Gawat! Tak Disuntik Insentif Tambahan, Penjualan Mobil di Tanah Air Bakal Kolaps
INDUSTRY.co.id -Jakarta – Pemerintah telah mengeluarkan seumlah insentif untuk mendongkrak kinerja sektor otomotif nasional. Adapun, insentif tersebut diberikan secara khusus untuk kendaraan listrik dan hybrid.
Rinciannya, kebijakan insentif untuk kendraan listrik berbasis baterai (BEV) yang sudah lebih dahulu diberlakukan yakni, insentif PPN DTP 10 persen untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Kemudian ada PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15 persen, serta pembahasan bea masuk impor mobil listrik CBU. Terbaru, pemerintah juga baru saja memberikan insentif fiskal sebesar 3% untuk kendaraan berbasis teknologi hybrid.
Meski demikian, industri otomotif membutuhkan tambahan insentif untuk menjaga kinerja penjualan di tahun 2025. Hal ini dibutuhkan seiring besarnya tantangan yang dihadapi seperti, kenaikan PPN 12%, penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Tanpa tambahan insentif, penjualan mobil di 2025 dikhawatirkan akan berada di bawah 800 ribu unit. Sebaliknya, dengan skenario tambahan insentif, pasar mobil bisa diselamatkan dengan estimasi panjualan 900 ribu unit.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Trasportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Setia Diarta menyebut bahwa industri otomotif diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih besar pada tahun 2025.
“Tahun 2024, industri otomotif kontraksi sebesar 16,2%. Penurunan ini disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat serta kenaikan suku Bungan kredit kendaraan bermotor,” katanya dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk “Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah” di Jakarta (14/1).
Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi kontribusi ekonomi Indonesia dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2025, Kemenperin secara aktif menyampaikan usulan insentif dan relaksasi kebijakan kepada pemangku kepentingan terkait.
Adapun, beberapa usulan insentif dari Kemenperin meliputi PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3%. Insentif PPN DTP untuk kendaraan EV sebesar 10% untuk ke ndaraan industri kendaraan listrik, dan penundaan atau keringanan pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB.
“Saat ini sebanyak 25 provinsi yang menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif nasional,” jelasnya.
Adapun, ke-25 provinsi tersebut yaitu, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepri, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara mengatakan, dukungan insentif dapat meningkatkan penjualan industri kendaraan bermotor (KBM). Ini tentunya akan menggairahkan industri komponen, perbankan, hingga Lembaga pembiayaan.
“Insentif juga akan berdampak pada pertambahan pendapatan negara, baik pusat maupun daerah, terdiri atas PPN, BBNKB, PKB, PPh Badan, PPh perorangan,” jelas Kukuh.
Disisi lain, Gaikindo meminta semua teknologi elektrifikasi (xEV) yakni, HEV, PHEV, dan BEV diberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM).
Gaikindo memasang target penjualan pada tahun 2025 sebanyak 850 ribu unit, dengan potensi koreksi turun hingga 750 ribu unit dan upside ke 900 ribu unit. Ini disebabkan beberapa faktor antara lain, PPn 12%, opsen pajak dan kondisi perekonomian yang belum stabil.
Menurut Kukuh, ada beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi penjualan mobil di Tanah Air yaitu, penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Federal Funds Rate (FFR), dan semakin banyak merek-merek kendaraan bermotor masuk ke Indonesia.
“Untuk tahun 2025 diperkirakan penjualan EV akan terus bertumbuh,” tutupnya.