Ngeri! Ini Hitung-hitungan Ekonom Jika Sektor Otomotif Tak Diguyur Insentif

Oleh : Ridwan | Kamis, 16 Januari 2025 - 08:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pasar mobil Indonesia mengalami stagnan di kisaran 1 juta unit sejak tahun 2014 hingga 2023. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya, rendahnya daya beli akibat penurunan kelas menengah.

Pengamat Ekonomi, Raden Pardede menyebut bahwa kelas menengah akan menjadi penentu arah pasar mobil ke depan di Tanah Air.

"Intinya, pasar mobil bakal menguat tajam jika Indonesia mencapai visi Indonesia 2045, yakni pendapatan nasional bruto per kapita bisa US$ 30.300, pertumbuhan ekonomi 7-8% per tahun, dan populasi berpenghasilan menengah sebesar 80%," kata Raden Pardede dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk "Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah" di Jakarta, kemarin.

Dirinya mengatakan, sektor otomotif nasional pernah mengalami pemulihan signifikan pada tahun 2021. Hal ini didukung oleh inisiatif pemerintah seperti subsidi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Tercatat, penjualan mobil pada tahun 2021 meningkat lebih dari 300 ribu unit dibandingkan tahun 2020, dan juga memberikan dampak positif terhadap industri suku cadang dan komponen.

"Namun, setelah subsidi PPnBM dicabut pada 2023, penjualan mobil menurun hampir 40.000 unit dibandingkan 2022, dan terus menunjukkan tren penurunan yang berlanjut," terangnya.

Menurutnya, insentif dapat meningkatkan permintaan terhadap input di sektor industri (backward linkage) sebesar Rp 36 triliun dan output di sektor otomotif (forward linkage) Rp 43 triliun. 

Program PPnBM DTP juga melibatkan 319 perusahaan komponen tingkat 1, mendorong kinerja industri tingkat 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM. 

Sementara itu, Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto mengungkapkan, pasar mobil di Tanah Air membutuhkan intervensi cepat, karena kondisi semakin berat. 

Adapun perbaikan fundamental, berupa penguatan daya beli dan akselerasi pertumbuhan ekonomi merupakan solusi jangka panjang.

Berdasarkan hitungan LPEM Universitas Indonesia, dengan asumsi opsen pajak diberlakukan di semua wilayah, tarif PKB maksimum 1,2%, dan BBNKB 12%, total pajak mobil naik menjadi 48,9% dari harga dibandingkan sebelumnya sebesar 40,25%. Akibatnya, harga mobil baru naik 6,2% di tengah belum pulihnya daya beli masyarakat. 

Dia menyebutkan, dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil tahun ini diprediksi turun 9,3% menjadi sekitar 780 ribu unit tahun 2025. 

Salah satu opsi insentif yang bisa dipertimbangkan pemerintah adalah diskon PPnBM untuk mobil berpenggerak 4x2 dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 80%, seperti yang dilakukan pada 2021. 

"Dengan diskon PPnBM 5% alias tarif PPnBM 10%, harga mobil bisa diturunkan 3,6%, yang bisa memicu tambahan permintaan 53.476 unit," kata Riyanto.

Selanjutnya, dengan diskon PPnBM 7,5% atau tarif 7,5%, harga mobil bisa turunkan 5,3%, dengan tambahan  permintaan 80.214 unit. 

Kemudian, jika diskon PPnBM 10%, harga mobil turun 7,1% yang akan memicu tambahan permintaan 106.592 unit. Terakhir, dengan PPnBM 0%, harga mobil turun 10,7% yang akan memicu tambahan permintaan 160 ribu unit. 

Menurutnya, pemberian insentif ini bakal berdampak positif terhadap ekonomi. Kontribusi industri mobil baik langsung dan tidak langsung terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai Rp 177 triliun dengan tarif PPnBM 10%, lalu Rp 181 triliun dengan PPnBM 7,5%, Rp185 triliun PPnBM 5%, dan Rp194 triliun dengan PPnBM 0%, dibandingkan skema business as usual Rp168 triliun. 

Selain itu, akan ada tambahan tenaga kerja otomotif sebanyak 7.740 orang dengan PPnBM 10%, lalu 11.611 orang (PPnBM 7,5%), 15.481 orang (PPnBM 5%), dan 23.221 orang (PPnBM 0%). 

Adapun tambahan tenaga kerja dalam perekonomian (multiplier) mencapai 15.790, 23.685, 31.581, dan 47.371 orang, dengan PPnBM masing-masing 10%, 7,5%, 5%, dan 0%. 

Riyanto juga mengusulkan PPnBM mobil murah tahun ini bisa dikembalikan ke 0% dari saat ini 3%. 

"Insentif PPnBM untuk mobil pertama layak dipertimbangkan, bersama lokalisasi, ekspor, dan litbang karena bakal berimbas positif terhadap industri otomotif," tutupnya.