Trend Asia Kampanyekan #BersuaraTiapHari di Rock in Solo

Oleh : Nina Karlita | Senin, 16 Desember 2024 - 21:32 WIB

INDUSTRY.co.id - Solo – Festival musik tahunan Rock in Solo menjadi ajang bagi Trend Asia untuk menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan melalui kampanye BersuaraTiapHari. 

Di tengah dentuman musik metal-rock, Trend Asia Corner hadir sebagai ruang bagi pengunjung untuk merenungkan krisis iklim dan ketimpangan sosial yang semakin nyata di Indonesia.  

“Melalui kampanye ini, kami ingin mengingatkan bahwa suara rakyat tidak hanya penting saat pemilu, tetapi juga setiap hari. Terutama sekarang, saat suara kritis sangat dibutuhkan untuk mengawal kebijakan pemerintah,” kata Irfan Alghifari, Tim Kampanye dan Advokasi Trend Asia.  

Di Trend Asia Corner, pengunjung diajak menyelami dampak krisis iklim yang semakin mengancam. Jawa Tengah, salah satu wilayah dengan banyak penduduk berprofesi sebagai petani, kini menghadapi ketidakpastian cuaca yang memengaruhi hasil panen. 

“Krisis ini berdampak pada ekonomi dan ruang hidup masyarakat, sementara kebijakan pembangunan pemerintah justru semakin menekan rakyat kecil,” tambah Irfan.  

Program di Trend Asia Corner meliputi pemutaran film, diskusi bersama masyarakat adat dan musisi, stand-up comedy, hingga permainan interaktif. Selain itu, pengunjung dapat berpartisipasi dalam sablon kaos gratis bertema #BersuaraTiapHari atau berfoto di photo box tanpa biaya.  

Salah satu momen puncak acara adalah peluncuran video klip “Prahara Jenggala”, hasil kolaborasi Trend Asia dengan Down For Life, band metal asal Surakarta. Video ini menyoroti perjuangan masyarakat adat Dayak Kualan Hilir di Kalimantan Barat yang menghadapi ancaman kehilangan hutan tempat mereka bergantung.  

“Sebagai musisi, kami merasa perlu menggunakan karya kami untuk menyuarakan ketidakadilan. Kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di Kalimantan, tetapi di mana saja, termasuk di Jawa,” ujar Stephanus Adjie, vokalis Down For Life.  

Dalam video klip tersebut, tergambar potret hutan Kualan Hilir yang dirambah untuk kepentingan konsesi perusahaan. Ratius, salah satu warga Dayak Kualan Hilir, menceritakan bagaimana hutan adat yang menjadi sumber pangan dan obat-obatan mereka kini terancam hilang.  

“Hutan ini adalah warisan kami. Kami menanam berbagai tanaman seperti durian, karet, hingga bambu di sini. Tapi kini, perusahaan hanya berjarak satu kilometer dari desa kami,” ungkapnya.