Guru Besar UGM: Kenaikan Upah Harus Diiringi dengan Peningkatan Produktivitas Pekerja
INDUSTRY.co.id -Jakarta – Mahkamah Konstitusi pada Kamis 31 Oktober 2024 mengabulkan Sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh, federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait 21 tuntutan norma dalam UU Cipta kerja.
Dari tuntutan tersebut, terdapat 71 poin yang terdiri dari tujuh klaster yaitu, mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (KTA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsorcing), cuti, upah dan upah minimum, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang pengganti hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).
Hal ini berdampak pada penghapusan klaster Ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja yang membuat pemerintah harus menetapkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dalam waktu dua tahun.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar & Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi FEB Universitas Gadjah Mada (UGM), Mudrajad Kuncoro menilai bahwa kenaikan upah minimum (UMP) setiap tahunnya harus diikuti dengan kenaikan produktivitas pekerja.
“Pascapandemi Covid-19, produktivitas tenaga kerja Indonesia merosot tajam. Setiap UMP mengalami kenaikan, apakah produktivitas tenaga kerja juga ikut naik?,” kata Mudrajat di Jakarta (7/11).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, nilai rata-rata UMP 2023 di Tanah Air sebesar Rp 2.923.309 atau naik 7,5%. Sedangkan tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 87,96.
Dia mengungkapkan bahwa produktivitas pekerja di Indonesia masih tertinggal jauh dengan rata-rata negara di ASEAN. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, produktivitas pekerja Indonesia sebesar 74,4%, sedangkan di ASEAN mencapai 78,2%.
Oleh karena itu, dirinya berharap kenaikan UMP harus diikuti dengan kenaikan produktivitas, agar kedepannya Indonesia dapat bersaing dengan pasar global.
Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku di Indonesia dan berkomitmen mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan ketetapan hukum yang berlaku sejak dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi.
Meski demikian, ia kecewa dengan seringnya pergantian regulasi aturan ketenagakerjaan. “Perubahan ini merupakan pergantian ke-empat aturan ketenagakerjaan yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir. Dan terus terang kami sangat kecewa,” jelasnya.
Menurutnya, Apindo tidak anti kenaikan upah dan kesejahteraan buruh. Namun, kesejahteraan itu seharusnya dibarengi dengan kenaikan produktivitas. “Ya, harusnya kenaikan upah itu diikuti dengan kenaikan produktivitas pekerja juga,” kata Bob Azam.
Apindo juga menolak perusahaan atau dunia usaha diadu dengan pekerjanya dalam masalah upah.
“Masalah upah harusnya diselesaikan di level perusahaan. Upah minimum itu untuk masa kerja 0-1 tahun. Di negara lain tidak ada upah minimum,” tutup Boz Azam.