Pakar Pemasaran: Jika Mau Sukses, Pahami Model Bisnis Baru di Era Baru

Oleh : Kormen Barus | Kamis, 26 September 2024 - 18:54 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta – Masih ingat dengan aksi pedagang Pasar Tanah Abang yang melakukan protes kepada pemerintah agar menutup TikTok Shop karena dianggap telah mematikan rezeki mereka setahun lalu? TikTok Shop, salah satu layanan dari platform video musik pendek TikTok, memang langsung ditutup, tetapi apakah lantas konsumen kembali meramaikan pasar grosir pakaian terbesar se-Asia Tenggara itu? Jawabannya ternyata tidak!

Purjono Agus Suhendro, pakar pemasaran dari Indonesia Marketing Strategy Consultant (IMSC), mengatakan, saat ini eranya sudah jauh berbeda dibanding 1-2 dekade lalu. Perkembangan teknologi yang semakin cepat telah mengubah lanskap bisnis di semua industri tanpa terkecuali. Industri e-commerce, yang memungkinkan siapa pun dapat berbelanja apa pun, kapan pun, dan dari mana pun, berkembang sangat pesat.

“Karena itu, pemasar tidak bisa lagi menggunakan cara-cara konvensional hanya dengan satu saluran (single channel), yakni offline marketing channel, melainkan mesti melibatkan omnichannel,” ungkapnya kepada media di Jakarta, Kamis (26/9). “Omnichannel merupakan strategi bisnis yang mengintegrasikan semua saluran komunikasi dan penjualan seperti offline store, online store, media sosial, telepon, WhatsApp, SMS, dan lain sebagainya secara terpadu.”

Karena dapat dijangkau melalui saluran apa pun, maka pemasaran menggunakan omnichannel strategy jelas lebih efektif ketimbang pola konvensional yang hanya mengandalkan single channel (seperti melalui offline store di Pasar Tanah Abang) semata. Apalagi, belakangan ini model bisnis omnichannel banyak yang dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sehingga memungkinkan sebuah brand melayani pelanggan secara lebih personal.

Harus dipahami bahwa pergeseran model bisnis dari single channel ke omnichannel pasti akan mengganggu norma industri yang ada. Sebab, kata Purjono, model bisnis baru di era baru akan menciptakan mitra dan pesaing baru. “Solusinya, agar tetap kompetitif, baik brand maupun peritel, harus mengenal pelanggan luar-dalam alias lebih personal. Untuk bisa mengenal pelanggan secara lebih personal, tidak ada cara yang lebih mudah kecuali menggunakan kecanggihan teknologi,” katanya.

Pernyataan itu sesuai dengan temuan Euromonitor International, perusahaan riset pasar global yang berpusat di London, Inggris. Dalam laporan berjudul Euromonitor’s Voice of the Consumer: Lifestyles Survey 2024 yang dirilis belum lama ini, Euromonitor menyebutkan bahwa setengah dari pelanggan (yang disurvei di 40 negara) pada umumnya menginginkan produk atau layanan yang disesuaikan, dan satu dari lima pelanggan berharap pengalaman belanja yang dipersonalisasi.