KUI Dorong Ekspansi Produk di Tengah Tren Penurunan Penjualan
INDUSTRY.co.id - Tren penjualan alat berat dan industri pendukungnya, yakni industri komponen ditaksir bakal menurun hingga penghujung tahun ini. Lantas bagaimana Komatsu Undercarriage Indonesia (KUI) mengatasi tren penurunan ini?
Penjualan alat berat di tahun ini diperkirakan bakal menyusut dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai kisaran angka 20.000 unit. Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkannya, yakni adanya penurunan aktivitas dari sektor konstruksi, penurunan harga komoditas, dan tahun pemilu.
Berdasarkan Data Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), dari sisi produksi alat berat di semester I-2023 hanya mencapai 4.014 unit. Jumlah tersebut turun tipis dibanding realisasi produksi alat berat periode semester I-2022 yang mencapai 4.042 unit.
Alat berat yang diproduksi pada periode enam bulan pertama ini, meliputi Hydraulic Excavator sebanyak 3.372 unit, Bulldozer 391 unit, Dump Truck 220 unit, dan Motor Grader 31 unit. Hinabi sendiri menargetkan produksi alat berat di tahun ini tetap di angka 10.000 unit, dengan syarat tren sektor pertambangan terus melaju.
Ketua Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indoensia (PAABI), Etot Listyono, mengungkap penjualan alat berat untuk pekerjaan konstruksi dan industri tambang lebih fluktuatif ketimbang agroforestri yang tak mengalami pertumbuhan signifikan.
“Ada penurunan penjualan alat berat di periode semester pertama tahun ini, kurang lebih sekitar 3% dibandingkan dengan tahun lalu, untuk sektor konstruksi dan tambang,” ungkapnya.
Tren penurun (down trend) penjualan alat berat pada gilirannya, akan berimbas terhadap penjualan komponennya, termasuk struktur bagian bawah (under carriage) dari alat berat. Seperti dialami Komatsu Undercarriage Indonesia yang mengalami penurun penjualan diparuh pertama tahun ini.
Menurut Erwan Yulianto, Presiden Direktur PT Komatsu undercarriage Indonesia pemicu dari downtrend ini dikarenakan menurunnya harga komoditas terutama batu bara.
Pasalnya, bila harga komoditi turun maka permintaan dari alat berat itupun akan lebih turun. Pemicu lainnya, sektor kontruksi pembangunan yang terpengaruh dan sedang sedikit menunggu bagaimana politik ke depan.
Industri alat berat dikategorikan berdasarkan empat sektor penggunanya, yaitu sektor agro, kehutanan, konstruksi, serta pertambangan.
”Bisnis KUI pun dipengaruhi empat sektor tersebut. Jadi sangat tergantung pada sektor komoditas dan kontruksi,” jelas dia saat ditemui redaksi media grup INDUSTRY.co.id dikantor KUI di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, beberapa waktu lalu.
Erwan mengaku optimistis bisa mengatasi downtrend ini. Pasalnya KUI sendiri sebelumnya pernah mengalami yang lebih buruk, dimana penjualannya hanya ada di level US$80 juta - US$90 juta pada tahun 2020.
“Yang menarik dari industri alat berat naik - turunnya sangat tajam. Bila sudah pada posisi turun seperti saat ini. Upaya terpenting yang dilakukan adalah menjaga stok persedian (inventory) supaya tidak banyak, sebab jika inventory terlalu banyak lebih sulit dari sisi kontrol operasionalnya, terutama kontrol Cash Flow perusahaan,” jelas dia.
Langkah konkret pun telah dilakukan KUI dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Dimana perusahaan melakukan ekspansi model baru dengan memproduksi produk customize sesuai permintaan. Semisal memproduksi final drive untuk memenuhi kebutuhan Komatsu Indoesia (KI)
“Kami juga memproduksi model - model besar yang sebelumnya tidak ada dan mulai masuk ke pasar komponen alat berat baik domestik maupun ekspor. yang akan bersaing dengan produk yang sudah ada, tapi kami yakin model - model baru ini dapat diterima dan mendapatkan porsi pada pelanggan-pelanggan setia kami,” pungkasnya.