Miris! Industri Petrokimia Teraniaya Produk Impor
INDUSTRY.co.id -Jakarta – Industri petrokimia nasional kini tengah menghadapi tekanan besar akibat maraknya produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri dengan harga murah, sehingga menyebabkan harga produk lokal menjadi tidak bersaing.
Ketua Komisi Tetap Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Hari Supriyadi mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada beberapa industri petrokimia di wilayah Asia Tenggara yang menutup pabriknya karena kalah bersaing dari produk impor China.
“Di Asia Tenggara, salah satu pabrik petrokimia dari Thailand tutup akibat kalah bersaing dari produk impor China. Oleh karena itu, keberpihakan pemerintah ke kita itu sangat-sangat kita harapkan, kalau tidak mau dilibas oleh China dan mereka kelebihan produksi ya,” kata Hari di Jakarta (10/12).
Selain itu, lanjutnya, industri petrokimia Korea Selatan juga tengah menghadapi tekanan besar akibat kelebihan produksi plastic serbaguna di Tiongkok, sehingga hal ini mengganggu pasar domestik. Dampaknya, Lotte Chemical mulai mengurangi produksi dan mempersiapkan pembongkaran serta penjualan fasilitas pabrik.
Tak hanya itu, LG Chem Ltd. Juga telah menghentikan operasional pabrik stirena monomer, dan Hanwha Solutions Corp, serta menerbitkan obligasi untuk memperkuat keuangan.
Sementara di dalam negeri, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) memperkirakan industri petrokimia menghadapi penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50%. Potensi investasi senilai Rp437 triliun di sektor petrokimia juga terancam mandek akibat kekacauan pasar domestik.
Selain penetrasi barang impor, industri hulu petrokimia pun masih gamang merealisasikan investasi lantaran ketidakpastian kebijakan. Meski demikian, masih terdapat kebijakan yang diharapkan mampu menopang kinerja industri petrokimia antara lain, insentif harga gas bumi hingga kepastian insentif fiskal tax holiday yang belum disahkan secara resmi.
Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, Wiwiek Pudjiastuti mengatakan, pemerintah terus mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia bisa lebih kondusif. Untuk produk impor, misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrument neraca komoditas.
“Kalau dengan neraca komoditas, kitab isa melihat pasti selalu by data supply dan demand. Kalau supply nya rendah, demand nya lebih rendah berarti masih ada potensi untuk impor,” jelas Wiwiek.
Menurutnya, sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi.
Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional seperti olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, sementara produk aromatik 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol dan turunanya sebesar 980.000 ton.
“Untuk penguatan struktur industri yang perlu memang untuk penguatan salah satunya yaitu melakukan integrasi industri hulu dan hilir,” tutup Wiwiek.