Hadapi Tantangan industri Petrokimia, Inaplas: Pemerintah Harus Membuat Kebijakan yang Holistik

Oleh : Hariyanto | Rabu, 10 Juli 2024 - 13:43 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengemukakan bahwa pemerintah perlu memahami betul mengenai tantangan yang sedang dihadapi oleh industri dalam negeri, termasuk di sektor petrokimia. 

Apalagi, lanjut Fajar, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.

“Mengingat industri petrokimia tergolong berskala besar, sehingga juga menyangkut hajat hidup orang banyak, " kata Fajar di Jakarta (8/7/2024). 

"Oleh karena itu, pemerintah harus membuat kebijakan yang holistik yang dapat membantu tumbuh kembangnya industri mulai dari hulu seperti sektor petrokimia, kemudian di intermediate ada industri polyester dan filament, serta untuk sektor hilir terdapat industri tekstil dan plastik,” lanjut Fajar.

Mirisnya, suplai bahan baku dan barang jadi plastik saat ini didominasi oleh produk impor dari Negeri Tirai Bambu. 

“RRT sangat agresif dalam membangun fasilitas produksi petrokimia sebagai bahan baku plastik selama pandemi Covid-19. Namun, permintaan dari pasar domestik tidak cukup tinggi untuk menyerap produksi tersebut, sehingga kelebihan pasokan tidak dapat dihindari,” tutur Fajar.

RRT juga sedang mengalami kesulitan dalam mengekspor produk bahan baku atau barang jadi plastik ke pasar utama seperti Amerika Serikat karena sanksi perang dagang. Akibatnya, RRT mengalihkan ekspornya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Bahan baku dan barang jadi plastik asal China mudah masuk karena para eksportir di sana mendapat insentif dari pemerintah setempat,” ungkap Fajar. 

Produk impor tersebut semakin sulit dibendung setelah pemerintah merelaksasi kebijakan importasi melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.

“Para produsen plastik lokal pun kesulitan bersaing dengan produk impor dari RRT. Akibatnya, tingkat utilisasi produsen lokal terus menyusut hingga mencapai 50% saat ini,” tandasnya.