan 110 B UU CK). Melihat kemampuan Negara dalam mengelola perkebunan, belajar dari PTPN, ada masalah dalam produktivitas dan tidak serius mengelola sawit dan buktinya banyak masalah management seperti korupsi dan lain-lain di beberapa tahun terakhir. Maka kalaupun tetap dikelola oleh negara, sayapun tidak yakin produksi akan lebih baik.
Apa masalah lain bagi Indonesia jika produksi menurun?
Pemerintah memacu industri biodiesel untuk produksi B40 dan bahan bakunya tentu dari minyak sawit. Saya memprediksi, untuk kebutuhan B40 tersebut akan memakan minyak sawit kurang lebih sekitar 15 juta ton. Jika produksi menurun, maka ekspor akan turun juga dan secara otomatis devisa negara akan berkurang. Tahun 2024, devisa yang dihasilkan dari sawit sebesar 27,76 miliar dolar AS atau setara dengan 440 Triliun. Angka ini diperoleh dari ekspor minyak sawit tahun 2024 sebesar 29,5 juta ton. Kesimpulannya, kalau produksi berkurang seperti yang saya sampaikan di atas, maka 2025 devisa kita akan berkurang dari sawit atau lebih rendah dari Rp. 440 Triliun seperti di 2024.belum lagi saat ini, pemerintah menaikan Pajak ekspor dan pungutan ekspor hampir 230 USD/Mt. Jika seperti ini, akan merugikan negara sendiri. Sebagaimana kita ketahui, pendapatan negara hingga februari sudah menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Negara perlu mempertimbangkan segalanya. Apalagi Banyak BUMN sedang menghadapi banyak masalah khususnya BUMN yang mengelola sumber daya alam. Jangan sampai, ingin mengambil kue tapi rupanya kue yang diambil dan dimakan tersebut membuat sakit perut”.