Asaki Desak Bea Masuk Diatas 100% untuk Produk Keramik Impor
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan baru-baru ini menyita 4.565.598 pieces keramik impor asal China di Surabaya. Adapun, keramik impor asal negeri Tirai Bambu yang disita tersebut nilainya mencapai Rp80 miliar.
Jutaan keramik impor yang disita tersebut selanjutnya akan dimusnahkan, karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto menyebut bahwa langkah yang dilakukan Mendag Zulkifli Hasan sudah sangat tepat. Menurutnya, tindakan tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap industri keramik nasional.
"Apa yang dilakukan Mendag sudah sangat tepat, dan mencerminkan keberpihakan pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkaitan dengan penerapan bea masuk yang tinggi untuk produk impor keramik sebagai upaya untuk meng-counter praktek unfair business trade yang selama ini dikeluhkan industri keramik nasional," kata Edy Suyanto kepada INDUSRTY.co.id di Jakarta, Minggu (23/6).
Dijelaskan Edy, praktek unfair trade yang telah terbukti yaitu berupa subsidi pemerintah Tiongkok, praktek dumping akibat overcapacity dan oversupply produk keramik Tiongkok, serta pengalihan pasar ekspor utama Tiongkok yang selama ini ditujukan untuk negara Uni Eropa, Timur Tengah, USA dan Amerika Utara telah dialihkan ke Indonesia pasca negara-negara tersebut menerapkan antidumping terhadap produk dari Tiongkok.
"Selain itu, para importir juga menerapkan predatory pricing, dimana sengaja menjual produk impor jauh dibawah biaya produksi keramik nasional," terangnya.
Edy mengungkapkan bahwa dampak kerugian terhadap industri keramik nasional jelas terbukti dengan penurunan utilisasi produksi dan terjadi defisit transaksi ekspor impor produk keramik senilai lebih dari USD 1,3 miliar dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
"Ini seharusnya tidak perlu terjadi, karena semua kebutuhan atau permintaan keramik nasional baik dari sisi volume kebutuhan dan jenis keramik semua bisa terpenuhi oleh indutri keramik nasional," jelasnya.
Selain itu, lanjut Edy, pemerintah harus lebih memperhatikan industri keramik nasional yang telah memberikan multiplier effect yang besar dengan produk bersertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) rata-rata diatas 80% dan terbukti telah mendukung keberlangsungan hidup ribuan perusahaan kecil dan menengah yang selama ini menjadi bagian supply chain dari industri keramik.
Oleh karena itu, Asaki mendesak Kementerian Perdagangan melalui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk segera mengeluarkan hasil akhir penyelidikan antidumping terhadap produk keramik impor asal Tiongkok.
"Kami meminta dan mendesak KADI untuk segera mengeluarkan hasil akhir penyelidikan tersebut dalam bulan Juni ini dengan menetapkan besaran tarif diatas 100%," tutup Edy.