Prihatin Banjir Produk Impor! Ketua HIMKI: Ada Pihak Lain Keluarkan Kebijakan yang Bikin Industri Nasional Babak Belur

Oleh : Ridwan | Senin, 01 Juli 2024 - 10:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Membanjirnya produk impor di pasar Tanah Air terus menuai protes dari para pelaku industri nasional. Pasalnya, mereka menilai situasi tersebut justru akan membuat industri nasional babak belur.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah akan memproteksi industri dalam negeri dengan mengeluarkan kebijakan pengetatan impor, khususnya yang berasal dari Tiongkok.

Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur melihat bahwa pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluarkan program-program yang mendorong industri untuk tumbuh dan berkembang. 

"Namun, dipihak lain, ada yang mengeluarkan kebijakan yang justru menekan industri, artinya ada dua kebijakan yang saling bertentangan, dan ini perlu segera diselesaikan. Interdepnya harus lebih tegas dan clear," jelas Sobur saat dihubungi INDUSTRY.co.id di Jakarta.

Dirinya merasa prihatin dengan apa yang terjadi di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berada dalam ancaman kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). 

"Kami ikut prihatin, mengingat industri yang kami geluti yaitu mebel dan kerajinan sama-sama industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja dan sama-sama menjadi alat jaring pengaman sosial dari siai pendapatan masyarakat," terangnya.

Secara umum, diakui Sobur, menurunnya permintaan global bukan satu-satunya penyebab 'anjloknya' kinerja industri TPT, akan tetapi ada faktor lain yang menjadikan industri ini semakin terpuruk diantaranya, masih tergantungnya industri ini pada bahan baku impor, pelemahan rupiah, serta regulasi buka tutup barang jadi yang paling signifikan dampaknya ke sektor industri TPT.

"Bahkan, banjirnya produk impor dipasar domestik merupakan faktor yang menjadikan industri TPT semakin terpuruk," ucapnya.

"Selain itu, masih ada sejumlah regulasi yang kontra-produktif yang sangat berkontribusi terhadap situasi ini," lanjut Sobur.

Menurutnya, bila situasi ini dibiarkan terus berlarut, tidak mustahil apa yang dialami industri TPT nasional saat ini bisa merembet ke industri padat karya lainnya, termasuk industri mebel dan kerajinan.

"Mengingat 'critical point' dari jenis industri ini hampir mirip, terutama dalam hal pasar yang rentan terhadap gangguan geopolitik dan perubahan kebijakan dari negara tujuan ekspor yang condong sangat protektif," katanya.

Bicara pasar domestik, industri mebel dan kerajinan juga tidak luput dari serangan produk impor. HIMKI mencatat dalam tiga tahun terakhir, impor produk mebel dan kerajinan tercatat mencapai USD 1 miliar atau setara dengan Rp16 triliun.

"Nilai sebesar ini seharusnya menjadi peluang yang sangat potensial bagi industri dalam negeri," tutur Sobur.

"Belajar dari situasi ini, pemerintah perlu lebih waspada dalam mengeluarkan kebijakan, terutama kebijakan impor, sehingga tidak berdampak kepada industri nasional yang secara teknis mampu memproduksi," tutupnya.