Kebijakan Setengah Hati HGBT Bikin Investasi Industri Mandek

Oleh : Ridwan | Selasa, 21 November 2023 - 11:20 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Implememtasi harga gas bumi tertentu (HGBT) belum berjalan sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 91/2023. Hal ini dibuktikan dengan ketidaksinkronan alokasi gas industri tertentu (AGIT). 

Ketidaksinkronan tersebut membuat sejumlah industri pengguna gas bumi menahan laju investasinya.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki), Edy Suyanto mengungkapkan bahwa pihaknya tidak dapat melakukan ekspansi besar-besaran jika masih diberlakukan kebijakan AGIT yang tidak sesuai.

"Hingga saat ini untuk industri keramik di wilayah Jawa Barat masih diberlakukan AGIT sebesar 84%, sedangkan di Jawa Timur 65%," kata Edy di Jakarta (21/11).

Menurutnya, kebijakan AGIT yang berlaku saat ini kurang tepat karena besaran persentase AGIT tidak disosialisasikan sejak awal sebelum pemakaian gas bulan berjalan, melainkan diinfokan besarannya setelah terjadi pemakaian.

Alih-alih mendorong industri untuk meningkatkan produktivitas, kebijakan tersebut justru memicu industri keramik sehingga kalah bersaing dengan produk impor maupun untuk penjualan ekspor.

Padahal, dirinya meyakini bahwa multiplier effect atau efek berganda dari kebijakan HGBT dapat bermanfaat bagi industri. Sebab, penggunaannya akan memberikan peningkatan kinerja utilisasi produk keramik nasional.

"Bahkan, ekspansi kapasitas produksi sebesar 75 juta per meter dengan total nilai investasi Rp5,5 triliun dengan penyerapan 10.000 tenaga kerja baru," terangnya.

Edy menjelaskan, penyerapan HGBT saat ini masih belum optimal lantaran lambatnya tambahan alokasi gas baru oleh Kementerian ESDM dan gangguan kelancaran pasokan gas oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN).

Meski demikian, dirinya menyebut, pihaknya siap untuk menyerap gas industri lebih besar dengan syarat pemerintah mesti mengevaluasi dan mengoptimalkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).

Dikesempatan terpisah, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan mengatakan, kebijakan HGBT belum sepenuhnya memberikan manfaat kepada pelaku industri pengolahan. Implementasi harga gas murah tersebut disebut tidak diimbangi dengan kelancaran pasokan. 

"Implementasi HBGT belum berjalan sesuai Kepmen ESDM No. 91/2023. AGIT dari PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk)] masih lebih kecil daripada AGIT Kepmen," kata Yustinus.

Untuk itu, dirinya meminta transparansi kesesuaian pemenuhan AGIT berdasarkan Kepmen ESDM, termasuk transparansi pasokan gas oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). 

Industri menilai alokasi gas baru oleh Kementerian ESDM masih lambat dan gangguan kelancaran pasokan gas oleh PGN. 

Sebab, KKKS memiliki kewajiban untuk menyesuaikan dengan Kepmen. Apalagi, pemerintah telah menyediakan anggaran untuk volume AGIT di Kepmen tersebut. 

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif menyebut, harga gas yang terlalu mahal menjadi biang kerok industri manufaktur Indonesia tertekan hebat.

Bahkan dirinya mengungkapkan, ada sektor industri yang belum mendapatkan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$6 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Padahal, industri tersebut sudah direkomendasikan Kemenperin pada April 2021-Agustus 2022.

"Eksternalitas lain yang berdampak terhadap industri manufaktur adalah kebijakan HBGT yang tidak berjalan dengan baik. Beberapa industri justru membeli harga di atas US$6 per MMBTU sehingga menurunkan daya saing produk mereka," katanya.

"Kami mendorong agar kebijakan HGBT bagi sektor manufaktur dapat dijalankan dengan menegakkan aturan-aturannya," tegas Febri.

Di lain sisi, Febri menekankan pentingnya perluasan program harga gas industri. Menurutnya, ini bisa mendongkrak investasi sektor industri Indonesia menyusul adanya ketersediaan energi yang kompetitif.

"Apalagi, pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi dan kinerja sektor industri manufaktur karena menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional," tutupnya.