Asaki Keluhkan Masih Rendahnya Permintaan Keramik untuk Proyek Pemerintah

Oleh : Ridwan | Sabtu, 29 Juli 2023 - 14:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja industri keramik dalam negeri.

Ketua Umum Asaki, Edy Sutanto mengatakan, industri keramik nasional mulai merasakan perlambatan atau penurunan permintaan keramik sejak kuartal IV - 2022.

"Perlambatan ini terus berlanjut sampai dengan posisi Juni lalu dikarenakan pelemahan daya beli masyarakat," kata Edy Suyanto kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Sabtu (29/7).

Selain itu, masih rendahnya permintaan keramik untuk proyek-proyek pemerintah dalam hal ini proyek infrastruktur bidang permukiman dan perumahan.

Faktor lainnya yakni gangguan impor keramik dari China yang meningkat dari bulan ke bulan yang mana juga disertai dengan penurunan harga jual produk impor sehingga posisi industri keramik saat ini seperti 'Sudah Jatuh Tertimpa Tangga'.

Berdasarkan catatan Asaki nilai impor keramik sepanjang tahun 2017-2022 lebih dari tiga kali lipat nilai ekspornya.

Sepanjang tahun 2022, nilai impor produk keramik mencapai US$ 332 juta sedangkan angka ekspornya hanya mencapai US$ 53,4 juta.

Sepanjang periode Januari - Mei 2023, nilai impor tercatat US$ 104,4 juta, sementara ekspor mencapai US$ 17,3 juta. Imbasnya selama Januari 2017 hingga Mei 2023, defisit neraca perdagangan produk keramik mencapai US$ 1,51 miliar.

Edy menyebut gempuran produk keramik impor asal China mempengaruhi kinerja industri dalam negeri, bagai pepatah 'Sudah Jatuh Tertimpa Tangga'. 

Asaki mencatat, tingkat utilisasi produksi di semester I - 2023 menjadi 73%. Angka tersebut menurun jika dibandingkan pada tahun 2022 yang mencapai 78%, dan sedikit dibawah kinerja utilisasi tahun 2021 yang berada di level 75%.

Meski demikian, Asaki tetap memandang positif dan memiliki keyakinan bahwa pelemahan permintaan pasar domestik hanya bersifat temporary, terlebih setelah Asaki bersama Direktorat Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian melakukan kunjungan kerja ke IKN di bulan Juni lalu.

Industri keramik nasional juga masih 'on the track' melakukan ekspansi dengan tambahan kapasitas sebesar 75 juta meter persegi dan diharapkan selesai di akhir tahun 2024. 

"Tambahan tersebut akan membuat Indonesia menjadi produsen keramik terbesar setelah China, India dan Iran. Investasi ini juga bertujuan untuk substitusi impor dan mendukung kebutuhan keramik di IKN," papar Edy.

Disisi lain, Asaki juga mengharapkan dukungan dari Kementerian ESDM khususnya terkait gangguan kelancaran pasokan gas dari PGN baik di Jawa bagian Barat maupun Timur.

Asaki sangat menyayangkan kenaikan harga gas melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 91 Tahun 2023 tidak disertai dengan kelancaran pasokan gas, dimana sampai dengan posisi saat ini masih diterapkan AGIT alokasicgas industri tertentu sebesar 84% untuk Jawa bagian Barat dan 65% untuk Jawa bagian Timur.

"Hal tersebut sangat membebani kinerja operasional industri keramik karena dengan AGIT tersebut mengakibatkan rata-rata industri harus membayar biaya gas diatas USD 7 per MMBTU," tandas Edy.