Anak Perusahaan Grup Bakrie Diberi Waktu Tujuh Hari Untuk Negosiasi Hutang Rp 7,8 Triliun

Oleh : Ridwan | Sabtu, 21 September 2024 - 09:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Visi Media Asia, dan sejumlah anak perusahaan dari Konglomerasi Grup Bakrie, punya waktu tujuh hari untuk melakukan negosiasi pembayaran hutang yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 8,7 triliun. 

Marx Andrian, pengacara yang mewakili pemberi hutang, mengatakan tujuh hari itu, dimulai sejak Jumat (19/09/2024). 

“Per tanggal sembilan belas September dua ribu dua puluh empat, kreditur asing pemegang jaminan, memberikan persetujuan untuk perpanjangan hanya selama tujuh hari, dengan tujuan agar debitur PKPU dapat melakukan negosiasi pembayaran hutang,” ujar Marx Andryan dalam keterangan persnya. 

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara No.13/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 12 Februari 2024, telah menyatakan empat perusahaan yaitu; PT Visi Media Asia Tbk, PT Cakrawala Andalas Televisi, PT Lativi Mediakarya dan PT Intermedia Capital Tbk, berada Dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada putusan itu, juga ditunjuk tim pengurus.

Pada 7 Maret 2024, Law Firm Marx & Co, selaku kuasa dari dua belas Kreditur Luar Negeri  yaitu; 1. Arkkan Opportunities Fund Ltd., 2. Best Investments (Delaware) LLC, 3. Credit Suisse AG, Singapore Branch, 4. CVI AA Lux Securities Sarl, 5. CVI CHVF Lux Securities Sarl, 6. CVIC Lux Securities Trading Sarl, 7. CVIC II Lux Securities Trading Sarl, 8. CVI EMCVF Lux Securities Trading Sarl, 9. CVI CVF II Lux Securities Trading Sarl, 10. EOC Lux Securities Sarl, 11. The Värde Fund X (Master), L.P., 12. 

Tor Asia Credit Master Fund LP, telah menyampaikan tagihan ke kantor pengurus pada tanggal 7 Maret 2024 dan telah diberikan tanda terimanya.

Menurut Marx Andryan dasar tagihannya adalah Senior Facility Agreement tanggal 17 Oktober 2017, dan Junior Facility Agreement tanggal 17 Oktober 2017, dimana utang tersebut dijamin dengan hak tanggungan serta gadai saham. Jumlah tagihan dua belas Kreditur adalah Rp. 8.796.699.067.852.

Pada 28 Mei 2024, digelar rapat pencocokan piutang lanjutan. Menurut Marx Andryan, pada rapat tersebut, debitur melalui kuasa hukumnya Aji Wijaya & Co, menolak tagihan yang diajukan, dengan alasan mereka telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 16 April 2024, atas Perbuatan eksekusi  Gadai Saham PT Intermedia Capital Tbk yang dimiliki oleh PT Visi Media Asia, Tbk, yang menimbulkan kerugian bagi PT Visi Media Asia, Tbk, yang  mengakibatkan jumlah utang dua belas kreditur tersebut menjadi tidak pasti.

Selain itu, mereka juga beralasan bahwa saham PT Intermedia Capital, Tbk atas nama PT Visi Media Asia yang tadinya dititipkan di BNI sebagai Kustodian, telah berubah kepemilikannya menjadi atas nama UOB Kay Hian Hongkong.

Marx Andrian menegaskan, dalil kuasa hukum Debitur PKPU tersebut tidak beralasan, antara lain karena gugatan tersebut diajukan dua Bulan setelah putusan PKPU

“Dan tidak benar bahwa Gadai Saham tersebut telah dieksekusi karena hingga saat ini Saham tersebut masih tercatat atas nama PT Visi Media Asia, Tbk hal tersebut dibuktikan dengan Informasi IDX (Indonesia Stock Exchange), dan Profil Perusahaan yang tercatat di Kemenkumham,” kata Marx.

Merespon langkah hukum tersebut, Marx mengatakan pihaknya mengirimkan dua surat yang ditujukan ke hakim pengawas, dan tim pengurus serta tembusannya, menyampaikan bahwa Gugatan Perbuatan Melawan hukum yang diajukan oleh PT Visi Media Asia, Tbk adalah upaya dari Debitur untuk menolak tagihan dan menghilangkan hak suara kreditur. 

 

“Karena tidak ada eksekusi saham atau pemindahan kepemilikan saham, tetapi  yang ada adalah pemindahan penitipan penguasaan fisik saham. Faktanya, saham tersebut masih atas nama PT Visi Media Asia Tbk, dan belum beralih ke pihak lain dan telah ada penegasan dari UOB Kay Hian Hong Kong sebagai kustodian, yang menyatakan bahwa tidak terdapat perubahan kepemilikan manfaat atas saham PT Intermedia Capital Tbk, yang disimpan di rekening penitipan,” jelasnya. 

Pada 22 Juli 2024, hakim pengawas mengeluarkan Penetapan No. 13/ Pdt.Sus-PKPU/ 2024/ PN.Niaga.Jkt.Pst., yang isinya pengadilan mengakui seluruh tagihan dan hak suara dari Arkan Cs.

Lebih lanjut dia menjelaskan, para debitur PKPU  mengajukan banding ke majelis hakim atas penetapan yang dikeluarkan oleh hakim pengawas. Selain itu, mereka juga mengganti kuasa hukum yang awalnya dari Kantor Aji Wijaya menjadi Kantor Rizky Margono.

 

Menurut Marx Andryan, berdasarkan undang-undang kepailitan dan PKPU, tidak ada upaya hukum atas penetapan hakim pengawas dalam perkara PKPU. Kata dia, penetapan hakim pengawas adalah bersifat final dan mengikat. 

“Namun para debitur PKPU berusaha merusak tatanan hukum dan membuat suatu preseden buruk dalam perkara ini dengan memaksa aturan dalam kepailitan dipaksakan dipakai dalam perkara PKPU,” katanya. 

Akhirnya, majelis hakim mengeluarkan Putusan No. 13/ Pdt.Sus-PKPU/ 2024/ PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 20 Agustus 2024, yang isinya menolak  banding yang diajukan oleh para debitur. Kemudian para debitur mengajukan kasasi atas putusan tersebut. 

“Kami kemudian selaku kuasa hukum, mengajukan surat permohonan perlindungan hukum kepada Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas tindakan ilegal yang diajukan oleh para debitur,” kata Marx. 

Langkah hukum debitur kandas, karena pada 3 September 2024, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melakukan audit ke seluruh pejabat di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan mengeluarkan surat resmi yang ditujukan kepada kuasa hukum kreditur, serta Ketua Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang isinya bahwa kasasi yang diajukan oleh para debitur tidak memenuhi syarat formal dan tidak dapat diproses.

“Kami selalu kuasa hukum, berharap untuk melanjutkan proses ini, dan kami memberikan waktu hanya tujuh hari terhitung sejak sembilan belas September dua ribu dua puluh empat untuk debitur,” ujarnya.