Pefindo Perkirakan Penerbitan Surat Utang Korporasi Bakal Segini
INDUSTRY.co.id-Jakarta â PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan nilai penerbitan surat utang baru kisaran Rp139 triliun hingga Rp155 triliun, dengan titik tengah sebesar Rp144 triliun.
Menurut Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran, angka tersebut tidak jauh berbeda dengan proyeksi tahun ini, yaitu antara Rp146 triliun hingga Rp151 triliun.
âMemang penerbitan surat utang kita belum ada peningkatan signifikan ketimbang tahun 2024,â kata Irma di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Adapun realisasi penerbitan surat utang korporasi hingga November 2024 tercatat sebesar Rp16,25 triliun. Total penerbitan pada Desember 2024 diproyeksikan mencapai Rp20,63 triliun.
Selain itu, Ada lima peluang, kata Irma sebagai penopang penerbitan surat utang baru tetap tinggi pada 2025. Pertama, kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi. Kebutuhan refinancing itu sejalan dengan masih besarnya nilai surat utang jatuh tempo yang diproyeksikan berada di angka Rp150,07 triliun sampai Rp155,66 triliun, mengingat tingginya penerbitan bertenor pendek pada 2024.
Kedua, adanya penguatan aktivitas sektor riil. Hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara lebih ekspansif, dengan inflasi yang diperkirakan masih terkendali. Ketiga, suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter. Dan keempat, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat.
âMendorong perusahaan mencari alternatif dana yang lebih murah, seperti obligasi korporasi, untuk mendukung leverage keuangan dan permintaan bisnis. Dampak likuiditas yang ketat,â jelasnya.
Kelima, proyeksi melandainya premi, seiring dengan leverage keuangan yang membaik akibat suku bunga yang relatif lebih rendah.
Meskipun demikian, sambung dia, adanya sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi. Pertama, risiko geopolitik. Kedua, potensi fluktuasi nilai tukar yang bisa saja terjadi. Ketiga, adanya kecenderungan yield yang sukar untuk turun seiring dengan rencana penerbitan surat utang pemerintah yang akan lebih besar. Keempat, adanya persaingan dari instrumen substitusi seperti SRBI dan SUN, yang dapat membayangi dan membuat penyerapan penerbitan masih kurang maksimal.
"Investor utama yang cenderung mengurangi ekspor pada peringkat tertentu, terutama untuk kategori BBB," katanya.