Paus Fransiskus dan Citra Indonesia di Mata Dunia

Oleh : Rizka Septiana, Akademisi dan Pakar Public Relations | Selasa, 17 September 2024 - 18:36 WIB

INDUSTRY.co.id, Lawatan Paus Fransiskus pada 3-6 September 2024 di Jakarta masih menarik untuk diperbincangkan. Apalagi kita kerap digoda dengan ragam postingan dunia maya yang selalu riuh membicarakan sosok pemimpin dari 1, 3 miliar umat katolik dunia itu.

Tak dipungkiri ada cibiran, namun lebih  lebih banyak yang memuji dan menyampaikan pandangan positif seputar kunjungan dari pria kharismatik berusia 87 tahun itu.

Mungkin yang menjadi perhatian banyak orang adalah soal kesederhanaan. Di saat bangsa ini ramai menyoroti berita penggunaan pesawat jet pribadi dari lingkaran kekuasaan, Paus hadir dengan pesan kesederhanaan. Menumpang pesawat komersil, menolak pengamanan yang terlalu ketat militer bersenjata dan peralatan tank, menolak menggunakan fasilitas mewah dengan memilih menggunakan kendaraan sipil yang sederhana. Ia pun duduk di depan membuka kaca dan melambaikan tangan ke masyarakat yang menyapanya. Ia juga menolak fasilitas hotel dan memilih tidur di kantor Kedutaan Vatikan, Jakarta.

Tak hanya sampai di situ, ramai juga memberitakan seputar perjumpaan Paus dengan orang-orang di jalan.  Ia berhenti dan memberi salam.  Rupanya Paus Fransiskus senang bertemu dengan kelompok marginal dan anak-anak.

Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisisi, Ignasius Jonan, Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia yang juga mantan Menteri Perhubungan RI, awalnya, mengaku khawatir dengan persiapan kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia.  Tapi akhirnya Jonan senang karena semuanya berjalan lancar, aman dan mengesankan.

Kehadiran Paus lengkat juga dengan persahabatan dan toleransi. Apalagi Paus Fransiskus disuguhkan dengan menu toleransi. Yaitu pertemuan Paus Fransiskus dengan tokoh lintas agama di terowongan silahturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.

Mengutip apa yang dikatakan Direktur Wahid Institute Yenny Wahid, bahwa terowongan itu akan menjadi simbol besar bagi dunia. Melihat latar belakang dunia pada saat ini yang penuh dengan konflik di mana-mana. Penuh hal-hal yang memisahkan, penuh sekat-sekat yang dilandasi oleh adanya perbedaan, ada perbedaan keyakinan, perbedaan suku dan lain sebagainya.

Namun kepada  Paus diperlihatkan simbol-simbol pluralisme, simbol-simbol toleransi di Indonesia.  Momen Paus berada di Indonesia menjadi semacam pembaharuan semangat kita untuk memastikan bahwa minoritas di Indonesia itu betul-betul di dihormati haknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mata Dunia Melihat Indonesia

Nah, dikaitkan dengan pesta demokrasi yang digelar tahun ini, banyak yang menjuluki tahun 2024 sebagai tahun politik. Apalagi menguatnya dolar terhadap rupiah, isu stabilitas BI rate, penurunan daya beli properti, penurunan kinerja ekspor adalah sederetan persoalan yang harus menjadi perhatian.

Belum lagi urusan produk impor yang terus meningkat sehingga bisa mematikan  produk dalam negeri. Dampak penurunan produksi barang dan jasa pada sektor riil, bisa menimbulkan  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kondisi itu pula berpotensi untuk bahan komoditas politik dan saling menjatukan bagi elit politik  di tanah air. Tingkah saling cakar  antara politikus yang bermaksud  meraih simpati  rakyat untuk memenangkan PILKADA. Semua ini berdampak buruk terhadap stabilitas ekonomi bangsa. Rakyat demikian terhimpit.

Tantangan regional yang dihadapi bangsa ini memang semakin besar. Diperlukan keberanian pemerintah untuk memperbaharui berbagai aturan yang dibutuhkan agar Indonesia semakin ramah untuk bisnis, semakin kondusif untuk investasi. Baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu tidak saja diperlukan untuk memperkuat posisi Indonesia  di mata konsumen domestik  dan masyarakat luas tetapi juga meningkatkan  posisi sekaligus leverage Indonesia dalam perekonomian Internasional.

Isu keadilan perhatian terhadap kaum bawa juga menjadi perhatian. Dalam konteks ini, tidak disangkal Indonesia menjadi salah satu sorotan dunia. Terlebih ketika banyaknya kejadian yang sarat dengan kemungkinan terpecah belahnya persatuan dan kesatuan sebagai salah satu bukti protes, kecewa dan merasa menjadi korban atas ketidakadilan yang sedang terjadi.

Hal ini seperti menunjukkan kepada dunia meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat Indonesia terhadap pemimpinnya, kepemimpinan (pemerintah) yang berkuasa saat ini. Bak luka yang masih basah; contoh yang bisa diberikan adalah kondisi krusial pada akhir Agustus 2024 lalu, Garuda Pancasila digunakan dalam ‘peringatan darurat Indonesia’ dan demonstrasi yang terjadi di DPR lalu. Situasi yang memprihatikan ini ibarat sekam jerami kering dan mudah terbakar dengan sulutan api saja.

Lalu kembali ke kunjungan Paus, menjadi menarik karena di saat isu gaya hidup mewah, hedonisme,  Paus hadir dengan kesederhanaan dan lebih memilih kaum menengah bahwa lebih memilih penerbangan komersil dibandingkan pesawat jet pribadi. Padahal Paus adalah pemimpin negara. Namun point baik bagi Indonesia adalah, paus menjadi pembawa branding baik Indonesia ke mata dunia. Pesan Paus ke dunia internasional, bahwa Indonesia itu aman, damai.

Ketua KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC seperti yang mengutip beberapa media, yang menyebut, Paus Fransiskus sangat terkesan dengan bangsa Indonesia. Dikatakannya, Indonesia disebut sebagai bangsa yang penuh senyum, ramah, dan murah hati. Sekaligus menyampaikan terimakasih kepada tokoh budaya dan agama. Teristimewa Imam Besar Masjid Istiqal Prof Nasaruddin Umar yang menjadi tuan rumah yang penuh simpati dan membawa pesan persaudaraan.

Ketua KWI itu menyampaikan terima kasih kepada seluruh warga yang turut menyambut Paus Fransiskus sebagai tokoh kemanusiaan, terimakasih kepada Otoritas Bandara Soekarno-Hatta, terimakasih kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ibadah misa akbar yang diikuti 87.000 umat di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), juga berjalan tertib. Rumput hijau lapangan itu tetap dijaga, karenat tak dimasuki umat.

Menurut Newstead et al. (2021) kepemimpinan yang baik menunjukkan orang termotivasi oleh alasan yang tepat, berhubungan dan saling mempengaruhi dengan beretika tinggi dan efektif menuju goal yang etis dan efektif. Disini secara eksplisit dikatakan bahwa pemimpin yang baik mempunyai kualitas kebajikan yang baik. Kebajikan memberikan pemahaman yang bermakna dan komprehensif mengenai label “baik” karena berlaku untuk kepemimpinan yang baik dan menimbulkan harmonisasi dalam setiap lini kehidupan.

Kehadiran Sri Paus Fransiskus, bak memberikan oase dipanasnya gurun pasir. Kehadirannya memberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam multidimensi dan lintas agama.

Apalagi dalam kunjungan Paus ke Indonesia mengangkat tema “Iman, Persaudaraan, dan Bela Rasa,” dan merupakan yang ketiga kali dalam sejarah pemimpin Gereja Katolik Dunia menyambangi Tanah air. Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignasisus Suharyo menyatakan, Paus atau pemimpin Gereja Katolik Dunia yang sebelumnya juga pernah datang ke Indonesia yakni tepatnya pada tahun 1970 dan 1989.

Secara konsep Social Happiness dari Wellner (2019), kebahagiaan sosial atau social happiness dapat dianggap sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor seperti hubungan sosial yang baik, lingkungan budaya yang kaya, dan institusi yang adil. Kunjungan Paus Fransiscus diyakini sebagai bukti dan upaya memperkuat tali persaudaraan antar umat beragama, bahkan menjadikan Indonesia sebagai barometer perdamaian dan pilar toleransi ditengah keberagaman agama, budaya dimata dunia.

Menurut paparan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas “Paus (Fransiscus) sangat menghargai Pancasila yang menjadi dasar negara ini, yang mengarisbawahi ketuhanan yang maha Esa, mengakui kemanusiaan, berjuang demi keadilan sosial, dan mengedepankan musyawarah”.

Bahkan Jokowi dalam keterangan pers nya di laman Setkab.go.id memperlihatkan tanggapan positifnya, menyambut hangat dan berterima kasih atas kesempatan ini. Beliau meyakini bahwa Indonesia dan Vatikan memiliki komitmen yang sama, memupuk perdamaian dan persaudaraan, serta menjamin kesejahteraan bagi umat manusia.

Selaras dengan khotbahnya, Sri Paus Fransiskus berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk terus membangun dan menjaga perdamaian, “Saya mendorong anda untuk menabur benih cinta, dengan percaya diri melangkah di jalan dialog, terus menunjukkan kebaikan dan kebaikan anda dengan senyum khas anda dan menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan cara ini, anda akan menyebarkan aroma harum harapan disekitar anda” tutur Paus Fransiskus dalam pidatonya yang dialihbahasakan.

Ajakan dalam pidato beliau memberikan semangat baru dalam berkeadilan, mengutamakan persatuan dan perdamaian. Dan yang terpenting, kehadiran Paus Fransiscus selain memberikan social happiness yang tinggi juga memberikan pengaruh besar atas citra Indonesia positif di mata dunia.

Yang menjadi penutup dari semua serangkaian perjalanan Paus adalah kesan Positif Paus terhadap Indonesia.

Paus menyebut Indonesia seperti orang Napoli. Yang sangat ekspresif dan ingin menyentuh. Dan Paus membuka tangan untuk itu. Sosok pemimpin yang punya keinginan untuk menyentuh orang-orang kecil, dan memandang manusia itu setara.