Kelangkaan Pasokan AMDK Bisa Timbulkan Risiko Kesehatan Pada Musim Mudik
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Wacana kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan melarang angkutan air minum dalam kemasan (AMDK) beroperasi pada musim lebaran nanti mendapat kritik dari masyarakat dan praktisi kesehatan. Pasalnya, aturan tersebut bisa menyebabkan kelangkaan air minum di masyarakat yang bisa beresiko terhadap kesehatan.
Praktisi Kesehatan dr. Hartati B Bangsa mengatakan saat ini air minum itu sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Hal itu disebabkan sekitar 70 persen kebutuhan air dalam tubuh itu digunakan untuk menunjang metabolisme tubuh. “Konsumsi air yang cukup itu untuk membantu efektifitas metabolisme kita bekerja dengan baik. Jadi, sudah menjadi bahan utamalah bagi tubuh kita sehingga tidak bisa disepelekan keberadaannya,” ujarnya.
Menurut dr.Tati, sapaan akrabnya, orang yang mengalami kekurangan air dalam tubuhnya atau dehidrasi memiliki gejala-gejala seperti munculnya rasa haus, fisik terasa lemah dan lesu, bibir pecah-pecah, dan urin berwarna coklat atau pekat. Untuk orang-orang usia produktif, masalah kekurangan air minum ini mungkin tidak terlalu berbahaya. “Tapi, untuk ibu hamil, orang tua apalagi lansia dampaknya bisa menjadi mengkhawatirkan. Apalagi pada kasus-kasus yang ditambahi dengan diare dan segala macam,” tuturnya.
Sementara, kata dr. Tati, untuk anak-anak usia 0-2 tahun, asupan komponen-komponen ASI dari ibunya kemungkinan sudah cukup untuk memenuhi cairan tubuhnya. Tapi, untuk anak-anak balita yang cukup atraktif, menurutnya, kondisi asupan airnya justru harus dipenuhi dengan mengkonsumsi air minum yang cukup. “Kalau tidak, metabolisme tubuhnya akan terganggu. Nutrisi saraf yang membutuhkan cairan yang cukup banyak juga akan terganggu, dan lain-lain,” ungkapnya.
Dia menuturkan untuk usia produktif, dibutuhkan 7 sampai 8 gelas atau setara dengan 1,7 - 1,8 liter air minum dalam sehari. 1,7-1,8 liter perhari itu kalau usia-usia produktif, 7 sampai 8 gelas. Sedang ibu hamil membutuhkan tambahan ekstra sekitar 200 sampai 300 mililiter lagi per hari. Kalau untuk ibu menyusui, tambahannya 3 gelas lagi atau setara dengan 600-700 mililiter lagi. Untuk kebutuhan lansia, tambahan kebutuhan air minumnya perhari itu sekitar 6 gelas atau 1,2 liter lagi dari ukuran usia produktif. “Sementara, kalau pada anak-anak usia 1-3 tahun, kebutuhan air minumnya 1,2 sampai 1,3 liter perhari. Kalau usia 4-8 tahun, hampir sama dengan kebutuhan pada orang-orang dewasa yaitu 1,7 liter,” katanya.
Pada beberapa kondisi, menurut dr Tati, tubuh orang yang mengalami dehidrasi juga bisa panas atau demam. Hal itu biasanya dirasakan orang yang beraktifitas sangat berat dan kurang minum. “Orang dalam kondisi seperti ini terkadang suhu badannya suka naik,” ucapnya.
Dia mengatakan dalam keadaan dehidrasi yang cukup berat, itu bisa menyebabkan gangguan aliran darah, ginjal, usus, dan menyebabkan jantung lebih cepat berdetak, terjadinya diare dan muntah-muntah. “Bahkan, pada beberapa kasus orang itu bisa kejang-kejang dan pingsan karena terjadinya penurunan kesadaran,’ ujarnya.
Dia menuturkan pada prinsipnya dehidrasi kategorisasinya ada yang ringan, sedang, dan berat. Pada kategori ringan dan sedang, itu ada waktu tunggu yang masih bisa ditoleransi untuk memasukkan cairan ke dalam tubuhnya. Tapi, lanjutnya, jika dehidrasi itu terjadi dalam beberapa hari beruntun, itu sudah masuk ke dalam kategori berat dan harus segera ditangani secara cepat. “Kalau dalam sehari mungkin tubuh masih bisa menoleransi dengan deposit air dalam tubuh. Tapi pada kondisi 2-3 hari sampai betul-betul kekurangan air sama sekali, itu harus sudah langsung dengan penanganan petugas medis yang di fasilitas kesehatan,” tukasnya.
Karenanya, dia menyarankan agar dalam bulan-bulan puasa sekarang ini dan saat musim mudik nanti, masyarakat harus mengunsumsi air minum yang cukup. Artinya, ketersediaan airnya juga harus cukup. “Prinsip asupan air tadi yang tetap harus dikontrol. Kadang kan air minum itu diangap hal yang sepele, padahal itu bisa membahayakan kesehatan kita,” ujarnya.
Makanya, saat mudik ke kampung halaman saat lebaran nanti, dr Tati mengingatkan agar masyarakat memiliki persediaan air minum yang cukup. Apalagi melakukan perjalanan yang sangat jauh dengan kondisi panas dan macet di perjalanan, masyarakat tidak bisa tidak minum air. “Sebab, tubuh kita itu hanya punya daya toleransi kuat untuk bisa memback up kekurangan air itu 6-8 jam saja. Apalagi untuk anak-anak, sebisa mungkin dihindari untuk tidak minum,” katanya.
Masyarakat juga keberatan dengan adanya wacana kebijakan pelarangan tersebut. Susanto, seorang karyawan swasta di Jakarta yang rencananya akan mudik ke kampung halamannya di Solo pada musim lebaran tahun ini, mengungkapkan pada musim lebaran, biasanya permintaan AMDK di daerahnya meningkat hingga 70 persen. “Itu pengalaman saya waktu mudik tahun kemarin ya. Apalagi katanya ada peningkatan jumlah yang mudik tahun ini, mungkin peningkatannya bisa mencapai 100 persen lebih,” tukasnya.
Melihat kondisi ini, dia pun menyarankan agar tidak dilakukan pelarangan terhadap distribusi AMDK ini. “Saya khawatir jika dilarang masyarakat akan kekurangan kebutuhan air minum saat lebaran nanti karena adanya kelangkaan barang di warung-warung,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Novy, pedagang kelontong di Depok yang juga rencananya akan mudik ke Kudus, Jawa Tengah. Menurutnya, keluarganya bisa menghabiskan air minum hingga 4 galon per hari karena banyaknya anggota keluarga yang kumpul di rumah orangtuanya pada saat lebaran. ”Jadi, betapa bingungnya nanti orangtua saya untuk mencari air minum jika distribusi AMDK dibatasi,” tuturnya.