Mantaps! Ini Sejumlah Resep Menperin Agus Bikin Kinerja Industri Nasional Moncer
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut bahwa ada sejumlah komoditas yang konsumsinya masih rendah di Indonesia.
Sejumlah komoditas tersebut diantaranya, keramik yang konsumsi per kapita di Indonesia sebesar 2,2 meter persegi/kapita, masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 2,5 m2/kapita. Kemudian mobil dengan tingkat kepemilikan 99 mobil/1000 orang (dibandingkan dengan Thailand dengan 240 mobil/1000 orang dan Malaysia dengan 450 mobil/1000 orang), maupun produk kosmetik seperti hair product yang konsumsi per kapitanya hanya setengah dari konsumsi Thailand.
"Ada potensi kita untuk berkembang. Apalagi dengan pertimbangan penduduk kita yang jauh lebih banyak dari negara kompetitior. Jadi, pertanyaan besarnya, gap consumption per capita ini mau diisi dengan produk impor atau produk dalam negeri?,” kata Menperin Agus di Jakarta, Kamis (30/5).
Dirinya menegaskan bahwa pihaknya tidak anti-impor. Asal bukan impor bahan baku atau produknya yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Kementerian Perindustrian mempunyai data bahan baku dan produk industri yang sudah diproduksi di dalam negeri.
“Kami ingin industri memakai bahan baku dari yang sudah di dalam negeri,” ujarnya.
Menperin menyampaikan, dalam kurun hampir lima tahun belakangan ini kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang. Performa yang baik ini perlu dilanjutkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional, dengan berbagai program dan kebijakan strategis.
“Saat ini saya sebagai Menteri Perindustrian masih mempunyai tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, termasuk juga menyiapkan keberlanjutan, atau tongkat estafet kepada pemerintahan yang baru nanti, khususnya terkait kebijakan-kebijakan di sektor industri manufaktur,” papar Menperin.
Menurutnya, beberapa tahun terakhir, semua sektor termasuk industri mengalami berbagai tantangan yang cukup berat seperti menghadapi masa pendemi Covid-19.
“Selain pandemi, tantangan lain yang dihadapi adalah konflik antara Rusia dengan Ukraina, yang juga cukup banyak memengaruhi kinerja manufaktur. Namun Alhamdulillah, berkat kerja sama dengan seluruh stakeholder, industri kita memiliki tingkat resiliensi yang tinggi,” imbuhnya.
Bahkan, kepercayaan diri para pelaku industri di Indonesia tercermin dari capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di fase ekspansi selama 32 bulan berturut-turut.
Di dunia, hanya ada dua negara yang berhasil pada posisi tersebut, yakni Indonesia dan India. Level positif ini juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang sejak diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian pada November 2022 lalu sampai saat ini masih berada dalam zona ekspansi.
“Industri kita saat ini masih dalam kondisi sehat dan solid. Pada April kemarin, PMI kita ekspansi. Padahal saat itu, hanya Indonesia yang memiliki libur nasional selama 10 hari, yang tidak dialami oleh negara-negara lain. Tetapi Alhamdulillah, kita masih tetap ekspansi,” terangnya.
Dalam upaya membina sektor industri, Menperin menyebutkan, ada tiga faktor penting yang kerap menjadi perhatian Kemenperin, yakni terkait sumber daya manusia (SDM), proses, dan teknologi.
Agus kembali menegaskan, kebijakan yang juga perlu dijalankan secara konsisten adalah penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk sektor industri. Hal ini karena sudah diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
“Dalam Perpres itu disebutkan bahwa HGBT untuk sektor industri harus USD6 per MMBtu. Dan, Perpres itu masih aktif. Jadi, saya tidak mengerti kalau ada bagian dari pemerintah yang tidak mau mengikuti Perpres itu, dengan segala alasannya, walaupun kami berani untuk mematahkan alasan tersebut. Artinya, ini perlu koordinasi yang kuat,” paparnya.
Berdasarkan hasil kajian, dari tujuh sektor industri yang telah mendapatkan fasilitas HGBT, dampaknya luar biasa dengan adanya peningkatan ekspor, investasi, dan pajak. Ketujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet.
“Total nilai tambah yang didapat dari ketujuh sektor tersebut lebih dari Rp147 triliun atau tiga kali lipat dari bagian negara yang harus disetor. Ini merupakan benefit dari kebiakan HGBT sektor industri. Sebab, banyak juga para calon investor yang masih menunggu apakah kebijakan HGBT ini akan dilanjutkan?. Karena ini sangat mernarik, salah satu kunci untuk maju adalah syaratnya harga gas,” ungkapnya.
Di samping itu, kebijakan pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) turut memberikan andil besar terhadap peningkatakan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri.
“Selain penerapan SNI, instrumen untuk mendorong pertumbuhan industri adalah melalui TKDN,” tandasnya.
Menurut Menperin, prinsip dari penerapan TKDN, antara lain mendorong investasi, menumbuhkan pohon pohon industri yang masing kosong, dan memperluas nilai tambah bahan baku dalam negeri.
“Di samping itu, kebijakan yang perlu dijalankan adalah meningkatkan konsumsi per kapita kita,” tutup Menperin.