Ironis Sistem Pendidikan di Indonesia

Oleh : Dr. Sri Watini, S.Pd, M.Pd | Kamis, 13 Juli 2017 - 11:30 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Kwalitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk justru pada saat negara lain terus maju dan berkembang dengan pesat. Mengapa hal itu bisa terjadi?  Banyak faktor penyebab antara lain :

1. Pinter Keblinger

2. Lupa Sejarah

3. Meremehkan Para Pahlawan Pendidikan Kita

4. Sok Tahu dengan gengsi tinggi

5. Terlalu kreatif yang belum diimbangi dengan tindakan yang relevan

6. Melupakan bahkan meninggalkan karakter/kepribadian bangsa dan negara kita

7. Manajemen inter dan intrapersonal yang masih rendah saat melihat kemajuan orang lain maupun bangsa lain.

8. Meskipun menjadi rahasia umum tetap saja hasil pembelajaran lebih banyak kognitif atau hafalan dibandingkan keterampilan dan sikap.

Hal yang paling menyedihkan adalah melupakan kodrat anak dalam melakukan pendidikan.  Dalam proses pendidikan selain membimbing dan mengarahkan anak menjadi manusia  yang cerdas,  sebaiknya dan seharusnya menghargai hak anak  untuk hidup bahagia dan merdeka. Namun  apa yang terjadi dengan pendidikan kita?

Sepertinya alasan-alasan di atas perlu dikaji kembali secara cermat sehingga bangsa dan negara Indonesia bisa bangkit dan lebih bijaksana terhadap sistem penidikan kita.

Pernahkah menyangka Negara Firlandia berada di posisi ke-5 dalam Global School Rank 2015 sementara Indonesia di posisi ke-40  dan terus mengalami keterpurukan. Berikut adalah negara-negara dengan peringkat terbaik di dunia antara lain:

Peringkat 1. Korea Selatan

Peringkat 2. Jepang

Peringkat 3. Singapur

Peringkat 4. Hongkong

Peringkat 5. Firlandia

Mengapa penulis tergelitik dengan sistem pendidikan Negara Firlandia? Ada beberapa yang menjadi perhatian dan alasannya.

Sistem pendidikan antara Firlandia dengan Indonesia memikiki banyak perbedaan.

Indonesia

• Berlomba lomba masuk sekolah favorit

• Semua murid harus menguasai semua mata pelajaran

• Nilai sebagai standar dalam proses  pendidikan

• Proses belajar semua menghadap ke depan tanpa ada kerjasama dengan teman atau berhadapan dengan peserta didik yang lain untuk berdiskusi

• Lama belajar 7 jam setiap hari

• Lama istirahat 15 menit

• PR di Indonesia sudah sangat lumrah dan familierf bahkan bisa dibillang tiada hari tanpa PR

• Terlalu sering anak mengikuti ujian nasional dari mau lulus SD, SMP, SLTA, Perguruan Tinggi dan bahkan ada yang paling ekstrim anak-anak PAUD mengikuti ujian semester…tragis

• Saat Guru datang di dalam kelas langsung menempati posisi duduk di depan kelas. Sedangkan siswa duduk manis di meja kursi masing-masing yang tertata dengan rapi, mata menghadap ke depan, tangan dilipat, diam seribu bahasa da tidak bertanya karena takut, malu bertanya, takut salah atau malah dibilang gak memperkatikan karena sudah dijelaskan masih ditanyakan.

• Saat pagi sekali jam enam anak PAUD kadang sudah berantem sama mamanya untuk cepat mandi, pakai seragam, sarapan, nyiapin buku, dan seabreg bawaan harus di bawa ke tempat belajar. Justru orang tua begitu repot dan sibuknya ananak usia 4-6 tahun seperti robot yang harus selalu siap setiap pagi.

• Anak-anak didik dari PAUD sudah harus berseragam, harus sama, pakai dasi, bahkan tas dan tempat minum harus sama dan diseragamkan. Seperti model boneka yang akan dijual.

Firlandia

• Semua sekolah menjadi favorit

• Mengambil bidang atau mata pelajaran sesuai minat, bakat atau yang disukai

• Sementara di Firlandia nilai bukan sebagai patokan

• Di Firlandia cara duduk dibuat selalu berhadapan dengan peserta didik yang lain sehngga ada kesempatan untuk berdiskusi saling bertukar pikiran

• Lama belajar hanya 4.5 sampai 5 jam setiap hari

• Lama istirahat 45 menit

• Di Firlandia tidak ada PR

• Di Firlandia ujian hanya pada saat usia 18 tahun pada saat mau memasuk pendidikan jenjang perguruan tinggi itupun untuk mengetahui kualifikasi dan kopente si terhadap bakat, talenta yg ada pada dirinya

• Di Firdlandia guru datang langsung mendekati siswa siswinya tak jarang untuk duduk bersanding dengan kursi anak, akrab dan menyapa lebih awal dan mendekatinya tak ada gensi bahwa ketika guru dekat dengan siswa maka pamor seorang guru atau pendidik akan jatuh.

• Anak-anak Firlandia mulai masuk sekolah setelah usia kurang lebih 7 tahun sehingga anak sudah mulai enerti kwajiban dan hak-haknya untuk bangun pagi dan berangkat sekolah.

• Di Firlandia tidak berseragam, anak mengenal berbagai perbedaan, minat, kesukaan diri akan warna, model, dan sebagainya. Semua menghargai dengan perbedaan masing-masing.

Apa yang dipaparkan dalan tabel belum semua hanya contoh-contoh konkrit yang dilaksanakan dalam sistem pendidikan di negara kita. Apa misteri di balik paparan itu?

Sistem pendidikan tersebut adalah sistem pendidikan yang di praktekkan sejak dahulu kala di Lembaga Pendidikan Taman Siswa yang didirikan dan dirintis oleh Ki Hajar Dewantara. Sungguh ironis bukan…dan sangat tragis. Di saat dunia luar maju dan berkembang dengan mengapilkasikan filosofi-filosofi bangsa dan negara Indonesia yang luar biasa justru para generasi bangsa kita melupakan akan sejarah dan landasan-landasan bangsa kita yang berkarakter dan penuh dengan tatakrama, budi pekerti, sopan santun dan demokrasi.

Coba kita  mengingat dan menyimak kembali pandangan-pandangan Guru Besar kita yang sangat luar biasa (KH Dewantara) dalam mendefinisikan, mengkonsep, mendiskripsikan dan merealisasikkan serta mengimplementasikan sistem pendidikan Taman Siswa yang berakar budaya bangsa Indonesia.

Slogan yang terkenal dan saat ini mulai luntur bahkan hilang adalah slogan yang berbunyi.

“Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” artinya Bagaimana peran pendidik dalam sistem pendidikan kita adalah Bagaimana seorang guru mampu menjadi tauladan dan contoh yang baik dalam segala ucap dan tindakan tidak sekedar  sebuah title dengan jenjang pendidikan yang tinggi, akan tetapi mampu memancarkan sebuah inner beauty ataupun wibawa yang sesungguhnya bukan dipaksa untuk wibawa seperti yang sekarang ini banyak terjadi.

Bukan karena  gelar Profesor atau Doktor jadi wibawa, bukan karena berdasi setiap hari masuk kelas jadi wibawa, bukan karena lantang dan bersuara keras jadi wibawa, bukan karena mampu memberikan hukuman jadi wibawa dan sebagainya. Tetapi hakikat contoh dan teladan adalah bagaimana mampu menjadi seorang pendidik yang selalu dirindukan oleh muridnya, selalu ditungggu kehadirannya membawa rasa tenang dalam setiap pertemuan pembelajaran dan selalu ingin menghadiri pada saat jam belajar berlangsung.

Coba diinget judul Film “Laskar Pelangi” yang sangat inspiratif dua orang guru perempuan dan laki-laki yang sangat bersahaja dengan sabar dan kasih sayangnya yang tulus dan mampu menghasilkan generasi-generasi dalam dunia nyata dan luar biasa. Adapun arti dari ing Madya mangun karsa adalah bagaimana sosok seorang guru yang ditengah-tengah keberadaanya pada peserta didik dengan asah, asih dan asuhnya mampu memberikan berbagai motivasi dan dorongan untuk anak terus maju, semangat dan bangkit meraih cita-cita hidup serta  harapannya sesuai dengan bakat dan talentanya tentunya. Tidak ada anak yang dipaksa mampu mengerjakan hal yang sama dengan teman-temanya padahal bukan potensinya. 

Bagaimana seorang anak diperbolehkan memilih kegiatan dan tujuan hidup sesuai karakteristik dan keunikannya. Sungguh filosofi yang sangat luar biasa. Sehingga menghasilkan gennerasi-generasi yang hidup dengan bahagia dan merdeka. Simak dua, tiga contoh kehidupan manusia yang hidup dengan nyaman, bahagia, cerdas dan merdeka.

1. Sosok Bapak Habibi yang sangat terkenal di seentero dunia dengan pesawatnya yang begitu luar biasa.

2. Sosok Didi Nini Towok seorang Pria tulen dengan kemampuan menarinya bahkan menjelma menjadi lemah gemulai sebagai seorang penari yang diundang ke negara manapun untuk mempresentasikan karya tariannya.s

3. Sosok Anggun C. Sasmi seorang wanita sukses dalam bidang seni swara yang terkenal.

Contoh tiga sosok yang sangat terkenal apabila kita tukarkan potensinya dan kedudukanya di mana Pak Habibi diminta sebagai penyanyi, Anggun C.Sasmi jadi Penari dan Didi Nini Towok menciptakan pesawat Terbang maka tak ada satupuntiga sosok itu berhasil dan menjadi terkenal.

Untuk itu kita semua sebagai  pendidik baik sebagai orang tua atau guru atau dosen sudah waktunya untuk menerima secara “legowo” (menerima apa adanya) potensi anak didik kita tanpa  memaksakan kehendak dan menyeragamkan kemampuan anak yang satu dengan anak yang lainnya.

Arti Tut Wuri Handayani artinya pada saat pendidik ada di belakang peserta didik maka pendidik tak segan untuk terus mendukung, memberikan dorongan, support dengan cara memberikan kesempatan, peluang agar peserta didik dapat mengembangkan dan mengaktuaalisasikan potensi dirinya yang unik, berbeda agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, talenta serta minat hidupnya.

Bahkan berbagai tindakan nyata seperti mencarikan tempat yang tepat untuk belajar mengembangkan bakatnya, membiayayai, mencari dan mengadakan media dan yang paling penting adalah tidak memaksakan kehendak orang tua atau pendidik dalam memilih bidang atau jurusan yan g mereka inginkan serta menjadi pilihan hidupnya. Peran pendidik tetap mengarahkan yang terbaik demi dan untuk kemajuan dan perkembangan potensi bakat yang ada pada anak.

Hakikat Pendidikan bagi anak menurut KH Dewantara memiliki arti yang sangat spesifik dan sangat menghargai terhadap hak-hak hidup anak. Tidak saja menjadikan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan peserta didik yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi bangsa, negara dan agama seperti dalam UU No.20 tahun 2003 tetapi, bagaimana menjadikan individu yang mampu dan menjalankan kehidupannya dengan merdeka dan mencapai kebahagian hidup yang setingggi-tingginya berdasarkan pada kemampuan, potensi bakat dan talenta.

Tidak lagi ada profesi dokter paksan, insinyur paksaan, guru paksaan dan lain-lain yang merupkan hasil dari refleksi keinginan orang tua atau keinginan yang lainnya. Kodrat hidup anak menjadi manusia yang merdeka benar-benar menjadi tujuan utama dalam melakukan pendidikan.

Hal inilah yang menjadi special dalam penerapan sistem pendidikan di Negara Firlandia.

Peserta didik sangat menikmati proses pembelajaran. Tidak ada tekanan atau paksaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sama dengan teman-teman lainnya. Susana belajar yang membangun perasaan anak  nyaman dan senang di utamaklan. Potensi atau kemampuan anak tidak dibandingkan dengan anak-anak lain yang memang berbeda. Tidak ada ada yang diberi hukuman karena tidak mengerkan PR dan memiliki nilai yang rendah.

Berikut contoh perbedaan proses pembelajaran yang berlangsung di Firlandia dengan Indonesia:

Menyimak betapa berbedanya sistem pendidikan negara kita dengan Firlandia. Membangkitkan semangat bangsa dan negara kita untuk melakukan transformasi dalam semua  komponen sistem pendidikan di Indonesia seperti yang disampaikan oleh Bapak Budi Djadmiko Ketua Nasional  APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Tinggi Swasta Indonesia pada Bulan Juni 2017 di Universitas YARSI Cempaka Putih Jakarta pada saat Seminar Nasional yang dihadiri oleh para Rektor atapun Pimpinan Yaysan. 

Beliau menyampikan sudah saatnya Sistem Pendidikan kita berubah. Transformasi pendidikan bukan omong kosong, atau wacana, atau tulisan skripsi, thesisi untuk kelulusan. Tetapi Refleksi dalam bentuk realita yang nyata dalam tindakan atau action yang sesungguhnya.

Marilah kita semua para pendidik dan para orang tua serta pemerhati pendidikan, kembalikan fitrah sistem pendidikan kita berlandaskan pada filosofi dan karakter bangsa dan negara kita. Ambil kesuksesan kembali pendidikan sejarah masa lalu dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman yang ada dan perkembangan teknologi informasi, Bangsa dan negara luar mengagumi berbagai kekayaan budaya kita, teknologi kita,pada tahun-tahun lalu bekajar di negara kita  jangan  sampai bangsa kita sendiri terus terpuruk kwalitas pendidikannya.

Banyak didikan bangsa dan Negara Indonesia masa lalu yang menghasilkan orang-orang hebat di negara luar. Lupakan gengsi tinggi tidak dan kurang mengakui negara dan bangsa kita dan lebih mengagumi pada bangsa dan negara lain.

Jangan menganggap kreatif yang berlebihan padahal justru mempersulit diri sendiri terutama menekan pada peserta didik generasi penerus bangsa kita.

Tidak lagi menekan anak  untuk mengikuti ujian, ujian dan ujian hasilnya anak setres mengajarkan curang dan kebohongan karena menyontek dan ingin lulus serta mendapatkan nilai tinggi sehingga akan melahirkan dan mencetak koruptor dsn pelanggar kedispilinan.

Atau contoh lain masuk jam tujuh pagi pulang jam empat sore dengan alasan tambahan, privat, ekstra  atau lainnya yang membuat anak bosan, tertekan, jenuh, tidak ketemu suasana lain yang selalu berbeda dan setelah lulus atau ada kesempatan langsung melmpiaskan emosinya dengan tawuran, kekerasan, kebrutalan, pemerkosaan, bahkan tidak jarang pembunuhan dan gak ingat pada teman belajar yang awalnya sama-sama ingin meraih kesuksesan.

Bahkan terkadang penanaman kebencian dan fanatisme tidak mau mengakui kelbihan yang diraih bangsa dan negara lain terkait perkembangn kwalitas pendidikannya karena gensi  bahwa bangsa dari negara lain pernah belajar di Indonesia bahkan menerapkan berbagai konsep dari karya  oran-orang hebat  bangsa Indonesia.  Berbagai latar belakang tersebut sudah saatnya sistem pendidikan kita diperbaiki dan dilakukan perubahan secara bijak. Tentunya dari jenjang PAUD sampai Pendidikan Tinggi.

 Penulis: Dr.Sri Watini, S.Pd, M.Pd [ Spesialist PAUD Pendidikan Anak Usia Dini, Untuk Generasi Indonesia Lebih Baik ]