Butuh Komitmen Kuat Prabowo-Gibran untuk Memimpin Transisi Energi Berkeadilan

Oleh : Candra Mata | Kamis, 24 Oktober 2024 - 22:16 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pemerintahan Prabowo-Gibran telah menempatkan ketahanan energi melalui pemanfaatan energi bersih sebagai salah satu prioritas utamanya dalam pidato inaugurasinya di Gedung MPR pada hari Minggu, 20 Oktober 2024. Namun, lambatnya pengembangan dan investasi energi bersih di Indonesia dalam lima tahun terakhir menjadi tantangan yang serius bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Oleh karena itu, percepatan transisi energi berkeadilan dan pencapaian target emisi nol bersih (net zero emissions/NZE) Indonesia yang selaras dengan Persetujuan Paris, memerlukan komitmen kebijakan yang lebih kuat serta peningkatan ambisi iklim.

Di masa pemerintahan Jokowi terdapat beberapa peluang percepatan transisi energi melalui penetapan target NZE 2060 atau lebih cepat, komitmen pengurangan PLTU batubara serta beragam kesepakatan internasional untuk pembangunan rendah karbon seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Belt Road Initiative (BRI). Pemerintahan Prabowo-Gibran dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk memperkuat kebijakan energi terbarukan dan meningkatkan daya tarik investasi, serta memastikan partisipasi publik.

Mengangkat tema “Memimpin Perubahan: Transisi Energi dan Emisi Nol Bersih dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran 2025-2029,” Climateworks Centre, Centre for Policy Development (CPD), Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), International Institute for Sustainable Development (IISD), dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) membahas bagaimana Indonesia dapat meningkatkan ketahanan energi, mengurangi emisi karbon, dan mencapai pertumbuhan ekonomi hijau pada saat yang bersamaan.

Guntur Sutiyono, Direktur Indonesia Climateworks Centre, membuka acara ini dengan menyampaikan sembilan butir rekomendasi transisi energi Indonesia untuk pemerintahan Prabowo-Gibran. Rekomendasi ini mencakup reformasi subsidi energi agar tepat sasaran untuk daerah terisolasi dan pemisahan peran regulator dan operator untuk meningkatkan efisiensi dan adopsi energi bersih. Selain itu, diperlukan juga komitmen jangka panjang untuk mencapai emisi nol bersih melalui peningkatan kapasitas energi terbarukan dan investasi dalam teknologi baru.

Penting juga untuk menerapkan standar lingkungan yang tinggi dalam industri ekstraktif agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak ekosistem, sambil mempertimbangkan aspek sosial untuk memastikan transisi energi yang inklusif dan adil bagi semua pihak. Rekomendasi ini dibungkus dengan seruan kepada pemerintah Prabowo-Gibran untuk mempertegas komitmen terhadap strategi jangka panjang untuk mencapai NZE di tahun 2060 atau lebih cepat.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi dari IESR mengungkapkan pemerintah Indonesia perlu mengintegrasi strategi pembangunan ekonomi dan akselerasi transisi energi menuju transisi energi berkeadilan. Deon menyoroti tekad pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen, tetapi draf RPP

Kebijakan Energi Nasional (KEN) menunjukkan target dan ambisi transisi energi justru turun.

Padahal energi, terutama energi terbarukan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kondisi ini dapat mendegradasi kepercayaan investor dan menambah risiko investasi energi terbarukan di Indonesia. “Pemerintah Indonesia perlu merombak kerangka aturan agar mendukung pengembangan energi terbarukan serta pengakhiran operasi dini PLTU batubara.” jelas Deon.

Transisi energi merupakan salah satu agenda penting bagi Indonesia dalam rangka mencapai target emisi karbon rendah dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, Indonesia perlu menegaskan komitmen iklim dan posisinya dalam berkontribusi pada target dan tujuan global terkait emisi nol bersih. “Saat ini Indonesia belum tegas terkait kontribusinya terhadap tujuan iklim global, seperti melipatgandakan hingga tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan sekaligus melipatgandakan kapasitas efisiensi energi,” ujar Kuki Soejahmoen, Direktur Eksekutif IRID.

Berdasarkan data, porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam realisasi transisi energi baru menyentuh 13,1 persen pada akhir tahun 2023, sementara dari target 17,9-19,5 persen pada tahun 2024, hingga kuartal kedua baru mencapai 13,93 persen. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk mencapai target NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Untuk itu, upaya percepatan transisi energi bersih di pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan (2025-2029) menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mensukseskan pencapaian peluang tersebut, tidak hanya untuk mencapai target emisi nol bersih tetapi juga untuk mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.

Capaian dan tantangan transisi energi yang telah dihadapi dalam satu dekade terakhir (2014-2024) di pemerintahan Jokowi juga menjadi bekal, pembelajaran, dan pengalaman berharga untuk dapat mengakselerasi implementasi transisi energi di periode pemerintahan berikutnya.

Dalam paparannya, Filda C. Yusgiantoro dari PYC menegaskan fungsi Dewan Energi Nasional yang krusial di lanskap energi Indonesia. “DEN sebagai pusat koordinasi perlu memastikan bahwa seluruh sektor dan kementerian menjalankan kebijakan energi yang selaras dengan visi ketahanan energi nasional secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Filda menambahkan, reformasi kebijakan dan penguatan kapasitas kelembagaan tingkat daerah juga perlu dilakukan. Reformasi ini harus mencakup peningkatan pemahaman, peraturan yang lebih kuat dalam bentuk dinas energi khusus di tingkat kota/kabupaten atau memperkuat peran Bappeda dengan alokasi sumber daya yang memadai.

Ruddy Gobel dari CPD saat paparannya menyampaikan, “Untuk setiap tahap kebijakan transisi energi perlu menggunakan kerangka transisi energi yang berbasis aspek manusia sebagai tema utama. Ini termasuk mengembangkan kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.” 

Terkait subsidi juga direkomendasikan untuk mengubah kebijakan subsidi energi dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi langsung bersasaran untuk rumah tangga yang miskin dan rentan.

Acara ini bertujuan untuk menginformasikan perkembangan terbaru terkait komitmen pemerintah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk pencapaian-pencapaian yang telah dilakukan, tantangan yang dihadapi, serta rencana strategis di masa depan.