Asaki: Kenaikan Harga Gas PGN yang Terselubung Picu Deindustrialisasi & Ancaman PHK

Oleh : Ridwan | Rabu, 04 Oktober 2023 - 16:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sangat menyayangkan dan keberatan terkait kebijakan PT Perusahaan Gas Negara atau PGN yang membatasi pemakaian gas maksimal sebesar 67%.

Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam surat edarannya akan menerapkan pengendalian aliran gas berupa pembatasan kuota gas.

Upaya ini sebagai pengamanan penyaluran gas ke lokasi pengguna, sehubungan dengan terjadinya 'Natural Decline' di salah satu pasokan gas Medco E & P Grisik Ltd., Sumatera.

Dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh PGN, aturan tersebut akan diterapkan mulai dari tanggal 1 Oktober hingga 31 Oktober 2023.

Berdasarkan isi surat edaran tersebut, PGN meminta kepada para pelanggan untuk mengendalikan pemakaian gas sebesar 67% dari pemakaian maksimum per bulan kontrak.

Selain itu, apabila terdapat pemakaian gas melebihi pemakaian maksimum kuota kontrak harian berlaku ketentuan 'Over Usage Penalty' harian.

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto mengatakan, pihaknya merasa keberatan dengan kebijakan yang mendadak oleh PGN yang membatasi pemakaian gas maksimal 67% dari kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PGN yang dihitung berdasarkan pemakaian gas dan selebihnya dikenakan 'surcharge' harian sebesar 250% dari harga gas USD 6,5/MMBTU. 

"Ini sebagai upaya terselubung untuk memaksakan kenaikan harga gas kepada industri," kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Rabu (4/10).

Dengan kebijakan tersebut, jelas Edy, memaksa anggota Asaki yang menggunakan volume gas normal sesuai besaran kontrak harus membayar rata-rata sekitar USD 9,12/MMBTU.

"Besaran angka tersebut serupa seperti harga gas bumi yang dibayar oleh industri keramik di tahun 2014 - 2019 sebelum pemerintah mengeluarkan Perpres No.121 Tahun 2020," paparnya.

"Asaki memiliki pengalaman kelam dimana dalam rentang waktu 2014 - 2019, akibat tingginya harga gas mencapai USD 9,12/MMBTU, industri keramik kehilangan daya saing yang ditandai dengan rendahnya tingkat utilisasi produksi di kisaran 60-65% dan pasar domestik dibanjiri produk impor karena kalah bersaing," tambah Edy.

Menurutnya, kebijakan PGN yang kurang transparan berkaitan masalah gangguan pasokan gas bumi dari hulu dan ketidakstabilan pasokan gas yang telah berlangsung cukup lama ini sangat menganggu daya saing industri keramik nasional, dan tentunya juga melanggar norma keadilan bagi pelanggan industri keramik nasional.

Untuk itu, Asaki mengharapkan perhatian dan dukungan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian ESDM menyangkut daya saing dan ketahanan industri keramik, terlebih menyangkut nasib lebih dari 150.000 tenaga kerja.

"Asaki mengharapkan adanya campur tangan pemerintah untuk menyelamatkan keberlangsungan hidup industri keramik nasional, karena kenaikan harga gas tersebut dipastikan akan memicu deindustrialisasi dan terjadi PHK tenaga kerja," tutup Edy.