Rancangan Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Ancam Nasib Buruh Perempuan
INDUSTRY.co.id-Jakarta - Serikat pekerja sektor pertembakauan mengungkapkan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari kebijakan restriktif dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Salah satu ketentuan yang paling dipersoalkan adalah kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK yang diyakini akan memberikan angin segar bagi produsen rokok ilegal dan mengancam industri legal.
Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Barat, Ateng Ruchiat mengatakan, perwakilan serikat pekerja menyuarakan kekhawatiran mendalam mengenai dampak negatif dari dua regulasi tersebut, terutama bagi para pekerja di industri hasil tembakau yang kebanyakan adalah perempuan yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Poin penting yang ditekankan oleh Ateng yakni mayoritas pekerja di industri ini adalah ibu-ibu yang berpendidikan terbatas. Banyak dari mereka hanya berpendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan akan kesulitan mencari pekerjaan lain di sektor yang berbeda jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
âPekerja sektor industri hasil tembakau itu kebanyakan ibu-ibu yang pendidikannya terbatas. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD dan tidak memiliki keahlian lain untuk bersaing di bidang lain,â ungkap Ateng.
Pernyataan ini menyoroti betapa rapuhnya posisi para pekerja tersebut dalam menghadapi perubahan regulasi yang dapat memberatkan industri tembakau. Ateng menyebutkan, kebijakan-kebijakan baru yang diusulkan, seperti kemasan rokok polos tanpa merek berpotensi memperburuk situasi mereka.
Jika kebijakan ini diterapkan, dikhawatirkan akan semakin memperbesar peluang bagi produk rokok ilegal untuk bersaing dengan produk legal yang resmi dan membayar cukai dengan tertib. Hal ini tidak hanya mengancam industri yang taat aturan, tetapi juga dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
"Dalam jangka panjang, tekanan yang semakin besar pada industri tembakau legal diperkirakan akan menyebabkan PHK massal, terutama di kalangan para pekerja yang sebagian besar adalah ibu-ibu berpendidikan rendah," tegasnya.
Selain soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, serikat pekerja juga menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap aspirasi mereka. Hingga saat ini, Ateng akui serikat pekerja tidak pernah diundang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk berdiskusi.
Hal ini semakin memicu kemarahan para buruh dan pekerja, sehingga serikat pekerja yang tergabung dalam FSP RTMM SPSI akhirnya memutuskan untuk turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi langsung ke Kemenkes pada tanggal 10 oktober 2024 silam. Bukan cuma pekerja tembakau, tapi pekerja di sektor industri makanan minuman juga ikut aksi unjuk rasa tersebut, mengingat pihaknya juga dirugikan dari aturan inisiatif Kemenkes yaitu PP 28/2024.
Pada aksi tersebut, para demonstran juga menegaskan dua langkah konkret yang akan diambil jika tuntutan mereka tidak mendapat respons. Langkah pertama adalah mengajukan judicial review atas kebijakan yang dianggap merugikan industri padat karya.
"Kedua, jika tidak ada tanggapan yang memuaskan, kami berencana menggelar aksi yang lebih besar di masa mendatang," paparnya.
Unjuk rasa di Kemenkes itu menandai salah satu langkah penting yang diambil para pekerja dalam memperjuangkan hak mereka. Dalam situasi ketidakpastian regulasi yang menghantui industri hasil tembakau, Ateng berharap pemerintah dapat mendengar dan mempertimbangkan nasib para pekerja yang terancam. Dukungan terhadap industri ini, menurutnya, adalah dukungan terhadap ribuan keluarga pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertembakauan.
Menjelang pelantikan pemerintahan baru, Ateng dan pekerja memiliki optimisme sekaligus harapan besar terkait dengan arah kebijakan yang lebih positif untuk keberlangsungan tenaga kerja di industri tembakau.
"Kami optimistis dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Pak Prabowo. Harapan kami, beliau akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif untuk industri hasil tembakau, sehingga kelangsungan pekerjaan para buruh, terutama ibu-ibu, dapat terjaga dan kesejahteraan mereka beserta keluarganya bisa meningkat," pungkasnya.